34

1.8K 69 6
                                    

Happy reading!

Author POV

Terlihat Viola baru saja keluar dari toilet yang berada di dalam kamarnya. Ia sudah berpakaian lengkap, hanya saja rambutnya masih basah dan acak-acakan. Setelah pulang sekolah, Viola memutuskan untuk mandi. Sebenarnya ia ingin berendam, tapi berhubung di apartemen ini tidak ada bath tub jadilah ia mandi dengan shower.

Viola mengeringkan rambutnya dengan handuk sebelum menggunakan hairdryer. Sebenarnya Viola merasa lapar, tapi karena Tania belum pulang dari kuliahnya, Viola harus menahan laparnya. Ia tak bisa memasak, ia juga belum hafal daerah sekitar apartemen. Jadi, menungggu Tania adalah pilihan yang paling baik.

Viola menghentikan kegiatannya saat handphone miliknya berbunyi, menandakan jika ada yang menelpon. Bibirnya perlahan terangkat saat mengetahui jika Delon lah yang menghubunginya. Tanpa basa-basi ia mengangkat telpon itu.

"Assalamualaikum, Vi."

"Waalaikumsalam, Kak."

"Kamu sibuk nggak? Kalau nggak sibuk kakak alih ke video call."

"Viola nggak sibuk, kok. "

Viola tak menolak saat Delon mengajaknya video call. Lagipula ia sedang tidak ada kegiatan apa-apa. Ia berjalan menuju ranjang, lalu duduk bersandar di headbed.

"Gimana keadaanmu, Vi?"

"Viola baik-baik aja, Kak."

Hening sejenak, Viola dapat mendengar hembusan napas kasar Delon. Viola memilih menunggu Delon mengucap sesuatu, karena sejujurnya ia bingung harus membicarakan hal apa pada sang kakak.

"Sebenarnya kakak nggak suka kamu pergi jauh dari rumah kayak gini. Tapi mau bagaimana lagi? Kalau dengan cara ini bisa buat kamu bahagia, kakak bisa apa."

"Kak, Viola pergi buat kembali. Viola di sini cuma mau melupakan perasaan Viola. Karena kalau Viola bertahan di sana, yang ada Viola semakin sakit hati lihat Arsen sama Khaila berduaan. Viola juga nggak mau berharap pada orang yang jelas-jalas udah punya pacar."

"Kakak cuma bisa berdoa semoga rencana kamu berhasil. Tapi kakak berharap kamu dan Arsen berjodoh. Karena kakak udah terlanjur percaya sama Arsen buat jaga kamu."

"Viola percaya semua bakal indah. Tuhan punya rencana sendiri buat Viola."

Viola dapat melihat Delon tersenyum setelah mendengar ucapannya. Bibir Viola memang lancar mengucapkan kalimat itu, tetapi ada rasa nyeri yang berasal dari hatinya. Ia tak bermaksud menutupi semuanya dari Delon, ia hanya mencoba untuk tegar.

"Oh iya, beberapa hari yang lalu Arsen datang ke rumah."

Perkataan Delon membuat Viola tertarik, ia segera menegakkan tubuhnya. Ia sangat ingin tahu bagaimana reaksi Arsen saat cowok itu tahu jika Viola tidak berada di rumah.

"Sama siapa?"

"Sendiri. Dia nanyain kenapa kamu nggak berangkat sekolah."

"Kakak nggak kasih tahu Arsen kalau Vio pergi, kan?"

"Dengerin kakak dulu, Vi."

Viola hanya cengengesan mendengar teguran dari Delon. Maklum, dirinya sangat penasaran.

"Kakak cuma bilang kamu pindah sekolah ke luar kota. Arsen kaget banget waktu kakak bilang gitu ke dia. Arsen tanya ke kota mana kamu pergi, tapi kakak nggak kasih tahu dia. Bahkan seminggu ini Arsen kirim spam chat ke kakak."

Mendengar penuturan Delon membuat dada Viola sedikit menghangat. Apa benar Arsen mencarinya? Jika iya, berarti cowok itu masih peduli dengannya.

"Pokoknya kakak jangan beri tahu ke mana Viola pergi."

"Kamu nggak takut kalau Arsen benci sama kamu?

"Aku serahin sama takdir aja, Kak. Kita lihat gimana kedepannya nanti."

"Kakak bangga kamu bisa bersikap dewasa seperti ini. Kamu sudah mulai berubah, Vi."

"Selain pindah ke sini karena pelarian, Viola pengen jadi mandiri, biar nggak bergantung terus sama kakak dan Arsen. Karena Viola nggak tahu bagaimana nantinya, kalau kakak dan Arsen punya pasangan sendiri, pasti waktu kalian buat Vio berkurang."

"Apa aja yang berubah dari kamu?"

"Vio udah berani naik taksi sendiri, Vio juga udah bisa beresin kamar sendiri, walaupun hasilnya nggak terlalu rapi kayak mama yang beresin."

"Terus makan sama cuci baju gimana?"

"Baju-baju Vio dan Kak Tania di-laundry, kalau makan Kak Tania yang masak, atau nggak delivery."

Viola dapat melihat sang kakak mengangguk-angguk mendengar penjelasannya.

"Kalau gitu kakak tutup teleponnya, ya. Kita bisa sambung lain waktu."

"Iya, Kak."

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Setelah panggilan itu terputus, Viola meletakkan handphone-nya di atas nakas. Ia segera beranjak dari tempat tidur miliknya, lalu menuju meja rias untuk melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda.

Terkadang saat Viola sendirian seperti ini, ia menjadi rindu dengan suasana kelas di RSHS. Ia rindu berdebat dengan Kristo, juga rindu ke kantin bersama Arsen dan teman yang lain.

Viola menghela napas kasar. Ia pasti bisa. Hanya kurang dari dua tahun, setelahnya ia bisa kembali ke Jakarta untuk menemui teman-temannya. Mungkin saja setelah dua tahun nanti perasaannya pada Arsen mulai menghilang, dan dengan begitu ia bisa bersahabat dengan Arsen seperti dulu, sebelum perasaannya muncul.

Jika mengingat tentang Arsen pasti Viola juga mengingat Khaila. Bagaimana keadaan gadis itu sekarang? Viola berharap semoga Khaila baik-baik saja. Mungkin keadaan Khaila tak jauh beda dengan dirinya, tinggal di apartemen dan jauh dari orang tua. Tapi sepertinya Viola lebih beruntung, mengingat ia masih memiliki seorang mama dan dua kakak laki-laki yang begitu sayang padanya. Sedangkan Khaila hanya punya kakak dan Arsen.

Viola menaruh kembali barang yang ia gunakan ke tempat semula. Kegiatannya telah selesai, Viola memilih beranjak, lalu mengambil handphone miliknya. Ia memilih meninggalkan kamar. Sepertinya menonton televisi bukan lah ide yang buruk.

________________________________________

Up lagiii! Jangan lupa vote pokoknya. Oh iya bentar lagi PLEASE BE MINE bakal tamat. Pokoknya lakian harus tungguin yaaa.


Purwodadi, 9 September 2020

PLEASE BE MINE ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang