Anankara Arkana Malik Irham

157 7 0
                                    

Nisa masih setia duduk di sebuah sofa empuk yang berada di balkon Royal Penthouse Suite di Hotel President Wilson ini.

Entah mengapa, dia begitu tersihir dengan keindahan danau Jenewa dengan latar belakang pegunungan Month Blanc.

Benar-benar indah!

Siapa pun yang melihatnya akan terpukau dengan keindahan yang diberikan oleh hotel termahal di dunia ini.

Tak lupa segelas wine menemani sore harinya.

Tak tanggung-tanggung, wine yang tengah berada di genggamannya adalah wine Screaming Eagle Cabernet Sauvignon 1992.

Wine asal Oakville California ini adalah salah satu wine favorite sang pewaris Brawijaya Group.

Dia begitu menyukai wine ini karena memiliki kombinasi rasa dari aroma blackcurrant dan aroma pohon oak.

Namun hanya dilihat dari mereknya, orang-orang akan mengetahui jika wine ini adalah wine termahal di dunia dengan harga mencapai 6.1 miliar.

Sungguh fantastis hanya untuk sebuah wine, bukan?

Samar-samar terdengar langkah kaki yang menggangngu indra pendengaran Nisa saat dia tengah menikmati pemandangan di hadapannya.

Disaat dia menoleh, dibalik dinding kaca bening, nampak seorang pria tengah berada di dalam kamar suite-nya tengah menarik sebuah koper besar yang diyakini Nisa sebagai miliknya.

“siapa yang mengirimnya kemari? Ah mungkin saja Revan sudah mengaturnya semua hingga kopernya pun sudah berada disini.” Pikir Nisa sembari meneguk wine yang berada di tangannya.

Pasalnya, sejak dia pergi dari hotel pada saat acara pertunangannya berlangsung, dia hanya membawa pakaian yang melekat di tubuhnya saja.

“ini semua barang-barang nona, jika ada keperluan silahkan hubungi saya.” Alan menghampiri Nisa di balkon hotel seraya membungkukkan tubuhnya.

“kamu boleh pergi.” Ujar Nisa dengan tatapan dingin hingga membuat Alan sedikit meliriknya dan bergidik ngeri.

“rupanya berita yang beredar benar, kamu ternyata sedingin itu. Siapa pun yang berada di dekatmu akan terasa terintimidasi olehmu.” Alan melangkah pergi meninggalkan Nisa seorang diri.

Beberapa detik sepeninggal Alan, kembali terdengar suara ketukan pintu yang begitu mengganggu Nisa saat mencoba memejamkan matanya seraya menikmati hembusan angina sepoi-sepoi yang membuat rambutnya sedikit beterbangan.

Suara ketukan pintu terus saja terdengar hingga membuat sang empunya kamar merasa sedikit jengkel.

Bagaimana tidak, baru saja dia memejamkan matanya dan mengistirahatkan pikiran sejenak dari masalah yang dihadapinya.

Dengan perasaan dongkol, Nisa berdiri dari sofa dan berjalan menuju ke pintu kamar hotel.

“apa lagi sih Alan, kamu kan bisa masuk ….” Nisa menghentikan ucapannya saat membuka pintu kamar hotel dan menemukan seorang pria yang tengah berdiri di hadapannya dengan penampilan yang begitu berantakan.

KAMU.” Nisa mengedip-ngedipkan matanya untuk meyakinkan dirinya jika dia tak salah lihat.

Bagaimana bisa pria dihadapannya bisa tiba-tiba berada di depan pintu suitenya sekarang?

Ini bukan antara Jakarta-Bogor yang gampang di tempuh hanya dengan menggunakan mobil.

Tapi ini antara Indonesia dan Swiss.

Otak Nisa tiba-tiba mempek seketika memikirkan pria ini bisa ada dihadapannya sekarang.

“Apakah aku mimpi?”

Serpihan Cinta Dalam HarapanWhere stories live. Discover now