• who is he •

1.4K 217 9
                                    

- Beberapa bulan kemudian -


"Yoongi!"

Yang dipanggil meletakkan buku yang dibacanya ke atas meja dan memindahkan atensinya pada sang lawan bicara. "Apa? Jungkook udah bangun?"

"Aku udah menggedor kamarnya dari setengah jam lalu tapi dia enggak bangun juga." Jelas lelaki manis yang tak jauh berbeda tinggi dengan Yoongi. Kulitnya putih, namun tak seputih kekasihnya. Ia mengakhirinya dengan wajahnya yang menekuk sebal. Membangunkan Jungkook memang melelahkan.

Yoongi menghela nafas. Seperti yang ia duga, adiknya akan bangun di waktu yang mepet dengan jam kuliahnya. Ia berdiri, mengambil tas nya dan menghampiri seseorang yang rautnya masih masam dan merangkulnya. "Ya udah biarin dia naik kendaraan umum aja. Kita berangkat sekarang."

Meninggalkan Jungkook yang masih tertidur bukanlah hal yang baru pertama dilakukan. Sejak pindah ke rumah Yoongi di kota tempat kampusnya berada, Jungkook seringkali bangun terlambat karena begadang main game. Padahal masih menyandang gelar mahasiswa baru, tapi telat sudah menjadi nama tengahnya.

Entah sudah ke berapa kali alarmnya berbunyi, baru Jungkook membuka mata perlahan dan langsung dapat menatap jam di dinding. Membuatnya cepat berdiri dan terburu ke kamar mandi. Untungnya dia selalu menyetel alarm sebelum tidur.

Ia kira kakaknya akan menunggu karena semalam sudah janji akan memberi tumpangan, nyatanya nafasnya berhembus panjang setelah membaca kertas kecil yang tertempel di rak sepatu, di sana tertulis agar berangkat menggunakan kendaraan umum. Sial. Kalau saja motornya tak di bengkel. Padahal yang memakainya sampai masuk ke parit adalah teman-temannya tapi ia yang menanggung.

Sedikit ragu dengan saran sang kakak, Jungkook meminta bantuan kepada temannya. Siapa tahu akan ada yang membantu, kan?

me;
kau udah di kampus belum?

yugy;
belum kenapa?

me;
[send location]

yugy;
ok
kalau ketemu di depan kampus, aku tebengin

me;
🖕🏻🖕🏻🖕🏻


Teman tidak berguna, gerutunya dalam hati. Sebab waktu terus berjalan, Jungkook tak ingin semakin menyiakannya. Bergegas keluar rumah dan mencari kendaraan agar bisa sampai ke tempatnya mencari ilmu.

Selama perjalanan, musik menemaninya melalui earphone yang terpasang. Entah kenapa perasaan tidak enak dan merasakan kehampaan menggelayuti pikirannya lagi. Ia kira karena nervous sebelum ospek, nyatanya bukan. Justru kesibukan selama masa orientasi membuatnya tak memikirkan hal lain karena tugas yang diberikan.

Bahkan sampai kedua kakinya sudah memijak tanah di area depan kampus, otaknya masih belum menemukan titik terang dan tersadar ketika ada kendaraan dari belakang membunyikan klakson.

Jungkook menggelengkan kepala, berusaha melupakan. Lantas keramaian yang ada di depan auditorium tepatnya di depan papan informasi mengambil perhatiannya. Membuatnya datang menghampiri.

"Apa nih?" Refleks Jungkook berucap. Berada di bagian belakang membuatnya tak terlalu jelas melihat tulisan apa yang tercetak di kertas putih yang ada di depannya.

"Ujian bahasa dan komputer."

Oh, ada yang mendengar rupanya. Jungkook melihat lelaki di sebelahnya, yang tadi menyahut, yang juga kelihatan kesulitan membaca informasi yang tertera. Ia menanggapi dengan o kecil.

Lantas ketika orang sudah mulai pergi, Jungkook bisa maju ke depan dan membaca jadwal ujian setiap jurusan. Minggu depan. Ia akan mengingat jadwal ujiannya. Sebab di bawah terdapat note jikalau nilai ujian keduanya sebagai syarat untuk mengikuti sidang skripsi.

Kakinya sudah menyerong hendak pergi sebab urusannya sudah selesai namun sesuatu menahannya. Lengan lelaki di sebelahnya sedang menunjuk tulisan di papan, membuat pandangannya mengarah ke sana. Tepatnya pada pergelangan tangan yang terlingkar sebuah gelang dan Jungkook hapal betul gelang itu. Membuatnya semakin memperhatikan sosok yang masih fokus membaca sambil menyedot jus buahnya.

"Kenapa kau memandangiku terus?" Ia tak menengok tapi sadar kalau diperhatikan.

Jungkook yakin mengenalnya tapi ia ragu untuk menyapa. Setelah bertarung dengan pikiran dan hatinya, ia menarik nafas dan memutuskan. "Kim Taehyung."

Merasa dipanggil ia menengok, menatap Jungkook dengan mata yang perlahan melebar ketika dihadiahi sebuah senyum. "J-jungkook?"

Jungkook tersenyum makin lebar. Mengulurkan tangan kanannya ke hadapan Taehyung yang dalam hitungan ke lima baru di balas oleh genggaman tangan lainnya. "Apa kabar, Taetae?"

"Uhm, baik."

Jabatan keduanya berlangsung cukup lama dibarengi mengamati wajah satu sama lain. Wajah yang terlihat lebih dewasa dari terakhir kali bertemu. Namun senyum yang terlontar masih sama.

Mereka sama tertawa setelah jabatan tangan terlepas. Merasakan kerinduaan yang menggebu tapi mereka sadar tak bisa memeluk satu sama lain sebab berada di tempat umum. Membuat keduanya hanya saling tatap satu sama lain dengan senyum malu yang belum pudar. Bahkan ingin mengucapkan kata-kata lain pun rasanya sulit. Terlalu banyak yang ingin disampaikan.

"Hei Jungkook jadi nebeng enggak? Katanya, dosen udah ada di kelas."

Suara mesin motor dan teriakan itu sedikitnya menyadarkan Jungkook. Menengok sebentar pada temannya lalu kembali pada Taehyung. "Aku duluan."

Dan sebelum motor yang ditumpanginya melaju, Jungkook melihat Taehyung mengangguk seraya memperlihatkan senyum kotak khasnya. Sangat manis.

"Wah, siapa tuh?" Teman Jungkook bertanya sebab penasaran dan sedikit melihat gelagat aneh dari pantulan di kaca spion "Sepertinya dia enggak sekelompok sama kita saat ospek, juga beda fakultas kayaknya."

Kan benar. Yugyeom justru bergidik ngeri saat melihat temannya yang benar terlihat aneh, bukan sedikit lagi. "Malah senyum seperti orang gila!"

"Oh, kau tanya apa?"

"Yang bicara sama kau tadi."

Jungkook sebenarnya dengar apa yang Yugyeom katakan, bahkan saat dirinya dikatai gila. Tapi saat temannya itu berbicara lagi, dia langsung menjawab tanpa jeda tunggu dan bahkan tanpa benar-benar disadari.

"Oh, dia pacarku."

Kookie and Taetae 2 || KookV ✓حيث تعيش القصص. اكتشف الآن