6. Before Sailing

1.8K 504 219
                                    

Ketika sebuah keputusan sudah dibuat, maka yang harus kamu lakukan adalah menerima semua konsekuensi yang datang secara perlahan.

.
.
.

Pesawat khusus militer itu masih menyusuri awan-awan di cakrawala. Pemberitahuan mengatakan kemungkinan esok pagi baru sampai di tujuan. Alih-alih mengusir rasa bosan yang melanda, delapan perwira itu hanya diam sedari awal duduk di kursi pesawat. Sibuk akan pemikiran dan gundah di hati masing-masing.

"Dulu pas gue masih kecil, kecil banget. Punya cita-cita ingin terbang biar bisa liat bintang secara langsung. Terus ngajak main bintang-bintang di langit. Habis itu bintang nya gue ajak pulang biar bisa ngabulin semua hal yang gue mau. Cih! Konyol banget gue dulu, ya?"

Hyunjin, orang yang duduk di samping Jisung menoleh. Namun arah pandang lelaki itu hanya fokus pada kaca yang mana tak nampak apapun selain gelap menyapa retina. Ya, malam sudah menjemput sejak tiga jam yang lalu.

"Ngomong sama siapa sih, lo?" Tanya Hyunjin yang terkesan menyindir. Hal yang membuat Jisung mengalihkan pandangannya pada toples sedang yang ia pegang dari tadi. Tepatnya tiga jam yang lalu saat mentari kembali pulang pada perapian.

"Terus gue dulu gak tau kan kalau hal itu konyol banget. Ya gue mana ngerti sih kalo cita-cita gue gak masuk akal, hahaha...." lanjutnya. 

"Hhhh, terserah...." Hyunjin tak ingin ambil pusing, ia kembali bersandar dan menutup matanya berusaha abai dengan rekan satu tim nya itu.

"Tapi Hyung gue bikin satu hal yang gak masuk akal jadi masuk akal. Gue dulu marah banget karena dia mewujudkan mimpi gue itu nggak modal. Dia pake kertas origami gue yang jelas-jelas mau gue pake besok. Mana toples nya juga mau gue pake buat prakarya, alhasil nilai gue D karena gak bawa peralatan, masih untung gurunya baik pas itu. Dulu gue masih sekolah dasar kelas satu sih. Dan dia smp tingkat satu waktu itu, udah gede gak ngotak emang dia." Jisung bercerita sambil tertawa, lalu membuka tutup toples tersebut dan mengambil beberapa kertas yang dibentuk bintang-bintang kecil.

Sambil membaca harapan-harapan yang ditulis di atas kertas tersebut, Hyunjin jadi tak bisa abaikan Jisung. Ia terlanjur tertarik dengan apa yang Jisung ceritakan.

"Tapi itu dulu, lama-lama gue jadi yang ngerasa bersalah." Katanya, yang kemudian memasukan kembali kertas tersebut.

"Dia ngasih ini pas tepat gue ulang tahun, bodohnya juga gue lupa itu hari spesial gue. Dia ngasih ini tapi gue marah pas tau peralatan prakarya gue dia pake. Bego nya juga tujuh tahun kemudian dan gue smp tingkat satu baru gue sadar apa yang dia lakukan pas itu, satu bentuk kasih sayang yang gue sia-siain. Satu bentuk harapan yang gak bisa orang lain kabulkan terkecuali dia sama Tuhan."

"Katanya, ini namanya lucky star. Isinya harapan-harapan yang dia tulis seratus hari di buku sebelum dipindahkan ke origami, tepat sebelum gue ulang tahun. Lima puluh bintang harapan dia buat gue, dan lima puluh bintang lagi harapan gue buat diri gue sendiri ketika gue dewasa yang selalu gue ceritain ke dia. Egois banget gak sih gue? Hahaha..."

"Termasuk harapan gue buat jadi perwira suatu saat nanti, dan dia ngabulin itu. Gue nggak pernah tau gimana muka lusuhnya dia kecapean karena menyeimbangkan antara pendidikan dan kerja. Karena yang gua liat cuman tingkah konyol yang bikin emosi sama tawa dia yang bikin kuping gue sakit. Gue nggak tahu kalau dia berkali-kali mohon doa di tengah malam supaya dia bisa kabulin cita-cita gue. Gue jahat...."

"Waktu itu gue tanya, kenapa dia nggak nulis harapan dia sendiri. Katanya harapan gue adalah harapan dia."

Hyunjin yang mendengar jadi gelisah sendiri, ia tidak pernah tahu cerita Jisung yang memendam rasa bersalah sendirian. Yang ia tahu memang Jisung tidak punya adab dengan kakaknya itu. Tapi di lain sisi saat di bandara tadi, yang sempat membuat Hyunjin iri, kedua kakak beradik itu saling sayang dengan penyampaian yang berbeda.

Bermuda Triangle - StrayKidsWhere stories live. Discover now