Nemenin Gio

112 48 2
                                    

Budayakan vote sebelum membaca!

.

.

.

.

.

.

.

"Fani!" panggil seseorang yang baru keluar dari mobil dari arah seberang. "Maaf ya telat! Macet soalnya tadi." Lelaki tersebut menghampiri Fani, yang ternyata adalah Gio.

"Iya, gapapa kok. Dah yuk berangkat!" Fani pun menggandeng Gio menuju mobil Gio. Meninggalkan Evan yang terdiam menyaksikan kepergian Fani dan Gio.

***

"Ah, sial! Kenapa harus panas coba liat dia sama Gio? Kenapa gue harus cemburu? Gue kan bukan siapa-siapanya Fani. Gue itu cuma disuruh nyokapnya buat jagain dia. Tapi kenapa perasaan gue kacau gini?" teriak Evan sambil berguling-guling di kasurnya.

Celline yang sedang memasak langsung berlari ke kamar Evan karena Evan berteriak.

"Van, kamu kenapa teriak-teriak? Kamu kesurupan? Hah?!" Celline panik saat melihat kamar Evan yang berantakan. Selimut sudah berada di lantai, buku-buku berserakan, dan lebih parahnya lagi lemari Evan sudah tumbang.

"Apaan sih Ma? Aku gak kesurupan."

"Ya terus kenapa kamar kamu berantakan gini kayak kapal pecah? Kamu habis berantem sama Devano? Ributin apalagi sih kalian?" omel Celline panjang lebar.

"Gak ributin apa-apa kok ma. Aku gak lagi berantem sama Devano. Aku cuma emosi saja." jawab Evan sambil memungut selimutnya yang berada di lantai.

"Dasar kamu! Udah sana beresin kamar kamu! Ntar keluar semua tikus-tikusnya. Itu lemarinya juga benerin. Emosi kok bantingin lemari" Celline pun beranjak keluar dari kamar Evan.

"Ini juga lagi beresin lho ma!" jawab Evan lesu.

Di sebuah toko perhiasan, Gio dan Fani sedang memilih-milih perhiasan.

"Gio, lo ngapain bawa gue kesini?" tanya Fani heran.

"Gue mau beli kado untuk ulang tahun adik gue. Kan dia cewek, jadi gue pikir mending lo yang bantuin gue milihin perhiasan, ya kan?" jawab Gio.

"Oo, gue kira mau beliin gue?" ucap Fani bercanda.

"Kalo lo mau, pilih aja, biar gue yang bayarin." Gio menawarkan.

"Gue cuma becanda kali Gio. Lagian gue gak ngerti juga sama perhiasan." Fani kan tomboy, jadi gak ngerti perhiasan atau hal-hal yang berbentuk style wanita begitu, katanya.

"Terserah lo saja pilihnya, yang penting pilihan lo sendiri." ucap Gio.

"Bisa saja lo." Fani mulai melihat-lihat. Selama melihat-lihat, matanya tak sengaja berhenti di sebuah kalung dengan permata mungil yang.

"Gio, yang ini kayaknya bagus deh buat adek lo. Dia kan cantik, pasti bakal lebih cantik pakai yang itu."

"OK deh. Mbak, yang ini satu mbak." ucap Gio pada pegawai tersebut.

Tiba-tiba, handphone Fani berdering. Ternyata maminya yang nelpon. Fani langsung menjauh dari Gio dan mengangkat telpon maminya.

"Hal-"

"KAMU KEMANA SIH FANI? KENAPA BELUM PULANG JUGA? KELUYURAN LAGI? NONTON BALAPAN LAGI?" langsung ngegas itu emaknya Fani, spontan Fani menjauhkan handphone nya.

"Ih mami. Santai aja kali mi. Aku baik-baik aja kok. Nemenin Gio dulu ini beliin kado buat adeknya."

"Mami gak mau tau, kamu harus sampai ke rumah sebelum papi kamu pulang. Kalo nggak, habis kamu di omelin papi kamu." Siska langsung mematikan panggilan. Belum sempat Fani jawab, eh udah dimatiin duluan.

"Kebiasaan deh mami." gerutu Fani.

"Siapa?" tanya Gio saat Fani kembali.

"Mami. Nyuruh pulang." jawab Fani lesu.

"Oh, ya udah. Kita langsung pulang aja deh. Gak enak sama mami lo."

Mereka berdua pun langsung menuju parkiran.

Selama di perjalanan, Fani dan Gio tak henti-hentinya bercerita, bersenda gurau layaknya pasangan yang sedang kencan.

Tiba-tiba, Gio menghentikan mobilnya di depan toko roti Holland Bakery. "Fan, tunggu bentar ya!" ucap Gio. Kemudian ia keluar dan masuk ke toko roti tersebut.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Vote+comment

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 22, 2020 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

IMAM IDAMANWhere stories live. Discover now