2. Pemilik Suara Merdu part 1

336 134 92
                                    

"Best friend are the people in your life that make your laugh louder, smile brighter, and live better"

Kak Zahro AM

~~~~~~~~

Setelah Akil menunjukkan bahwa nama kami tidak tercantum kedalam daftar nama siswa-siswi yang lolos tes masuk di PTN. Aku merasa kehilangan semangat hidup dan terus berfikir, begitu sulitkah aku masuk di PTN?

Siapa yang tak kecewa jika harapannya tidak terealisasikan. Meskipun sebenarnya aku juga salah dalam hal ini, karena terlalu berharap pada hal-hal yang tidak pasti terjadi.

Akil menasihatiku kala itu, "Lo gak perlu risau soal takdir. Yang namanya bukan rezeki, gimana pun lo udah usaha buat dapatin itu, akhirnya ya kaga bakal dapat juga. Orang itu bukan rezeki lo. Barangkali Tuhan lagi nyiapin rezeki yang lebih gede buat lo dan pasti nya itu baik buat diri lo."

Sejak saat itu, motivasi ku bertambah dan aku mulai bangkit dari kekecewaan yang pasti cuma sementara saja. Aku memulainya dari awal dengan proses step by step. Karena semua hal itu gak akan langsung terlihat hasilnya.

Mie instan aja harus di rebus dan dikasih bumbu supaya bisa dimakan. Apalagi hasil untuk di masa yang akan datang!

Aku mulai belajar dengan giat sesuai jadwal yang sudah ku buat sebelumnya, sekedar sebagai pengingat aja sih kegiatan apa yang akan aku lakukan nantinya.

Fokusku sekarang untuk persiapan ujian sekolah dan praktik jurusan yang sudah mulai menampakkan diri. Tak lupa ku selipkan doa di setiap usahaku, kali ini aku ingin melibatkan Sang Pencipta dan restu dari orang tuaku di setiap pilihan yang akan ku buat.

Sepupuku sering ngomong, "Inget kata-kata gua waktu Lo lagi males buat belajar, kalo bisa renungin juga sebentar! Lo itu napak ke orang tua. Masa cuma disuruh belajar aja ngebantah! Ok, Lo gak mau dituntut terus-terusan, tapi coba deh bayangin! Orang tua Lo banting tulang dari pagi sampe sore belum lagi kalo mereka lembur!" Dia menatapku dengan mata yang tajam.

"Itu semua cuma demi bisa ngebiayain Lo! Anak yang sering lupa dan gak sadar, kalo harapan orang tua nya ada di elu! Mereka cuma pingin liat masa depan anaknya itu lebih baik dari mereka," lagi dia berujar dengan telunjuk seolah-olah menyalahkan diriku.

"Bayangin woy! Gimana kecewanya orang tua Lo kalo tau, anak yang mereka perjuangin selama ini supaya bisa menempuh pendidikan dengan layak malah kaga niat sekolah. Lo sadar gak sih! Lo itu udah termasuk beruntung bisa sekolah! Liat anak-anak di luar sana, seberapa banyak yang mati-matian sampai relain kerja part time, demi keinginannya merasakan bangku pendidikan dan meraih impian mereka! Demi apa? Ya, demi bisa banggain orang tua mereka, biar bisa angkat derajat orang tua, ck ...." lanjutnya diakhiri dengan decakan.

Sebenarnya waktu dia ngomong gitu, bawaannya langsung emosi banget. Tapi dipikir-pikir lagi, ya bener juga. Mungkin kalo situasinya aku gak lagi down, pasti omongan dia cuma aku anggap angin lalu, gak akan aku gubris.

Namun, karena aku sedang dalam kondisi down, ucapannya terus terngiang di benakku. Seperti sebuah cambuk yang langsung menyadarkanku untuk lebih banyak bersyukur dan lebih giat ketika belajar.

Aku berdiri di depan cermin dan mulai bermonolog.

"Fee ..., beberapa bulan lagi Lo udah lulus sekolah. Harusnya, Lo udah kaga boleh malas-malasan buat ngejar impian," ucapku dengan menunjuk pada cermin.

Queen Of Ghassan  [HIATUS]Where stories live. Discover now