Bastard Husband 4 : Tersiksa

27.1K 1.3K 169
                                    

Rabella masih belum berhenti gemetar ketakutan saat mobil Alva sudah parkir di halaman depan rumah. Padahal jam perjalanan menempuh waktu 2 jam namun bayangan wanita bergaun pengantin yang menakutinya itu benar-benar tidak bisa hilang di ingatannya.

"Kau tidak ingin keluar?" Tanya Alva pada Rabella.

Rabella bahkan sempat tersentak kaget saat Alva bertanya. "O-oh," ucapnya, kemudian membuka pintu mobil. Memaksakan kakinya yang gemetar untuk menapaki tanah, dan berjalan pelan ke dalam rumah. Dapat Rabella dengar suara bantingan pintu mobil dari Alva. Namun hal itu tidak membuat Rabella menoleh.

Rabella fokus pada langkah kakinya yang terasa sulit. Kalau ada tiang atau apapun, Rabella ingin sekali meraihnya. Namun yang Rabella lihat adalah Nick yang sedang berdiri di depan pintu dengan tegap. "Hai, Nick." Sapa Rabella sebagai formalitas, dan seperti biasa, tidak mendapatkan balasan.

Rabella mungkin lain kali akan mencoba mengambil hati Nick sebagaimana dia mengambil hati para pelayan di sini. Kalau Alva sih ogah. Dia tidak ingin disukai oleh Alva. Rabella tidak mau berteman dengan Alva. Lelaki yang tidak bisa membuatkan makanan untuk Rabella dan tidak bisa diajak berteman. Apalagi pria itu selingkuh. Haduh. Benar-benar tidak bisa ditoleransi lagi.

"Tuan."

Suara Nick terdengar ketika Rabella sudah masuk ke dalam rumah. Rabella mengabaikan dan tetap berjalan dengan hati-hati. Takut-takut kalau dia malah jatuh di tengah jalan karena kakinya masih lemas.

"Ke mana saja kau?!"

"Ada urusan yang tidak bisa saya—"

"Kau pikir aku mau mendengar itu?!"

"Maaf..."

PLAK!

Suara tamparan itu sukses membuat Rabella menghentikan langkahnya. Matanya melotot. Apa Alva baru saja menampar Nick?

BUGH!

"Mentang-mentang sudah memiliki perusahaan sendiri, kau berani melalaikan tugasmu?!"

Suara pukulan yang disusul bentakan keras itu membuat Rabella mau tidak mau berbalik dan segera berlari. Dapat dia lihat Nick yang duduk berlutut di hadapan Alva. Sedangkan kaki Alva berada di atas kepala Nick.

"Berengsek! Apa yang kau lakukan?!" Jerit Rabella. Entah kekuatan dari mana, dia berlari, mendorong Alva menjauh dari Nick. Sedangkan Rabella sendiri berdiri membelakangi Nick. Melindungi pria yang Rabella pikir tidak salah apa-apa.

Alva membuang napas kesal. "Minggir."

"Tidak!" Rabella merentangkan kedua tangannya. Menatap Alva dengan tatapan menantang.

"KUBILANG MINGGIR!" Alva berteriak emosi. Dia menunjuk Nick yang ada di belakang Rabella. "Dia sudah melalaikan tugasnya! Dia pantas untuk dihukum!"

"Kau bisa memotong gajinya atau memarahinya! Jangan memukulnya begini! Kau tidak berhak!"

"Siapa kau berani-beraninya mendikteku?!"

"Setidaknya, aku lebih baik darimu!!"

Alva terdiam sejenak. Jika kalian berpikir Alva sudah tenang, kalian salah. Nyatanya, pria di hadapannya itu malah lebih terlihat emosi daripada biasanya. "Kau lebih baik dariku?" Bisiknya dingin, penuh ancaman.

"Tentu saja! Aku—"

PLAK!

Rabella memekik terkejut saat tubuhnya oleng ke samping dan terjatuh ke lantai. Namun lebih itu, Rabella lebih terkejut dengan Alva yang bahkan tega menamparnya sekuat tenaga. Rabella mendongak, menatap Alva yang terlihat masih berkilat emosi. "Kau memukulku?"

"Kenapa? Kau pikir aku tidak berani?" Desis Alva dengan seringai di wajahnya. Ketenangan yang biasanya ada dalam diri Alva kini menghilang. Pria itu terlihat seperti orang yang bahkan berani untuk melakukan hal yang lebih dari menampar Rabella.

Rabella ketakutan. Namun Rabella tidak ingin kalah. Dia tidak mau memperlihatkan kelemahannya pada Alva. Tapi, yang terjadi malah Rabella menangis. Dia berdiri kembali. Menatap Alva dengan bengis namun tetap menangis. "Kau jahat! Kau berengsek! AKU INGIN BERCERAI DENGANMU!!" Isaknya, kemudian berlari sambil menangis di sela perjalanannya.

Rabella tidak peduli jika semua orang menganggapnya cengeng. Rabella hanya ingin menumpahkan emosinya. Menghentikan langkahnya, Rabella berbalik. Dia tidak melihat Alva karena pria itu mungkin masih di teras. "Dasar berengsek! Kau pikir kau tampan hah?! Kau itu jelek tahu tidak?! Nick saja lebih tampan dan berotot dibandingkan kau!! Kau itu sudah jelek, selingkuh lagi!! Dasar tidak tahu diri!! Berengsek!! Wanita cantik dan baik sepertiku, terlalu bagus untukmu!! Aku—"

Rabella menghentikan ucapannya saat Alva menampakkan dirinya di depan pintu. Rabella terbirit berlari ke lantai atas. Tidak lupa, dia tetap menangis sambil mengatakan, "AKU AKAN BERCERAI DENGANMU! KUPASTIKAN KAU AKAN MENYESAL!!" Teriaknya sekuat tenaga, dan mengunci pintu kamarnya ketika sudah sampai.

Rabella masuk ke dalam selimut, dan menangis di sana. Hari ini benar-benar panjang.

Dan Rabella membenci Alva!

***

Pagi itu, kediaman Alva dan Rabella akan kedatangan orangtua Rabella maupun Alva. Namun, tidak seperti pagi biasanya yang ceria, Rabella bangun dengan mata sembab dan saat bertemu Alva, Rabella mendecih sinis sambil berkata, "Selamat pagi, Pria Kasar!" Sapanya.

Rabella bahkan menyusul langkah Alva, mengabaikan Alva, dan berjalan lebih dulu daripada Alva. Jika biasanya Rabella duduk di kursi kosong dekat Alva, kini Rabella duduk sangat jauh dari Alva.

Alva mungkin tidak peduli, tapi Rabella masih belum puas untuk membuat Alva tersinggung. Rabella sangat kesal dengan Alva.

Namun, pagi itu tentunya ada yang berubah. Para pelayan terlihat tersenyum pada Rabella dan Rabella balas dengan senang hati. Membalas senyum mereka dengan semangat dan bahkan memuji masakan seperti biasanya. Dan betapa senangnya Rabella saat mereka membalas dengan menambah kopi di cangkir Rabella sambil tersenyum! Rabella bahkan kembali mengalirkan air mata saat itu terjadi.

"Cengeng sekali." Kata Alva, mengomentari Rabella yang menangis karena terharu.

Rabella mengabaikan. Dia mendelik menatap Alva dan tetap memakan makanannya.

"Dengar," oceh Alva, namun tidak dibalas apapun oleh Rabella. Alva mendengus pelan. "Saat orangtuaku dan orangtuamu datang, jaga sikapmu. Jangan mengatakan yang aneh-aneh ataupun membuat kacau acaranya."

"Mengatakan hal-hal aneh seperti apa?" Tanya Rabella. Tentu saja untuk misinya membuat Alva tersinggung. "Apa mengatakan kalau aku ditampar olehmu semalam, merupakan perkataan jujur yang bagimu aneh?"

Alva mengeraskan rahangnya. Namun hal itu malah berlangsung sekilas. Alva melanjutkan ekspresinya dengan senyum miring. "Kau pikir, kau berhak mengadu pada mereka?" Tanyanya kemudian.

"Maksudmu?"

"Kau tidak tahu?" Sinis Alva. "Ayahmu, adalah CEO di perusahaan ayahku. Aku bisa membuat keluargamu bangkrut seketika."

Rabella menghentikan acara makannya. Dia menatap Alva dengan pandangan terkejut. Apa maksudnya? Bagaimana bisa hal ini terjadi? Maksudnya, bagaimana? Apakah Rabella dan Alva menikah karena hal ini? Karena keluarga Alva ingin Alva menikah dengan Rabella dan orangtua Rabella tidak bisa menolak keinginan itu? Karena orangtua Rabella berhutang budi pada keluarga Alva, maka dari itu mereka mengiyakan menjodohkan putri berharganya pada orang sarap seperti Alva?! Ya Tuhan, sinetron sekali hidupnya.

"Kau pikir, kau punya kesempatan untuk melepaskan diri dariku?" Decih Alva. "Kau terlalu memandang tinggi dirimu sendiri. Padahal, jika bukan tanpa keluargaku, keluargamu hanyalah orang miskin. Kau tahu itu?"

Ternyata dugaan Rabella benar. Kalau seperti ini, bagaimana Rabella bisa bercerai dari Alva? Dan demi Tuhan, kenapa juga Rabella harus hilang ingatan seperti ini?! Apa Rabella kecelakaan atau bunuh diri karena tidak rela menikah dengan orang berengsek seperti Alva?!

Argh, segalanya makin rumit, sekarang! Apa yang harus Rabella lakukan sekarang?

Yaudah deh mau gimana lagi. Masa aku gak apdet-apdet.

AKAN DINEXT SAAT VOTE SAMPAI 300 DAN KOMEN 100!!!

TIDAK AKAN DILANJUTKAN SEBELUM TARGET TERCAPAI

Bastard Husband, Cold Wedding [Sequel Cold & Bastard Devil]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang