19. Midnight Escape

5.1K 618 1
                                    

"Mau kemana lagi nih? Masa pulang. Masih sore ini mah."

-Anak Malam.


Aku sudah duduk di kursi depan sebelah kiri Gilang saat dia baru saja menutup pintu mobil untukku.

"Eh laper nggak, makan yuk." Ajak Gilang spontan begitu selesai memasang sabuk pengaman.

"Boleh deh." Makan adalah mood booster terbaik, sekalian untuk mengembalikan kebahagiaanku yang sudah tersedot Dementor bernama Dewangga.

"Mau street food apa resto?" Gilang memberikan opsi pilihan.

"Street food aja deh, lagi pengen macem-macem." Aku tersenyum.

"Oke. Ke Kemang ya." Gilang melaju memanuver mercedesnya keluar parkiran.

Sore hari Jakarta adalah saat paling macet-macetnya. Kendaraan berjalan lambat jalanan di jalanan Taman Kemang. Mobil mobil berjalan rapi di kanan kiri jalan. Matahari sudah terbenam sejak tadi ketika kami sampai di Kemang. Lampu-lampu jalan sudah mulai menyala temaram dideretan jalan Taman Kemang.

Berbagai macam tenda kecil sudah berdiri berjajar di deretan Kemang Food. Beberapa pengunjung tampak sudah mulai mengantri di salah satu tenda-tenda makanan.

"Yuk," Gilang membuka seatbeltnya sesaat setelah memarkirkan mobilnya.

Aku keluar dari mobil, bersama Gilang yang sudah berdiri disebelahku. "Wih udah rame juga baru jam segini." Aku mentap jam tangan yang sudah menunjukan pukul 17.17.

"Iyanih, mau makan apa dulu?" Gilang mengedarkan pandangannya sembari berjalan masuk ke dalam Food court.

"Cumi?" Aku menawarkan.

"Oke deh." Jawabnya cepat. Wah Gilang ini memang tipe yang oke oke aja atau memang tidak pemilih ya.

Kami berjalan menuju tenda yang menjajakan cumi bakar. Masih antri beberapa perempuan didepanku. Tampaknya masih anak sekolahan, mereka terlihat masih muda. Aku berdiri tepat dibelakang perempuan berambut pendek. Didepanku perempuan berambut pendek ini berdiri sejajar dengan dua orang lainnya yang berambut panjang.

Gilang berdiri tepat dibelakangku menunggu dengan sabar. "Wih enak banget nih kayaknya, lo mau yang apa?" Tanyanya padaku dengan suaranya yang berat.

"Apa ya.. yang bakar aja deh. Kamu?" Jawabku tanpa menoleh, karena sibuk membaca menu diatas.

Kulihat perempuan-perempuan didepanku yang sedari tadi tampak asik sendiri kini yang paling ujung kanan menoleh kebelakang. Aku yakin sekali dia mencari sumber suara bariton dibelakangku.

"Oke gue yang goreng tepung." Gilang akhirnya menentukan pilihan.

Mendengar Gilang berbicara dengan suara beratnya, perempuan yang tadi menoleh pun membelalak, seperti kaget atau apa. Yang jelas kemudian dia mengatakan sesuatu pada kedua temannya sehingga mereka ikutan menoleh kebelakang. Aku bisa melihat seutas senyum malu-malu dibibir mereka sesaat setelah menatap Gilang.

"Iya ih, cakep hihihi." Mereka terkikik tak terkontrol. Wah anak jaman sekarang apa memang cenderung lebih agresif dan show off begini ya. Aku tahu sekali yang dibenak mereka saat melihat Gilang yang memang ketampanannya diatas standar rata-rata orang Jakarta. Yang standar itu seperti Icuk, atau Bram yang putih. Kalau Bang Dira jauh selevel diatas Icuk.

Aku yang penasaran dengan reaksi Gilang, menoleh kebelakang. Yang diperhatikan rupanya hanya menatap mas-mas penjual yang sedang sibuk membakar cumi. Yah Gilang pasti sudah biasa ya dikagumi, atau mungkin dia tidak sadar kalau dia itu tampan?

Menyadari tatapanku, Gilang melontarkan pandangannya kepadaku. "Kenapa?"

"Eh nggak papa." Aku langsung menghadap depan lagi, seperti orang yang ketahuan curi pandang.

Tak ada respon apa-apa dari Gilang selain tersenyum, kemudian aku merasakan telapak tangannya menepuk-nepuk kepalaku. Telapaknya saja terasa penuh di atas kepalaku, aku yakin kalau di sejajarkan dengan mukaku pastilah sama besarnya.

Mas-mas penjual sudah mengulurkan kantong pesanan cumi ke tiga perempuan berisik didepanku. Saat mereka meninggalkan tempat tampak sesekali curi-curi pandang ke Gilang-lagi, yang masih memegang kepalaku-lagi. Sepertinya tinggi ku ini pas sekali untuk tatakan tangannya dia. Aku sempat melihat reaksi salah satu perempuan berambut pendek itu, seperti malas begitu saat menyadari tangan Gilang yang kemudian mendarat di pundakku.

"Kenapa sih?" Gilang menyadari aku yang menoleh. "Pengen itu?" Gilang menunjuk Es Boba di tenda sebelah.

"Eh enggak kok." Aku menyeringai. "Mas cumi bakar satu sama goreng tepung satu." Aku memesan.

"Oke, tunggu sebentar ya kak." Jawab mas cumi ini ramah.

"Habis ini mau balik, atau main lagi?" Tanya Gilang tiba-tiba.

"Lanjut dong masa balik, masih sore ini mah?" Cengirku sembari membawa cumi pesanan kami ke meja.

"Pantang pulang sebelum petang ya Nan?" Kami sudah duduk dibangku tidak jauh dari Mas cumi tadi.

"Sebelum pagi lah!" Aku menyeringai bahagia. Selebihnya Gilang hanya tertawa saja. Kami menghabiskan cumi-cumi sembari membicarakan hal-hal. Gilang ternyata asik juga untuk ngobrol panjang lebar begini ya. Apakah dulu juga begini? Aku tidak ingat sih, tapi seingatku memang dulu kami sering bermain layangan bareng. Tapi itu juga karena rumah Gilang hanya disebalahku. Tapi kalau lagi nakal dia bisa benar-benar menyebalkan sampai membuat aku menangis berhari-hari. Padahal aku ini bukan tipe bocah yang gembeng atau mudah menangis.

Aku sudah menghabiskan waktu dua jam mengitari berbagai macam jajanan di tenda-tenda food court. Beli sosis bakar, batagor sampai berbagai macam makanan berat seperti mie, dan minum minuman gemas kalau kataku, macam Boba, thai tea dan lainnya. Perutku juga sudah terasa penuh sekali.

"Wah lo makannya banyak juga ya." Kata Gilang tadi ketika aku memesan makanan kesekian kalinya.

"Iyalah. Makan itu harus banyak."

"Biar cepet tinggi ya?" Tanya Gilang

"Enak aja, biar siap menghadapi tekanan kalo aku mah." Aku menyikut Gilang.

"Oh jadi sependek ini karena banyak tekanan ya." Gilang dengan usil menepuk-nepuk kepalaku. Aku yang sebal meninju perutnya pelan.

"He..he .. iya iya sorry. Habis susah banget e menahan buat nggak mencela lo tuh." Gilang kini melingkarkan lengannya di leherku. Ini orang memang suka skinship ya.

"Mau nonton nggak?" Ajakku.

"Oke. Lo yang milih aja filmnya." Kata Gilang kemudian.

"Kamu kok yakin banget aku bakalan milih film bagus."

"Gue percaya lo bukan tipe cewek yang seleranya jelek." Jawab Gilang mencubit pipiku.

Wah enak juga ya kalau ada orang yang selalu memahami aku begini.


4. Makhluk mitologi yang menyerap kebahagiaan setiap manusia dalam film Harry Potter.

THE DEADLINE  [FINISHED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant