01

11.1K 637 113
                                    

# 01

Kecelakaan terjadi di depannya. Tubuh yang berlumuran darah dan tak sadarkan diri, masih berada di balik kemudi mobil.

Tubuhnya terhimpit oleh sesuatu di depannya.

Seseorang berjalan lunglai menghampiri mobil yang sudah mengeluarkan asap di bagain depannya.

Dadanya bergemuruh hebat menyaksikan sesuatu yang baru saja terjadi. Plat mobil yang ia lihat menjadikannya tak kuasa berpijak. Tapi, hati terus berbisik untuk melangkah pada korban tersebut. Memastikan apakah betul seseorang di balik kemudi itu adiknya atau bukan.

Tangan dikepal kuat untuk menahan tangis yang semakin deras keluar. Rapalan kalimat penenang terucap untuk menenangkan hati dan pikiran buruknya.

Sampai tiba di samping mobil tersebut, ia membukannya dengan ragu.

Terlihat sekarang di hadapannya korban kecelakaan tersebut. Wajah yang berlumur darah itu tak dapat ia kenali.

Dengan tangannya, ia mencoba menghapus darah yang ada di wajah gadis bersurai blonde.

Hatinya menjerit ketika ia masih menghapus darah itu dengan lengan baju panjang miliknya.

Sisa darah masih ada, tapi wajah korban itu sudah dikenali. Ia menutup mulutnya saat keterkejutan menghantam dirinya. Membiarkan tangan yang ada noda darah itu mengotori wajahnya.

Ia terduduk. Wajah korban itu mampu membuatnya bungkam dan membisu untuk beberapa detik.

Karna detik selanjutnya, tangis sudah pecah terdengar histeris di heningnya suasana jalan malam.

Ia bangkit, memeluk tubuh korban yang ternyata adiknya, tak bergerak sama sekali.

Mengguncangkan tubuhnya yang sama sekali tidak terganggu atas kerasnya guncangan tersebut.

"Chaeng bangun" Jennie berteriak, membangunkan adik yang dalam pelukannya.

Jennie melepaskan pelukannya. Memegang kedua pundak Chaeyoung yang masih bersandar pada kursi mobil.

Dilihatnya secara jelas lagi, berharap ia telah salah orang. Tapi, yang dapat ia temui adalah kenyataan bahwa itu memang Chaeyoung, adiknya.

Jennie kembali memeluk tubuh adiknya, memberikan pelukan tereratnya agar adiknya merasa sesak lalu memukul dirinya.

Tapi, lagi-lagi itu hanya sugesti yang ia ciptakan sendiri untuk memunculkan prasangka-prasangka baik dalam pikirannya.

Jennie harus menelan sedihnya dalam-dalam. Masuk kedalam tubuh secara menyeluruh, hingga kesedihan itu menyatu dalam tubuhnya.

"Chaeng bangun! Atau unnie akan membencimu selamanya!"

Kalimat itu bukan ungkapan kebencian. Itu adalah ketidak mampuan lagi Jennie untuk menyadarkan adiknya dari ketidak bergerakannya.

Seolah tak ada yang menghentikan tangisnya, Jennie terus memeluk Chaeyoung yang masih berada dalam mobilnya, sedangkan Jennie merunduk di luar mobil untuk memeluk tubuh adiknya.

Tidak mempedulikan lagi kaki yang lelah berdiri, badan yang terasa pegal, dan suara yang sudah hampir habis. Jennie tidak peduli.

Pedulinya kini hanya adiknya membuka mata, atau melakukan pergerakan kecil yang bisa membuat Jennie berhenti bersikap kacau.

Langit terasa kelam kini. Malamnya terasa gelap. Dan hatinya lelap. Lelap pada kesedihan yang menerus menuntunnya pada lubang kesedihan yang lebih besar lagi.

Ingin menghentikan. Tapi bisikan-bisikan hati terus menggenggamnya, membawanya larut dalam ketidakterimaan pada hal yang tidak diinginkannya.

Keadaan juga sedang mendungkung kepiluannya. Tak ada seorang pun yang lewat pada jalan yang terjadi kecelakaan ini untuk membantu Jennie.

Hunch ✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt