[2] Theolifia, Here I Come!

1.5K 538 1.7K
                                    

Happy Reading!

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Happy Reading!

"Semua adalah kenangan terbaik, tidak termasuk kamu."

[2] Theolifia, Here I Come!

Hari ini adalah hari yang paling kutunggu sejak lima bulan yang lalu. Bagaimana tidak, wahana bermain Theolifia akhirnya kembali dibuka. Sebelumnya, wahana bermain tersebut ditutup karena ingin mengembangkannya menjadi lebih baru.

Dua menit lalu, aku mendapatkan telepon dari Clar. Ia menelepon untuk memberitahu kalau mobil yang ia suruh untuk menjemputku kekurangan angin pada bannya.

Walaupun mendapat kabar tidak baik, tapi Clar sudah rela mengantri di depan gerbang wahana bermain Theolifia yang masih tertutup rapat. Benar-benar baik, bukan?

Clar yang memiliki nama panjang Claritta Bernice adalah sahabat terbaikku. Pertama kali bertemu dengannya itu ketika aku dihukum oleh guru karena menjahili  beliau. Dan yang tidak aku sangka, seorang gadis berambut pendek juga disuruh berdiri di luar. Ternyata dia juga jahil, sama sepertiku.

Mulai hari itu, aku dan Clar menjadi akrab. Ke mana-mana selalu bersama, tak terpisahkan. Kalau dihitung-hitung, persahabatan kami sudah hampir 12 tahun, seperti umur pernikahan saja ....

Aku melihat handphone yang sedang ku-charge. Hanya 20 persen seharusnya cukup untuk hari ini. Lagipula, aku dan Clar selalu bersama, jadi tidak mungkin terpisah.

Setelah memasukkan handphone  ke dalam sweater, aku menguncir rambut menjadi ekor kuda yang berada di kiri dan kanan. Ditambah poni yang hampir mendekati alis, seharusnya sudah sempurna untuk pergi ke wahana bermain. 

Selesai melemparkan ciuman kepada cermin, aku berjalan ke arah pintu. Ketika pintu kubuka, seorang pria dengan jas biru terlihat hendak mengetuk daun pintu. Ia menoleh ketika aku berdiri di hadapannya.

"Kenapa kamu ada di sini?"

Pria itu menarik tangannya, meneliti pakaianku dari atas ke bawah. Ia melangkahkan kakinya maju yang membuat langkahku berjalan mundur.

"Seharusnya aku yang bertanya. Mau mengingkar janjimu sendiri?"

"Janji?"

Otakku berusaha mencerna apa yang pria itu maksud. Seketika aku teringat kejadian kemarin malam. Kemarin, sebelum Fro pulang, ia sempat bilang kalau besok ia akan datang lagi untuk mengajariku. Tapi, karena aku sedang menonton siaran langsung Edgar, aku hanya mengiyakannya.

Aku melihat wajah Fro yang sedang menunggu jawaban, lalu terkekeh.

"Jangan tertawa," larang Fro dingin yang langsung membuat wajahku cemberut.

Treat You Like An Enemy | ✔Where stories live. Discover now