Chapter 4

505 56 0
                                    

Sonia bersama ibunya mengendarai mobil Travel menuju Jakarta.
Perjalananya disertai musik dan nyanyian, melihat keluar lewat kaca mobil terlihat saat ini mulai menjauh dari pedesaan.

Sonia dan ibunya duduk dibangku penumpang nomor tiga. Sementara di bangku depanya seorang nenek dan ibu muda yang membawa balita.
Terdengar celoteh anak kecil dan nyanyian di sepanjang jalan.
Saat sonia menatap ke bangku belakang sopir terkejut melihat sosok pucat anak laki-laki seumuranya yang menunduk.

Sonia menahan nafas,bersikap biasa saja. Jangan sampai bertemu tatap dengan anak tersebut.
Sonia ingat dia pernah membaca bahwa mengendarai mobil yang perjalananya disertai nyanyian maka penumpangnya adalah syetan.
Tidak ada dzikir dalam berkendara sehingga bukan malaikat yang menyertainya.

Sonia sadar jika ilmu agamanya sangat kurang, sudah lama dia meninggalkan shalat.
Dia bodoh, hanya karena saat shalat syetan terus memberikan perasaan was was. Dia berpikir lebih baik meninggalkanya sekalian.

Sangat melelahkan perjalanan dari brebes ke Jakarta.
Sonia belum pernah ke ibu kota, dia tidak tau seperti apa rumah ibunya.

Sampai dia diarahkan ibunya ke rumah yang sederhana tidak terlalu besar.
Di rumah inilah dia akan mulai kehidupan barunya.
Rumah dengan tiga kamar tidur ,ruang tamu,ruang bersantai,dapur,kamar mandi bahkan ada halaman depan yang cukup luas yang ditanami beberapa pohon.

Sonia baru tau, ibunya bercerita banyak kepadanya.
Bahwa ibu selama ini bekerja keras untuk menabung agar bisa membeli rumah ini. Rumah impian ibu untuknya dan nenek.

Ibu bekerja disalah satu pabrik makanan, menjabat sebagai penanggung jawab grup. Walaupun menjadi penanggung jawab ibu bukanlah supervisor yang memiliki jam kerja singkat.
Ibunya mengikuti sistem kerja dua shift yaitu pagi dan malam.
Sebelumnya ibu meminta atasanya untuk bekerja shift pagi terus,akan tetapi tidak mendapatkan izin.

Setelah Sonia mengobrol dan berkeliling rumah bersama ibunya. Sonia diperintahkan ibunya untuk beristirahat ke kamar.

Meletakan barang-barangnya dan berbaring ke kasur yang empuk.
Dia tidak pernah membayangkan akan hidup bersama ibunya di ibu kota.
Bahkan ibunya akan mendaftarkanya ke salah satu sekolah swasta di Jakarta.
Merasa lelah Soniapun tertidur dengan lelap.

Keesokan harinya Ibu membangunkan Sonia untuk sikat gigi,cuci muka lalu sarapan.

Ibu memasak nasi goreng dan telur goreng diatasnya.
Sonia yang memang pendiam makan dengan perlahan tanpa banyak mengobrol dengan ibunya.

"Nia, ibu akan mendaftarkan kamu ke sekolah swasta," ucap ibu membuka obrolan

"Baik bu," jawab Sonia singkat

"Kamu tidak apa kan nia,jika ibu tinggalkan di rumah sendiri? Hari ini hari cuti terakhir ibu,jadi harus bisa mendaftar sekolah yang tepat untuk kamu,"

"Tidak apa-apa bu,"ucap Sonia lembut sambil melanjutkan makan.

Setelah selesai sarapan, Rosalind bersiap berangkat dan mengingatkan putrinya.

"Sonia,kunci pintu dari dalam. Ingat kalau ada yang datang tengok dari gorden jika bukan ibu yang datang tidak usah dibuka. Dan kamu lihat ini, kalau ada apa-apa kamu telepon ibu,"
Ucap ibu sambil menunjuk telepon rumah.

"Iya bu," ucap Sonia sedikit gugup menerima perhatian dari ibunya.

"Kamu nonton tv saja, dah ibu berangkat ," ucap ibunya tersenyum.








Sonia's Eyes (End)Where stories live. Discover now