28 : Bukan Khayalan

30.2K 4.1K 205
                                    

Revisi ✓

Selamat membaca ❤️

•••

28 : Bukan Khayalan

Sekarang sudah sore, Flori sampai rumah pada saat sore hari. Tidak jadi siang hari, karena saat siang tadi tubuh Flori kembali lemas.

Sebenarnya juga Dokter Riqo dan Bi Ani tidak ingin Flori pulang sekarang, karena tubuh Flori sangat lemas. Tapi Flori tetaplah seorang Flori, keras kepala. Flori tetap kekeh dengan pendiriannya untuk pulang.

Flori ingin pulang karena ... dia khawatir dan rindu dengan kakaknya. Dia membuka pintu dan diikuti oleh Bi Ani, saat baru berjalan beberapa langkah tiba-tiba sebuah tamparan mendarat di pipi halus nan pucat milik Flori.

Flori tersungkur ke lantai karena tamparan tadi begitu keras. Bi Ani yang terkejut langsung membantu Flori berdiri, namun tubuh Flori sudah lemas.

Bi Ani menatap sang pelaku, yang menampar Flori itu Flian, kakaknya sendiri. Bi Ani menatap kearah Flian dengan tatapan tak percaya, dan ... sedikit kebencian.

"Den Flian! Kenapa Aden nampar Non Flori?!" gertak Bi Ani dengan suara yang cukup terbilang keras dan mata yang berkaca-kaca.

Flian membalas tatapan Bi Ani, Flian tidak berani memberi kekerasan terhadap Bi Ani karena Bi Ani juga pernah mengurus dan menjaganya sewaktu kecil.

"Kenapa Bibi belain Flori?!" tanya Flian dengan suara yang kalah kerasnya. Wajah Flian memerah, matanya berkaca-kaca, kedua tangannya mengepal.

"Kasihan Non Flori Den ...." jawab Bi Ani dengan Flori. Flori juga menangis, kepalanya berada di dada Bi Ani, Flori menangis tanpa terisak.

Sudah dia duga ini akan terjadi. Kakaknya melakukan hal ini juga karena kakaknya sayang dan khawatir terhadapnya.

Flori tahu itu, karena Flori benar-benar tahu seperti apa sifat kakaknya. Flori tersenyum di tengah-tengah tangisnya.

"Kasihan Bibi bilang?! Bibi enggak kasihan sama aku? Aku di rumah sendirian Bi! Sendirian!" ucap Flian dengan nada sedikit membentak.

Bi Ani sedikit takut dengan bentakan Flian, Bi Ani sedikit menunduk untuk mengelus puncak kepala Flori. Flian pergi meninggalkan Bi Ani dan Flori yang berada di depan pintu.

Darah ....

Darah itu mengalir dari hidung Flori. Flori tersenyum kearah Bi Ani. Bi Ani sudah menangis yang melihat itu. Rasanya ... sangat sakit hanya dengan melihat itu.

Ya, sangat.

Sangat sakit!

Tangan Flori menggenggam tangan hangat milik Bi Ani.

"Jangan bawa Flori ke rumah sakit," ucap Flori. Perlahan kesadaran Flori menghilang dan genggaman tangannya terlepas. Bi Ani terdiam, otaknya mendadak beku, sulit untuk berfikir.

Flori tidak suka di sana, dia merasa sangat merepotkan jika berada di sana. Biaya rumah sakit akan semakin mahal dan terus bertambah. Sedangkan dia tahu hidupnya sudah tidak akan lama lagi, lalu ... untuk apa dirinya ke rumah sakit?

Dia hanya akan semakin menyusahkan kedua orang tuanya saja.

"Non ...." lirih Bi Ani dengan memejamkan matanya, dan air matanya jatuh begitu saja, dadanya sesak.

Ini ... terlalu sakit.

•••

Karena tiga hari ini Bela dan Dokter Raka tak henti-henti mencari keberadaan Flori. Bela selalu bangun pagi untuk mencari Flori. Dokter Riqo juga sempat ke rumah Flori lagi. Tapi hanya terdapat Flian yang menjawab pertanyaan dengan santai.

30 Hari Menuju Kematian [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang