Wattpad Original
Masz jeszcze 3 darmowe części

Bab 5

33.8K 3.4K 117
                                    


Hari yang tidak terlalu padat, aku sudah memperhitungkannya kemarin. Aku hanya punya janji bertemu dengan satu calon debiturku yang tidak terlalu rewel. Ia membutuhkan dana sebesar dua ratus juta rupiah untuk pengembangan usaha toko besinya dan menjaminkan ruko yang ditempatinya sekarang yang kutaksir bernilai sekitar satu milyar rupiah. Aku optimis kredit yang diajukannya pasti langsung disetujui.

Sepulang dari sana, aku merasa puas dan hatiku menjadi lebih ringan. Apalagi aku masih memiliki waktu lumayan panjang untuk mengunjungi baby Ben, seperti yang sudah aku janjikan kepada Max.

Jam menunjukkan pukul 15.05, jalanan tidak terlalu padat karena belum waktunya jam bubar kantor. Artinya aku bisa tiba di rumah Max dalam tiga puluh menit lagi.

Aku memperkirakan, biasanya baby Ben sudah bangun dari tidur siang dan waktunya untuk mandi. Semoga aku belum terlambat dengan waktu Ben untuk mandi, karena ritual memandikan Ben sangat menyenangkan bagiku.

Sejak kelahiran baby Ben, Sarah—baby sitter yang mengasuh Ben sejak bayi sudah mengajariku semua cara bagaimana merawat bocah lucu tersebut. Meski aku belum memiliki bayiku sendiri, aku sudah lumayan luwes bila bersama baby Ben.

Seperti yang kuperkirakan, pukul empat kurang sepuluh menit aku sudah hampir tiba di rumah mewah bercat putih dan kelabu tersebut. Aku memang lebih suka mengunjungi baby Ben pada sore hari di sela-sela hari kerjaku, karena aku tak perlu merasa khawatir akan bertemu Max di rumahnya.

Sarah pernah memberitahuku kalau Max selalu pulang minimal pukul delapan malam setiap harinya. Sehingga pukul empat sore sampai pukul tujuh malam adalah jam aman bagiku.

Jujur saja, sampai dengan detik ini aku masih saja merasa canggung bila harus berdekatan dengan Max. Seharusnya dengan adanya surat wasiat Amelia dan pertemuanku terakhir dengan Max, aku mulai belajar untuk membuka diriku dengan kehadiran Max. Namun, sampai saat ini hatiku masih belum bisa menerima Max begitu saja.

Seorang sekuriti menyambutku di pintu gerbang rumah Max. Aku tidak tahu persis berapa orang yang bekerja di rumah Max ini. Waktu Amelia masih hidup dan beberapa kali aku datang ke rumah ini, aku perhatikan kalau karyawan mereka sepertinya lebih dari empat orang.

Sekuriti yang tadi membukakan pintu gerbangku saja, berbeda dengan sekuriti yang membukakan gerbangku minggu lalu.

Astaga. Apakah nantinya jika aku benar-benar sudah tinggal di rumah ini sebagai istri Max, aku harus menghafal wajah dan nama mereka satu-persatu?

Aku mengedikkan bahuku sendiri. Aku masih punya banyak waktu untuk mengkhawatirkan masalah itu nantinya, karena saat ini yang perlu aku khawatirkan adalah sebuah alphard putih dan sebuah mini cooper biru terang memenuhi halaman rumah Max.

Sepanjang yang aku lihat saat kami bertemu di Kemang, mobil Max adalah sedan Mercy E-Class bukan MPV mewah ini, apalagi mini cooper. Jelas-jelas mataku tidak menemukan keberadaan Mercy kelabu tersebut sekarang.

Lantas, siapa yang datang saat Max tidak ada di rumah? Mendadak aku dihinggapi perasaan tak nyaman.

Ujung heels yang aku kenakan mengetuk pelan lantai marmer putih di teras rumah Max. Pintu depan rumah terentang lebar, artinya memang ada yang datang ke rumah Max selain diriku.

Tidak seorang pun yang aku temukan di ruang tamu.

Di mana Sarah dan baby Ben?

Aku membawa ketukan kakiku makin dalam, menembus ruang tamu dan berlanjut ke ruang keluarga. Di sana kakiku terhenti dan membeku.

Sepasang mataku menemukan Pamela sedang berdiri di depan birai jendela, mungkin tengah menikmati keindahan taman halaman belakang rumah Max—meski aku tidak terlalu yakin. Sebuah ponsel melekat di telinga kanannya. Oh, rupanya wanita tersebut tengah bercakap-cakap dengan seseorang di ponselnya.

THE TESTAMENTOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz