Wattpad Original
There are 2 more free parts

Bab 6

32.4K 3K 63
                                    


Aku kembali menatap bayangan yang memantul dari cermin di depanku. Rambut tergelung rapi ke atas, gaun halter neck warna pine green sepanjang lutut dan sepasang heels bertali emas sudah membungkus kedua kakiku.

Tidak ada yang berlebihan dari penampilanku saat ini. Untuk make up saja, aku sengaja menyapukan riasan natural pada wajahku. Alasanku sederhana saja, karena aku tidak mau terlihat terlalu mencolok di hari perdana penampilanku di depan keluarga besar Max. Apalagi, jelas-jelas sudah ada yang tidak menyukai kehadiranku dalam keluarga mereka, Pamela.

Getaran kecil dari ponsel di atas meja rias mengeret perhatianku dari pantulan bayangan di cermin. Aku bergegas meraih ponsel dan menemukan pesan dari Max yang mengatakan kalau ia sudah menungguku di lantai basement apartemen.

Aku sudah siap sejak tadi. Tanpa menunggu waktu lama, tanganku segera menyambar clutch bag yang senada dengan sepatuku yang sudah aku siapkan sebelumnya. Kakiku bergegas berayun menuju pintu.

Tadinya aku mengusulkan pada Max agar aku saja yang datang ke rumahnya dengan mengendarai taksi karena Max berencana mengajak Benjamin ikut bersamanya.

Aku merasa kasihan saja dengan baby Ben kalau harus ikut serta menjemput ke apartemen.

Namun, pada akhirnya aku mengalah karena Max bersikeras untuk menjemputku ke apartemen bersama Benjamin. Satu hal yang aku pelajari dari Max, pria tersebut tidak suka perintahnya dibantah. Oleh siapa pun. Aku mencatatnya baik-baik karena hal ini menjadi berita baru bagiku.

Padahal tadi dalam pesannya, Max meminta pengertianku kalau ia tidak bisa naik ke kamarku karena ia tidak tega meninggalkan Benjamin hanya bersama Sarah di dalam mobil di basement.

Ck! Baiklah, Tuan Keras Kepala. Sejak awal aku sudah sangat mengerti kondisimu, bukan?

Pukul sepuluh pagi, aku sudah berada di lantai basement dan mendapati baby Ben dalam gendongan Max.

Ya ampun. Aku menahan napas. Benakku menimbang-nimbang siapa di antara mereka berdua yang lebih tampan. Apakah Max atau baby Ben?

Max mengenakan armani warna kelabu, sementara kemeja putih lengan pendek dengan rompi tuxedo warna coklat tortilla lengkap dengan dasi kupu-kupu membungkus tubuh mungil dalam gendongannya.

Sepertinya penampilan pria muda yang tengah mengoceh sembari memasukkan jari-jari mungil ke mulutnya ini lebih menggiurkan bagiku. Pilihanku jatuh pada Benjamin.

"Halo, Eva." Max menyapa setibaku di depan mereka berdua.

"Hai juga, Max," balasku pada Max tanpa mengalihkan mata dari pria tampan yang ada dalam rengkuhan lengannya. "Halo, Ben. Hari ini kamu cakep banget, Sayang."

Gemas dengan balasan yang dilontarkan Ben padaku, aku mengambil tangan mungilnya dan menggantikannya dengan ciuman yang aku berikan bertubi-tubi di atas pipinya yang gemuk.

Meski tubuh Ben terbalut tuxedo, tetap saja aroma bayi yang selalu kurindukan menguar dari dirinya.

"Sudah siap, Eva?" Suara Max menyadarkan dari aktivitas favoritku, menciumi pipi baby Ben. Aku mengangkat kepalaku dan memandang Max sekilas.

"Oh. Tentu saja." Aku kembali fokus dengan Benjamin. Jemariku lembut mengusap pipi tempat aku menciuminya tadi. Aku tak mau pipi polos Benjamin tercemar oleh bahan-bahan kimia dari kosmetikku.

"Kalau begitu kita berangkat sekarang." Max bersuara lagi. Aku berpaling dan mengangguk ke arah Max. Aku terpaksa melepaskan tanganku dari pipi Benjamin dan mengekor di belakang Max menuju mercy miliknya yang sudah menunggu.

THE TESTAMENTWhere stories live. Discover now