Part 7. Minimal

5.1K 696 358
                                    

Tiga hari setelah kejadian ia memukul wajah emas laki-laki yang bernama Hilmi, selama itu juga ia belum mendapatkan tanda-tanda akan adanya surat cinta dari pak Budi untuknya. Dengan demikian, ia berpikir bahwa, orang itu berbohong. Akan tetapi, Oni juga memiliki spekulasi lain akan hal itu. Bisa jadi, orang itu sedang membuat rencana untuk membalas dendam.

Oni terbiasa dengan sistim hidup, ketidaksengajaan berujung perkelahian besar. Oni berpikir bahwa, orang itu akan membawa teman-temannya untuk mengajaknya bertarung.

Jika demikian, Oni sangat menanti hari itu.

Di lantai dua, Oni sedang memakan kacang kulit, melihat ke arah lapang terdapat sekelompok orang yang sedang bermain bola.

Meski matanya melihat ke arah sana akan tetapi, pikirannya masih tertuju ke arah orang itu, dengan kata lain; ia tidak sebagai memikirkan orang itu.

Hilmi.. Hilmi.. lo ngeselin bet anjir!!

Tidak ada yang spesial akan pikirannya itu, hanya melupakan kekesalan hatinya.

Di saat yang tak terduga, ketika itu dengan pikirannya yang masih samar-samar akan dunia nyata dengan dunia batinnya, tanpa sadar ia memandang lurus ke arah orang yang sedang berjalan di pinggir lapang menuju ruang guru.

Ia masih belum sadar, jika orang yang sedang ia pandangi itu adalah orang yang kemarin membuat emosinya naik-turun, Hilmi.

Hemmhh... ia mendengus, membuang kulit kacang ke arah sembarangan ketika melihat orang itu banyak yang nyapa, termasuk Iku. Oni juga tidak tahu, mengapa Iku tiba-tiba bisa muncul di sana.

Namun, saat melihat Iku kesadarannya mulai kembali.

Matanya sedikit terbuka lebar tapi, wajahnya masih terlihat tentang, dan masih bisa memakan kacang dengan tenang pula. Padahal, saat ia tersadar, ia langsung teringat akan masalah apa yang akan ia hadapi.

Oni memiliki firasat akan datangnya surat cinta.

Melihat interaksi antara kedua orang itu, Oni berpikir, bahwa mereka terlihat akrab. Tapi, hal itu tidak membuat memikirkannya sampai jauh. Karena, ia tidak peduli dengan hal yang tidak ada kaitannya dengan hidupnya.

Namun, pada saat itu, Oni tidak akan pernah menduga jika Hilmi akan melihat ke arah lantai dua, tempat di mana ia sedang berdiri.

Akan tetapi, hal itu tidak membuatnya takut, Oni hanya sedikit terkejut. Selebihnya, ia bisa mengatasi hal itu dengan menggosok-gosok hidung, tapi hidupnya sedang tidak gatal. Ia melakukan itu hanya untuk memberikan jari tengahnya pada orang itu secara tak langsung.

Setelah melakukan itu, Oni tersenyum, menatap orang itu yang juga sedang menatapnya.

Apa? Mau ngadu? Gue gak takut! Tatapan mata Oni mengatakan hal itu.

Bagi Oni mendustakan surat cinta, tidak lah masalah. Ia sudah sering mendapatkan jenis surat cinta dari gurunya tersebut. Ia sudah terbiasa akan hal itu.

Tak lama, setelah itu orang itu berjalan kembali bersama Iku menuju ruang guru.

Kali ini tatapan Oni tertuju ke arah Iku. Bagaimana pun juga, ia masih menyukai orang itu.

Masih ganteng ternyata....

Hatinya merasakan asam dan manis ketika melihat orang itu setelah ditolak, dan kini sedang memasuki fase, berhenti menyukai orang itu.

Bagaimanapun juga, tembok yang menghalangi nya begitu tinggi. Selain perbedaan iman, yang paling sakit adalah, ketika ia tidak menyukaimu kembali. Itu lah yang membuat Oni tidak begitu mengejar orang itu secara brutal.

Pada saat itu, seseorang menepuk pundaknya dari belakang.

"Ni, udah ngerjain pr Bahasa Indonesia belom?"

"Em," jawab Oni, bahwa ia sudah mengerjakan.

"Gue liat, ya?," ujar orang itu yang bukan lain temannya sendiri, Eki.

"Em," jawab Oni mengiyakan.

Setelah mendapatkan persetujuan dari Oni, Eki pergi masuk ke dalam kelas. Namun, beberapa saat kemudian, ia kembali lagi.

"Ni! Yang bener, elah! Masa pertanyaan esai lo jawab pilihan ganda!," protesnya saat melihat buku pr milik Oni yang ternyata lebih kacau dari buku pr miliknya.

"Hemat tinta," jawab Oni yang sama sekali tidak memusingkan dengan jawaban prnya yang kacau itu.

"Yang penting ngerjain. Bener atau salahnya itu urusan nanti," pungkasnya, yang bertujuan; kenapa harus memusingkan sesuatu yang rumit. Intinya aja.

"......"

Orang itu, tidak bisa berkata-kata lagi. Bagaimanapun juga orang yang sedang ajak debat adalah Oni. Akalnya selalu bisa membuat dirinya tidak bisa berkata-kata kembali. Dan, pada akhirnya ia tetap mencontek.

Aktivitasnya menjadi seorang pelajar, 10% belajar, 50% di kantin, 10% nyikat wc, 20% nongkrong di belakang sekolah, dan sisanya tidur di kelas.

Kali ini, ia sedang menggunakan 20%nya tersebut dengan merokok. Kali ini, hanya ia seorang diri, dan teman-teman nya yang lain sedang proses meminta ijin ke luar.

Berdiri, menyederkan punggungnya ke tembok, satu tangan ia masukan ke dalam saku rok.

Asap rokok mengisi udara di atas kepalanya, wajahnya terlihat seperti seseorang yang memiliki kisah hidup gelap, padahal otaknya lagi kosong. Menikmati setiap rasa yang diberikan oleh rokok tersebut dengan merek djarum super, yang ia beli eceran di kantin dengan sistim transaksi rahasia.

Saat tangannya berada di dalam saku rok, yang terdapat ponsel, permen, pisau lipat, uang koin kembalikan beli rokok, serta kertas dari buku catatan secara acak ia robek, lalu ia masukan ke dalam rok tersebut, dan akhirnya ia mengambil ponsel untuk membuat sebuah panggilan telepon.

Ia sedang menelepon seseorang.

Tapi, tanpa alasan ia membatalkan panggilan tersebut.

Setelah membatalkan panggilan, ekspresi wajahnya semakin memperlihatkan; kisah hidup yang gelap. Padahal, ia baru saja teringat, belum membeli pulsa.

Solusi terbaik dengan ekspresi wajah seperti itu adalah, menghisap rokok yang hanya tinggal setengah. Setelah habis satu batang, ia harus segera kembali ke kelas.

Pada saat itu, ia tidak akan pernah menyangka akan ada orang itu (Hilmi) yang datang ke belakang sekolah.

Oni yang sudah tidak perlu lagi menyembunyikan hal apapun, tidak memperdulikan akan sosoknya yang sedang berjalan mendekat ke arahnya.

"Minimal sampoerna mild," celetuk orang itu ketika melihatnya merokok di waktu belajar, masih seorang pelajar, dan terlebih lagi sekarang wanita.

Oni yang mendengar celetukan orang itu, melirik ke arah orang itu, dan hasil dari liriknya itu, Oni bisa melihat wajah orang itu masih terdapat lebam akan ulahnya tersebut.

"Minimal beliin," Oni membalas celetukan orang itu.

Oni bukannya tidak mampu membeli rokok dengan jenis tersebut, memang duit nya kurang aja. Kalo pun cukup, ia pasti membeli rokok itu.

Lalu, Oni tidak mendengar orang itu berbicara, yang membuat dirinya berpikir bahwa, orang itu sudah kalah telak.

Tapi, siapa sangka, saat Oni akan melirik orang itu, hanya ingin tau apa yang sedang orang itu lakukan, orang itu memberikan kembali slayer miliknya.

Tanpa kata, orang itu memberikan slayer tersebut yang membuat Oni sedikit tidak percaya dengan keaslian slayer tersebut. Banyak sekali kemungkinan lain yang Oni pikirkan saat melihat slayer tersebut.

Tetapi, Oni hafal sekali dengan benda kesayangannya tersebut, dan benar, itu miliknya.

Seketika, pikirannya penuh dengan tanya. Akan tetapi, orang itu sudah lebih dulu pergi meninggalkannya.

••••••••••••••••
16/11/20

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 10 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ONI Dan Kisah Cintanya Where stories live. Discover now