Hari Pertama

67.2K 4.1K 34
                                    

Mocyra Azzuhra, perempuan yang kalemnya kalau sedang tidur dan itupun tidak kalem-kalem banget. Diemnya kalau ada maunya, kuliahnya juga tidak sepintar sepupu atau keponakannya. Hei, Mocyra menganut pemahaman pintar itu bukan hanya dimata kuliah saja. Jadi, Mocyra tidak masalah kalau IPK tidak sempurna. Karena kesempurnaan milik Allah.

"Bunda gak masalah kalau kamu gak seperti mbak Andin yang masuk fakultas kedokteran jalur beasiswa, Bunda juga gak pernah nyuruh kamu jadi polwan kaya anaknya om Wisnu. Bunda juga-"

"Bun!" Cyra memotong ucapan Bunda wajahnya sudah sangat nelangsa. Permasalahannya permintaan Bunda terlalu berat. "Sama guru les yang lain aja ya?"

Bunda melirik Cyra dengan tatapan tajamnya, sudah siap mengeluarkan ceramah jilid 2.

"Gak! Kamu itu licik!" Kan, anak sendiri saja di suudzonin. Boleh enggak sih Cyra lambain tanggan ke kamera dan bilang 'sakit hati Cyra'. Ibu-ibu kalau udah ngomong pedesnya ngalahin seblak level atas.

"Gak boleh gitu Bunda istighfar!" Ujar Cyra sambil mengelus dadanya.

Kalau bukan bundanya sendiri Cyra pasti sudah balas nyinyir. Tetapi, ini bunda walau perkataanya kadang julid sekali, mulut bar-barnya harus tetap tahan. Dosa Cyra sudah banyak jangan ditambah jadi anak durhaka. Ya walau kadang-kadang masih suka nyinyirin bunda dibelakang sih.

"Astaghfirullah hal'adzhim! Ya Allah punya anak udah besar kok gak bisa ngaji, kalah sama anak SD!" Suara Bunda menggelegar diruang tengah, mungkin terdengar juga sampai depan rumah.

Cyra menghela napas panjang, tubuhnya ia sandarkan pada kursi. Memutar otak bagaimana caranya agar niatan bunda tidak terlaksana. Ini loh Cyra usianya sudah dua puluh tahun, masa ia belajar ngaji dengan orang yang dulu menolak cintanya.

Rasanya Cyra dendam sekali pada adik satu-satunya- Rafa Abimanyu. Adiknya itu penyebab utama mengapa bunda ngotot sekali Cyra belajar ngaji.

Emangnya salah Cyra saat Rafa memaksa mengajarinya membaca iqro 6 ternyata Cyra gak bisa? Kan dia lupa udah lama sekali gak belajar, kalau cuman baca sedikit-sedikit bisa kalau lancar dan benar sudah dipastikan Cyra menyerah.

Parahnya lagi adiknya itu hanya menjebaknya mengetes apakah Cyra bisa mengaji atau tidak. Lalu, setelah puas mengejek Cyra, si bungsu langsung mengadukannya pada bunda.

Jangan mau deh punya adik modelan Rafa. Kalau bisa waktunya diputar Cyra ganti dulu bayi Rafa sama bayi yang besarnya menghormati kakaknya yang cantik ini. Bukannya dijadiin samsak.

"Sama yang lain aja Bun. Cyra janji gak bakalan kabur, bolos, atau boongin bunda." Bujuk Cyra sambil memeluk bunda dari samping.

"Engga. Kamu kan dulu kalau sama Ilham nurut banget. Nah, bunda percaya kalau kamu sama Ilham!" Dan itu adalah keputusan final dari Bunda. Padahal dulunya itu saat mereka masih suka main di solokan depan komplek.

"Udah lama banget itu bunda. Sebelum tragedi orang ketiga muncul!" Jerit Cyra dalam hati.

"Jam 2 ya jangan lupa. Gak boleh telat jadwal Ilham itu padet, bersyukur dia mau ngajarin kamu ngaji. Udah lama juga kan gak ketemu Ilham? Nah, itu kesempatan kamu sekalian liat wajah adem Ilham." Ujar Bunda sambil melepaskan pelukan Cyra.

Melangkah meninggalkan Cyra yang masih menahan enek mendengar pujian berlebihan bunda soal Ilham. Kalau anak orang aja dipuji-puji anak sendiri di bully.

"Bunda!"

"Engga!" Tolak bunda dengan nada yang benar-benar galak. "Mau pacaran, kan? Ini ni kebanyakan pacaran bikin otak kamu terkontaminasi."

Cyra mengacak rambutnya prustasi. "Iya Cyra ngaji. Tapi, semester depan Cyra mau ngekost lagi!"

"Silahkan. Bayar kost sendiri!"
________________________

"Bu yang mau Abang ajarin ngaji itu si Rafa kan?" Ilham hanya butuh memastikan saja bahwa memang benar pemikirannya. "Engga mungkin kalau Cyra sudah besar soalnya!"

Ibu yang tengah memasak didapur menoleh sekilas menatap anak lelaki satu-satunya. Anak kebanggaanya karena selain lulus kuliah dengan predikat sangat baik, Ilham juga tetap konsisten menghapal al quran walau belum hafidz, insyaa Allah sebentar lagi semoga allah mudahkan.

"Loh ibu engga tau juga Bang. Emang abang engga nanya?"

Ilham mendekati ibunya membantu sekirannya yang bisa dia bantu, seperti; mengupas bawang merah dan  bawang putih. Selebihnya kebanyakan mencicipi masakan ibu.

"Engga. Tapi abang jawab bisa-bisa aja. Engga enak juga kalau nolak." Jawab Ilham, sambil membawa satu potong ayam goreng kemeja makan.

Dia sudah tidak sabar memakan masakan ibu. Sudah lama merantau lidahnya terlalu banyak makan masakan kaki lima.

Masakan ibu dari dulu tidak ada duanya selalu pas dan ngangenin. Apalagi ayam gorengnya, tambah sambal matah dan nasi hangat perpaduan yang sangat pas. Selain masakannya, Ilham juga sudah lama tidak makan berdua bersama ibu. Melihat wajah ibu menambah tenaga Ilham untuk menjalani hari esok.

Jarak tempuh antar rumah dan kuliah yang jauh membuat Ilham jarang pulang, mungkin setahun sekali. Biasanya saat libur semester Ilham gunakan untuk mesantren di pesantren tahfidz yang menerima program bulanan atau Ilham gunakan untuk kerja part time.

Biasanya kalau rindu dengan ibu Ilham menyalurkannya lewat panggilan vidio dan setiap harinya pasti berbalas pesan.

"Kamu juga udah lama gak ketemu Cyra kan, Bang?" Pertanyaan ibu membuat Ilham mengingat perempuan itu.

Jika diingat-ingat terakhir ketemu Cyra itu empat tahun yang lalu. Saat Ilham sedang mengurusi berkas-berkas untuk mengajukan beasiswa kuliah dan ternyata Cyra siswa di sekolahnya dulu. Itupun bertemunya tidak sengaja, tidak ada sapaan lebih dari saling menyebut nama.

Padahal dulu Cyra dan Ilham adalah sepasang anak kecil yang kemana-mana selalu bersama.

Waktu itu Ilham baru pindah kekomplek ini. Dia tidak memiliki teman. Sekalinya mengenalkan diri dan ingin ikut bergabung, sudah diejek duluan karena badannya yang gemuk. Sedih, melihat teman-temannya tertawa mengejar bola sedangkan dirinya hanya mejadi penonton setia.

Dia selalu berdoa pada Tuhan saat sedang shalat agar diberi teman yang mau menerima dirinya, teman-temam kelasnya juga mengucilkannya. Ilham kesepian dirumah dia anak satu-satunya dengan kedua orang tua yang sama-sama sibuk. Jadi, doa itu ia minta sangat khusuk dan bersungguh-sungguh.

Sore yang entah keberapa Ilham habiskan hanya menatap teman-temannya, anak perempuan dengan rambut lurus dan wajah menggemaskan menuntun sepedah pink barunya, menghampiri Ilham. Duduk bersebelahan dengannya lalu menyebutkan namanya tanpa diminta. Bercerita banyak hal, mulai dari sepedah barunya yang belum bisa ia kendarai sampai kucing kesayangannya yang membuat ibu marah karena mencuri ikan goreng gurame.

Hanya Cyra juga yang suka rela meminjamkan Ilham sepedahnya yang ketika mereka berboncengan kadang mendadak kempes.

"Dulu Cyra sama Ilham lucu ya, bu?"

Ibu tersenyum mengangguk, mungkin mengingat juga masa-masa mereka bersama. "Kalo Cyra dulu gak bawel pas kamu makan banyak mungkin sekarang Ilham juga masih gemuk!"

"Ilham pusing kalo Cyra udah ngelarang-ngelarang. Bawelnya ngelebihin ibu. Jadi Ilham terpaksa nurutin ucapan Cyra." Ucapan dan ekspresi wajah Ilham itu berbeda. Mulutnya bilang tidak suka tapi binar matanya menampilkan kerinduan.

Apa kabar ya Cyra besar? Apa semakin aktif atau menjadi perempuan dewasa yang kalem?

__________________

"Aku tidak akan lagi berjanji untuk terus menyayangimu. Karena kenyataanya, tidak mengingatmu saja hati ini masih memiliki ruang khusus. Dari dulu sampai sekarang!"

-Cyra-

Tetangga Tapi Nikah (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang