2

2.3K 365 19
                                    


























Pagi di hari selanjutnya ketika Taehyung melihat wajah orang tuanya terlihat antusias dan puas justru membuatnya jengkel. Bagaimana ayahnya menunggunya muncul dengan senyum bodoh di wajahnya, tidak ada selera untuknya memakan sesuatu pada pagi itu. Padahal kuliahnya dimulai saat pagi.

"Jadi Jungkook bagaimana?"

Mendengar namanya saja membuat Taehyung mengernyitkan dahi. Setelah kepulangannya kemarin, diam-diam menggosipkan Jeon Jungkook dengan temannya sampai larut. Beruntung Taehyung bisa bangun cukup pagi di keesokan hari. Dia masih enggan mengakui kalau siapa yang dipilih ayahnya baik untuknya. Padahal kalau diingat kemarin malam, apa yang dia gosipkan dengan temannya tidak jauh dari persoalan ranjang.

"Ayah tidak bisa tidak membahas itu."

Jawabnya dengan ketus. Ayahnya tidak berani main-main lagi dengannya.

Taehyung kemudian pergi dengan langkah grusa-grusu tanpa menyentuh makanannya, dia harus cepat-cepat.

"Mau kutelepon kan Jungkook, biar dia bisa menjemputmu?"

Ayahnya bertanya lagi dengan wajah jenaka dan alis naik turun ketika dia sudah sampai pada ambang pintu. Taehyung menoleh dengan wajah sengit. Tangannya bergerak seperti pisau yang mengiris leher, lalu pergi dan membanting pintu dengan keras.

Sampai di luar dia tidak langsung pergi. Kalau dipikir-pikir, mungkin akan sangat enak sekali jika ada yang mengantar dan menjemputnya. Sayang sekali dia tidak memiliki kekasih yang akan melakukan itu dan teman-temannya tidak satu jalan dengannya. Yang mana pada akhirnya dia berjalan untuk dirinya sendiri. Kendaraan umum jauh lebih baik daripada ayahnya menelepon kan orang yang sama dengan semalam.

Awal semester kuliahnya dimulai memang membuatnya semangat. Berangkat pagi dan pulang petang. Namun tidak selamanya semangatnya akan terus berapi. Taehyung adalah tipikal orang yang mudah bosan dengan apa yang dia lakukan.

"Apa ayah tidak bisa datang menjemput ku? Aku lelah kalau harus berjalan lagi"

Begitulah isi pesan yang dia kirimkan pada ayahnya. Sayang sekali ketika teman-temannya sudah lebih dulu pulang. Harapan satu-satunya adalah ayahnya. Meskipun Taehyung harus merendah, tentu dia tidak akan malu karena memang tidak ada lagi yang bisa dia mintai tolong.

Ada balasan cepat yang dengan segera membuatnya membalas.

"Memang ada imbalannya kalau aku datang kesana?"

Apa yang dia baca dari pesan yang muncul di ponselnya membuat tensinya naik seketika.

"Kurang ajar!"

Taehyung kemudian menuliskan balasan lagi dengan amarah. Jari-jarinya menekan cukup keras layar ponselnya, seolah bisa menghancurkannya.

"Kalau tidak datang dalam sepuluh menit. Aku akan bunuh diri!"

Begitulah ejanya dengan suara marah yang nyaring ketika dia menuliskan pesan pada ayahnya. Dia kemudian duduk di bangku logam yang ada di tepi trotoar. Menunggu, berharap ayahnya benar-benar datang karena ancamannya.

Tapi setelah menunggu sekian waktu seperti yang sudah dia sebutkan, tidak kunjung datang jemputan yang dia tunggu. Berpikir untuk melakukan apa yang seperti dia katakan sebelumnya, Taehyung tidak mungkin melakukannya. Dia masih muda, dan Taehyung masih sayang hidupnya.

Selisih beberapa menit kemudian ada mobil yang menepi dan berhenti tepat di pinggir jalan tempatnya menunggu.

Tentu saja Taehyung tahu itu milik siapa karena sebelumnya dia juga pernah menaikinya.


























SinéadWhere stories live. Discover now