11. cara bahagia

1.1K 186 53
                                    

multimedia ; budi doremi - melukis senja

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

multimedia ; budi doremi - melukis senja


[☆]

Hidup itu, kalau tidak diperjuangkan, dinikmati, ya ditangisi. Opsi-opsi lain yang tidak universal seperti dibahagiakan, mungkin tidak akan cocok untuk beberapa manusia di luar sana. Berkesempatan untuk dibahagiakan, sama saja dengan emas. Berharga, mahal, dan hanya orang-orang tertentu saja yang bisa memilikinya. Lalu, bagi PP sendiri, dibahagiakan adalah bagian kecil dalam hidup yang patut dikenang.

Meski tidak terlalu wah atau besar, PP selalu ingin berterima kasih terhadap semua yang sudi melakukan hal-hal baik untuk membuatnya bahagia.

Kalau dalam perspektif membahagiakan, cara PP adalah dengan mendengar dan memberi. Ia bisa mendengarkan rentetan cerita atau curahan hati selama apa pun dengan sukarela, bahkan sampai tengah malam juga ayo jika sedang tidak sibuk. Lantas untuk memberi, PP dapat dengan mudah menyiram orang-orang di sekitarnya dengan puluhan apresiasi dan afeksi. Memberi materi pun urusan gampang, tapi PP memilih abai dari yang satu itu.

"Capek?"

PP melirik, lalu mengeluh sebentar dengan mengembuskan napas keras-keras sebelum menjawab, "Banget. Dikit lagi gila kayaknya."

Bibir Billkin membentuk senyuman geli. "Ya udah, napas dulu."

"Padahal gue sama Jamy juga kecapekan." Thana menepuk-nepuk punggung Jamy prihatin, lantas mengerling ke arah PP yang medengus sebal. "Mana sobat lo, Kin?"

"Oh, Pond nganterin gebetannya balik dulu. Bank lagi keluar bentar sama Bang Oab, cari stik drum baru. Kalo Sky ya sibuk, apalagi alasan dia selain memperjuangkan hidup." Billkin mengulum bibirnya yang terasa kering, lantas mengerjap pelan. "Sepusing apasih tugas kalian?"

"Sepusing gue ngeliat lo sama PP."

Gumpalan tisu yang awalnya PP gunakan untuk mengelap meja, kini ia lempar ke arah Jamy. "Bisa gak lo jangan ngomong ngawur!"

Billkin hanya tertawa sebagai respon.

Petang ini, Kafe Realisme tidak terlalu ramai dengan pengunjung. UAS yang dalam kejapan mata lagi akan diadakan, membuat minggu-minggu sebelumnya akan hectic sebab tagihan tugas baru ataupun lama tak kunjung menunjukkan tanda surut. Baik PP, Thana, dan Jamy yang berada di titik penderitaan sama, selalu merasakan kegilaan menjelang UAS tanpa ada beda. Mengumpat, mengeluh, dan menyerah bersama.

Namun bedanya, kali ini mereka sepakat melakukan itu semua di Kafe Realisme—dan kebetulan menemukan Billkin yang sedang duduk sendirian dengan beberapa tas di sekelilingnya.

"Terus itu tas-tasnya dititipin ke lo gitu?" Jamy menyamankan duduknya. "Aduh ini UAS belum kelakon, tapi badan gue udah renta banget."

"Tas Bank doang itu. Tas kuliah, tas kamera, tas properti yang gue gak tau buat apaan, sama tas laptop."

radio sabtu | bkppTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang