Part 2

2.5K 283 3
                                    

Pagi harinya Abigeal belum juga terbangun, sayup-sayup kicauan burung sudah terdengar. Cahaya matahari juga mulai meninggi dengan suasana yang cukup tenang. Suasana di alam mimpi Abigeal pun juga begitu tenang. Namun, panasnya matahari membuat tidur Abigeal terganggu.

Saat terbangun, Abigeal mengucek mata terlebih dahulu. Kemudian menatap jam dinding yang tepat berada di samping kiri tempat tidurnya.

"Wuiihh! Telat lagi!" ucap Abigeal melihat jam dinding yang menunjukkan waktu yang tidak tepat bila disebut bangun pagi.

Gadis yang baru bangun tidur itu langsung melompat dari tempat tidur. Tanpa membereskan kasur terlebih dahulu, Abigeal langsung berlari menuju kamar mandi. Dengan kebiasaan buruknya, dia hanya mencuci muka dan menggosok gigi saja agar tidak lebih terlambat lagi.

Selepas itu, Abigeal menoleh ke arah jam dinding yang terus berjalan pelan, benda itu sama sekali tidak peduli dengan sang tuan yang masih belum siap. Abigeal pun bergegas mengambil seragam yang tergantung dibalik pintu kamar dan segera memakainya.

Beberapa menit kemudian Abigeal berlari-lari kecil menuruni anak tangga. Abigeal tampak tengah menjinjing tas punggung yang belum sempat digendong. Wajah yang tidak dipolesi make-up sedikit pun itu jelas memancarkan kepanikan. Rambut sepunggung yang selalu diikat dan ditemani juga dengan sebuah jepit rambut hitam menempel cantik diponi tipis miliknya.

"Mama ... kenapa enggak bangunin aku sih, Ma? Sekarang aku udah hampir telat, nih." teriak Abigeal sambil menghampiri sebuah piring berisi roti. Dia langsung meraihnya dan mencomot roti tanpa selai itu.

"He? Mama pikir kamu udah bangun, masak tiap hari harus dibangun terus, sih?" jawab Laras.

"Iya deh, iya. Aku berangkat dulu," ucap gadis itu dengan nada sedikit kesal, sambil menyalami tangan mamanya dan memindahkan roti yang baru digigitnya satu gigitan ke tangan kiri, "mmm ... Papa mana, Ma?" tambahnya sambil melihat sekeliling dapur yang tidak terlihat sosok pria yang dipanggilnya papa itu.

"Udah berangkat kerja." balas Laras dan menyerahkan lembaran uang jajan kepada Abigeal.

"Oke deh, Ma." ucap Abigeal tersenyum mengambil uang itu dan menyimpannya ke dalam tas.

Abigeal kemudian berlari menuju motor kesayangannya sambil terus saja mengunyah roti tawar yang belum sempat dihabiskannya tadi. Tidak terlambat ke kesekolah itu memang perlu, tapi mengisi perut sebelum berangkat tentunya juga perlu.

Gedubrak!

Tak ada batu, tak ada halangan, dan juga tak ada jebakan. Namun, Abigeal malah tersandung. Penyebabnya adalah tali sepatu yang diikat dengan kurang benar, dengan tidak sengaja Abigeal menginjaknya sendiri dan terjatuh. Roti yang tadi digenggamnya terlemar ke lantai. Lantas, Abigeal mengerang kesakitan, wajahnya yang tidak terlalu cantik itu seketika jadi meringis.

"Geal, itu suara apaan?" teriak Laras dari dapur.

Abigeal segera berdiri dan membenarkan tali sepatunya dengan cepat. "Bukan apa-apa, Ma. Ini helmnya jatuh," jawab Abigeal berbohong.

"Makanya hati-hati." teriak Laras lagi.

Abigeal tidak menjawab, dia langsung pergi begitu saja. Tanpa memanaskan motornya terlebih dahulu, Abigeal langsung meluncurkan motornya itu menuju sekolah. Dengan kecepatan di atas rata-rata, gadis itu memasuki jalan raya yang untungnya tidak begitu padat.

↩↪

Sesampainya di gerbang sekolah Abigeal melihat satpam sudah mulai menutup gerbang sekolah. Dengan sigap, Abigeal menambah kecepatan laju motor sebelum gerbang itu benar-benar tertutup sepenuhnya. Satpam yang melihat kelakuan gadis itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Karena dia sudah terbiasa dengan sikap gadis itu.

The Direction (End✅)Where stories live. Discover now