Part 56

341 61 0
                                    

Brandon belum juga melepas pelukan, Abigeal juga begitu. Dia enggan melepas pelukannya dengan Brandon. Laki-laki ini mampu membuatnya sejenak lupa akan rasa sakit yang terasa menusuk dikepala. Brandon sekarang sudah menjelma menjadi obat untuk Abigeal saat ini.

Merasa cukup dengan menyalurkan rasa sayang, Brandon pun mencoba melerai pelukannya. "Geal, kenapa enggak bilang kalau lo sakit?" tanyanya penuh kekhawatiran.

Abigeal menggeser duduknya ketengah dan menyandarkan kepalanya di kepala ranjang. "Duduk!" pintanya.

Tanpa ragu, Brandon duduk di samping Abigeal dan ikut bersandar di kepala ranjang. Sambil menggenggam tangan Abigeal dengan erat. Brandon memutar kepalanya menatap ke arah Abigeal untuk meminta jawaban dari pertanyaannya tadi.

"Gue enggak mau lo khawatir," jawab Abigeal yang juga menoleh ke arah Brandon.

"Justru kalau lo enggak bilang, gue bakalan khawatir, Geal. Lo bahkan minta Ranggel buat nyembunyiin dari gue 'kan?" tebak Brandon, "Mulai sekarang enggak ada rahasia-rahasiaan, apa pun yang terjadi lo harus kasih tau gue, gue juga bakal gitu," ujarnya lagi.

"Iya, gue enggak bakal nyembunyiin apa-apa lagi dari lo," sahut Abigeal patuh.

Brandon menarik tubuh Abigeal kembali ke dalam dekapan. Tak lupa Brandon mengelus pucuk kepala Abigeal pelan. Sesekali dia mengecupnya singkat. Rindu sekali rasanya dengan gadis itu. Hari ini Brandon akan memeluknya lama untuk mengobati rindu yang hanya dua hari ini tidak bertemu.

Seketika Abigeal memerah saat menyadari kalau rambutnya yang sudah seperti singa itu dikecup oleh Brandon. 'Buset! Kenapa gue baru sadar sekarang, kalau wujud gue lagi enggak normal? Huwaaa, malu banget gue!" teriak Abigeal dalam hati karena merasa malu dengan dirinya yang sangat kusut.

Kala Brandon menyentuh pipi Abigeal, hawa panas dari wajah Abigeal membuatnya melerai pelukan. "Panas banget! Lebih baik baring lagi, deh!" titahnya.

Abigeal hanya mengangguk dan menuruti perintah Brandon. Wajahnya memanas bukan hanya sekedar karena deman, melainkan juga karena merasa malu dengan dirinya. Saat ini, ingin sekali Abigeal menghilang dari muka bumi. Serta membuat Brandon lupa kalau melihat dirinya yang sekarang. Abigeal yang kini sedang dalam fase kusut, bau, jelek lagi.

Kemudian Brandon pun beranjak dari sisi Abigeal. Brandon kemudian membuka pintu kamar Abigeal dan memanggil tiga teman Abigeal agar bisa masuk. Waktu yang mereka berikan sudah terbilang cukup untuknya dan Abigeal. Walau sebenarnya dia ingin lebih lama lagi berdua dengan Abigeal, tapi tidak. Dia tidak hanya sendiri menjenguk Abigeal, jadi dia tidak boleh egois.

Adrian dan Ranggel kembali menaiki tangga menuju kamar Abigeal. Di mana mereka semula berada di ruang tengah rumah Abigeal. Mereka berdua masuk berbarengan untuk menjumpai gadis yang sudah mereka anggap sebagai adik mereka berdua.

"Dion mana?" tanya Abigeal saat melihat hanya ada Adrian dan Ranggel.

"Ada di bawah, lagi ngobrol sama tante," jawab Adrian.

Abigeal mengangguk, dia pun mengalihkan pandannya ke arah Ranggel yang terlihat sedang mencoba menyembunyikan wajahnya dari Abigeal. Dengan terus-terusan menunduk dan berdiri di belakang Adrian. Sesekali dia menatap Abigeal dengan ragu-ragu.

"Udah! Kali ini gue maafin!" ujar Abigeal mengerti dengan apa yang membuat Ranggel enggan menatapnya.

'Fiiuuuhh! Selamat!' batin Ranggel.

"Makasih, Bos. Cepat sembuh, ya!" ucapnya lalu tersenyum canggung.

Selang beberapa waktu Dion masuk ke kamar Abigeal karena sebentar lagi mereka akan pamit pulang. Dion melangkahkan kakinya yang terasa berat saat melihat ke dalam kamar Abigeal. Karena melihat Brandon yang masih setia disamping Abigeal, juga tangannya yang tidak henti-hentinya mengelus kepala Abigeal. Di samping itu juga ada Adrian dan Ranggel yang kelihatan sedang memijat-mijat kaki Abigeal.

The Direction (End✅)Where stories live. Discover now