Part 38 - Berusaha Untuk Menerima Kenyataan

155 29 121
                                    

Akhirnya bisa update lagi setelah sekiat abad aku bertapa.

Ada yang kangen gak nih?

Makasih ya, buat kalian yang setia menunggu ceritanya Binar yang penuh problematika.

Bintangnya udah dipencet belum? Jangan lupa pencet ya.

Play List Kamu|| Resah Menjadi Luka - Eva Pradila (Cover)

Happy Reading .


🍁🍁🍁
Untuk mengubah kabut kelam menjadi kebahagiaan yang mengembirakan memanglah tidak mudah. Setidaknya, ada usaha untuk mewujudkannya.
🍁🍁🍁


Hari ini, Binar sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Sekarang Binar sedang membereskan barang-barangnya. Itupula, dibantu oleh Nia dan juga Dana.

"Ya ampun, Ni. Gue ngerepotin lo jadinya. Padahal lo dateng niatnya buat jenguk, eh malah bantu gue berkemas."

"Hust, diem." Nia menatap Binar tajam. "Lo sendiri sakit gak mau bilang-bilang ke gue. Eh, malah sama Dana di sini."

Mata Nia menyipit, menatap dua orang itu bergantian. "Atau ... jangan-jangan kalian diem-diem jadian, ya?"

Sontak hal itu membuat Binar melongo. "Hah? Enak aja. Enggak!"

"Enggak untuk sekarang maksudnya," sarkas Dana, menyengir. Tentu ucapan itu membuat Binar menatapnya jengah.

"Wah, kayaknya sebentar lagi ada yang mau lepas dari status single-nya, nih." Nia memandang Binar dengan tatapan penuh arti.

"Apaan, sih, Ni." Binar mendengkus sebal.

Suara pintu yang terbuka lantas mengalihkan perhatian mereka. Bima datang dengan memakai kemeja kotak-kota yang dipadukan dengan celana jeans robeknya.

Cowok itu melangkah, langsung mengambil tempat di depan Binar. "Udah beres?"

"Hmm." Binar mengalihkan bola matanya ke arah lain. Jujur, ia masih kecewa dengan Bima.

"Nyokap sama Bokap gak bisa ikut jemput," ujar Bima. Lalu cowok itu merebut tas yang ditenteng oleh Binar. "Ayo, pulang."

Binar tersentak. Ia menatap Bima dengan wajah yang masih tertekuk kesal. Tidak mau berlama-lama bertatapan dengan kembarannya, Binar langsung membuang wajahnya.

"Dan, lo ke sini bawa mobil, kan?" tanya Binar. "Antarin gue pulang, ya!"

Dana melirik Bima sekilas, sebelum akhirnya mengangguk. "Jangankan nganterin pulang, nganterin lo ke pelaminan, gue juga siap, kok."

Dasar Dana! Bisa-bisanya dia mengatakan hal seperti itu di saat situasinya seperti ini. Ya, namanya juga manusia, selalu menemukan waktu yang tepat di dalam suatu hal yang sempat.

"Lo apa-apaan, sih, pulang sama dia. Jelas-jelas gue dateng buat jemput lo. Kita serumah lagi. Kenapa malah minta anterin dia, sih?" Bima tak habis pikir. "Lo lupa, jelas-jelas Dana pernah nyakitin lo. Sampai lo meriang kehujanan lagi."

Bima melayangkan protes. Baru kali ini, ia merasa tidak dihargai. Apalagi oleh adik kandungnya sendiri. Memang sih, harga mobil yang dipakai Bima tidak sepadan dengan mobil milik Dana yang merupakan keturunan Sultan Winata, tetapi, Bima sudah menyempatkan diri datang kemari. Sekaligus ingin memperbaiki hubungannya dengan Binar seperti sediakala.

Antara Cinta dan Lara Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang