0R #2 Yangyang - Giselle

25 2 0
                                    

Bermain dengan sedotan yang kini tengah mengisi belahan bibirnya - Giselle tak mengerti berapa jam lagi ia harus menunggu sosok itu. Sosok yang katanya akan datang sepuluh menit lagi. Tapi, lihatlah bahkan setelah jarum panjang jam berputar dari angka tiga hingga angka sepuluh sekarang, sosok itu tak juga datang.

Apa pria itu bercanda!

Habis sudah kesabaran seorang Giselle - tak mau lebih banyak membuang waktu, Gadis asal jepang itu pun memilih untuk meraih ponselnya dan menelepon sosok yang bisa-bisanya membuat ia menunggu.

"Kau dimana?" Sedetik panggilan itu diangkat, Giselle tanpa ragu menumpahkan segala kekesalannya.

"Aku di tempat parkir, tunggu sebentar"

Tut.

Dan tanpa ucapan lain lagi, panggilan itu sialnya diputus sepihak. Pemutusan panggilan sepihak itu tentu saja membuat mood Giselle yang sebelumnya buruk menjadi semakin buruk.

Tapi untungnya sebelum Giselle semakin meledak, sosok yang sejak tadi ia tunggu akhirnya datang juga.

"Kau dari mana saja?" semprot Giselle setelah sosok itu - Yangyang mengisi kursi kosong dihadapannya.

Bukannya segera menjawab, pria bernama Liu Yangyang itu dengan sepihak meraih minuman milik sang teman lalu menyeruputnya tanpa izin.

"Liu Yangyang..."

"Segar." Lega Yangyang setelah tenggorokan keringnya akhirnya terbasahi. "Maaf, tadi dijalan aku bertemu Kak Arin, jadi aku baru saja mengantarnya"

"Arin? Mantanmu itu?" kaget Giselle tak menyangka.

"YAKKK!!!" - PLAK! dan tak cukup dengan pekikan kagetnya, Giselle pun dengan barbar memukul belakang kepala sang teman.

"Kau tau bukan mantanmu itu sudah punya pacar, Choi Soobin. Jadi untuk apa kau - Astaga.." Giselle tak mampu lagi melanjutkan ucapannya. Gadis asal Jepang ini benar-benar tak habis pikir akan jalan pikir temannya yang satu ini.

"Aku tau kak Arin telah memiliki pacar,"

"Lalu?"

Yangyang tampak berpikir sejenak, "Aku hanya mengantarnya tak lebih. Memangnya apa yang kau pikir bodoh?"

Giselle memilih diam. Direbutnya kembali minuman miliknya yang sebelumnya sempat diseruput oleh Yangyang, lalu tanpa ragu gadis itu kembali menyeruput minuman yang memang miliknya.

Yangyang tersenyum kecil, "Jangan bilang kau berpikir jika aku masih menyukainya? Astaga.. Giselle!! Itu sudah enam bulan yang lalu, oke? Kak Arin telah move on, dan aku.. Kau juga tahu bukan,"

"Tahu apa?"

Giselle menatap Yangyang tak mengerti. Temannya ini selalu saja berbicara setengah-setengah. Membuat Giselle tak mengerti apa yang sebenarnya sosok itu katakan.

"Kau memang bodoh!" bukannya menjelaskan, Yangyang malah memilih mengatai sang gadis dihadapannya. "Sudahlah lupakan!"

"Kau memang aneh, pantas saja sampai saat ini kau belum memiliki kekasih lagi," ejek Giselle yang tentu saja membuat kedua mata Yangyang menatapnya kesal.

"Aku aneh? Jika aku aneh, lalu kau apa? Super aneh? Bisa-bisanya setiap sore menghabiskan waktunya dengan si aneh ini,"

Ya, aksi sindir menyindir ini - entah sampai kapan akan berhenti. Namun yang pasti setelah pesanan makanan mereka datang dan hingga mereka meninggalkan café pun, aksi sindir menyindir mereka pun tak kunjung usai.

"Kau mau ku antar?" tanya Yangyang setelah keduanya keluar dari area café.

"Menurutmu? Mantan saja kau antar, masa teman yang selalu menghabiskan sorenya denganmu ini tak kau antar juga? Bodoh," ucapan penuh kepedasan itu masih saja keluar dari bibir Giselle.

"Baiklah-baiklah. Masuk.."

Jika biasanya Yangyang selalu membukakan pintu untuk temannya, terutama para gadis - tapi entah kenapa kebiasaannya ini tak Yangyang lakukan terhadap Giselle. dan seolah tahu, jika ia dikecualikan dari kebiasaan itu - Giselle pun dengan sedikit kesal membuka lalu menutup pintu dihadapannya. Memangnya ia tak punya tangan apa? Sampai harus dibukakan pintu segala.

"Kau mau langsung pulang?" basa-basi Yangyang setelah keduanya duduk manis didalam mobil.

"Menurutmu? Aku punya rumah, tentu aku mau pulang,"

Lagi dan lagi Yangyang hanya bisa menyunggingkan senyum kecilnya selepas mendengar jawaban penuh kejutekan itu muncul.

"Kau mau mendengarkan musik?"

Giselle menoleh kearah Yangyang lalu menggeleng, "Tidak, telingaku sakit mendengarnya. Fokus saja dengan jalannya,"

"Baiklah, Kalau kau tak mau mendengarkan musik. Kau mau mendengarkanku bicara bukan?"

Giselle tampak menghela napasnya berat sebelum kembali menoleh kearah samping.

"Apalagi? Tak cukup kah kau membahas mantanmu itu di café? Lalu sekarang? Astaga - aku mau turun sekarang,"

"Hey-hey.. dengarkan aku dulu.." refleks satu tangan Yangyang pun meraih tangan Giselle. Untung saja lampu lalu lintas saat ini tengah berubah merah - sehingga aksi refleks Yangyang ini tak membahayakan keduanya.

"Apa?" tanya Giselle tak tertarik. Bahkan Giselle pun tak repot-repot menolehkan wajahnya kearah Yangyang. Pemandangan jalan yang penuh akan kendaraan seakan lebih menarik dibanding wajah Yangyang yang entah kenapa selalu membuat darahnya naik tanpa alasan.

"Aku mau bicara,"

"Bicaralah.."

Demi apapun, hari ini Giselle benar-benar lelah lahir dan batin. Dan siapa lagi penyebabnya jika bukan pria Liu - disampingnya ini.

Yangyang masih menatap Giselle yang jelas-jelas tak menatap balik kearahnya. Yangyang tak mengerti kenapa gadisnya ini selalu saja emosi padanya. Tapi satu hal yang pasti Yangyang harus memastikan sesuatu hari ini.

"Aku menyukaimu - kau mau jadi pacarku bukan?"

Bagaikan disiram air dingin mendadak - Giselle pun langsung saja menatap kearah Yangyang. Gadis itu tampak tak percaya dengan apa yang sebelumnya ia dengar. Apa telinganya itu salah?

"Kau? Bercandamu tak lucu.." bersamaan dengan jawaban Giselle itu, lampu merah dihadapan mereka pun seketika berubah. "Hijau. Ayo jalan.."

Yangyang melirik singkat warna lampu yang memang telah berubah. Sebelum kembali dengan kemudinya, Yangyang pun kini tampak menatap Giselle datar.

"Kau pikir aku bercanda? Sudahlah-"

Hening - tentu mengisi perjalanan mereka kali ini. Yangyang yang sebelumnya selalu mencari bahan obrolan, kini lebih memilih untuk fokus dengan kemudinya. Sedangkan Giselle, gadis itu kini tengah sibuk berpikir tentang apa yang sebelumnya ia dengar.

Yangyang menembaknya? Apa ini nyata?

Diliriknya kini sang pelaku penembakan yang masih saja mendiamkannya.

'Apa dia marah?' - batin Giselle takut.

"Sampai. Turun.."

Masih tidak menatap kearah Giselle, Yangyang dengan datar mengatakan dua kata itu. Dua kata yang tentu saja membuat Giselle semakin merasa yakin jika sosok disampingnya ini tengah marah padanya.

"Kau marah?" bukannya turun Giselle malah balik bertanya.

"Tidak. Sudahlah cepat turun," akhirnya Yangyang menatap kearah Giselle. "Ohya, dan untuk ucapanku sebelumnya - kau benar, aku hanya bercanda. Jadi kau tak perlu menjawabnya.."

"Kau benar-benar tak serius?"

"Apanya?" jawab Yangyang mencoba bersabar.

"Kata-katamu itu,"

"Sudah aku bilang bukan, aku hanya bercanda - jadi cepat turunlah. Aku mau pulang,"

Giselle masih menatap Yangyang lurus, "Bagaimana jika aku yang serius?"

"Apa maksudmu?"

"Ayo kita berpacaran.."

16 Jan 2021
wonwoobee 🐨🐼

Just Fanfict - Series!Where stories live. Discover now