Bab 20 - Berbeda

26.5K 1.6K 11
                                    

"K-kak Arkan, Kak."

Suara itu, membuat Arkan langsung menghampiri Sashi, yang kini tengah terbaring di ranjang. "Sashi, ada apa?"

Sayangnya, Sashi sama sekali tidak membuka mata. Matanya masih terpejam rapat. Namun bibirnya terus menyebut nama Arkan. Tentu saja, hal itu membuat Arkan kebingungan. Tapi dia tetap duduk di sebelah Sashi dan menggenggam erat tangannya.

Semua ini karena Arkan. Sashi pasti sedang bermimpi buruk, gara-gara kejadian tadi. Hampir saja dia telat menyelamatkan Sashi yang tenggelam di danau. Jika Arkan tidak bisa berenang, entah apa yang akan terjadi pada mereka. Tapi Sashi yang terlanjur menghirup banyak air, sempat tidak sadarkan diri.

Beruntung, Arkan langsung memberikan pertolongan pertamanya. Dia dibantu orang-orang yang ada di sana, sampai akhirnya Sashi terbangun. Namun begitu terbangun, wanita itu malah meminta untuk segera pulang, membuat rencana awal Arkan yang berniat membawa Sashi ke rumah sakit, harus batal.

Arkan terpaksa memanggil dokter ke rumah, untuk mengecek keadaan Sashi, jika saja ada sesuatu yang tak diinginkan terjadi. Sashi langsung tertidur begitu selesai diperiksa. Tentu saja, hal itu membuatnya takut, tapi dokter bilang jika Sashi baik-baik saja. Hanya terjadi shock dan kelelahan.

"K-kak Arkan ...."

Sashi kembali mengigau. Namun kali ini, dia menggenggam tangan Arkan dengan erat, menempelkannya di pipi kiri, sampai rasa hangat menjalar di wajahnya. Sedang Arkan yang melihat tindakan Sashi, hanya menatapnya bingung. Dia tidak mampu berkata-kata, saking kagetnya dengan apa yang dilakukan Sashi.

Wanita itu, istrinya sangat amat menggemaskan. Bahkan dia tidak menyangka, jika Sashi akan menyebut namanya dalam keadaan tidak sadar. Bukan Andrew, seperti yang dilakukan waktu itu.

Senyum manis terukir di wajah tampannya. Arkan bisa merasakan jika kini jantungnya berdebar kencang. Membuncah sampai rasanya dia ingin segera memiliki Sashi sepenuhnya. Jiwa dan raga.

Tangan Arkan dengan pelan menyeka keringat dingin di kening Sashi, dia mengurai kerutan sana, "Ssstt, tenanglah, aku ada di sini."

Malam sudah hampir larut, Sashi belum juga makan. Tapi, Arkan tidak tega jika harus membangunkan istrinya. Alhasil, dia hanya menemani wanita itu sampai tak diduga, mata Sashi tiba-tiba terbuka. Terbangun dan menatap Arkan sambil berkedip pelan.

"Kak Arkan?"

Masih dalam keadaan setengah tidak sadar, dia menatap wajah suaminya. Sashi tidak terkejut atau kesal. Dia malah menatap Arkan dengan tatapan sendu dan terbangun sambil memeluk tubuh Arkan.

Entah apa yang ada dalam kepala cantiknya, tapi tindakan Sashi berhasil membuat tubuh Arkan membatu. Dia sampai tidak bisa melakukan apa-apa, saking sangat kagetnya.

"Apa yang terjadi?"

Tidak ada jawaban. Sashi tetap diam sambil terus memeluk tubuh Arkan, seolah begitu enggan untuk melepaskan. Hal itu, cukup membuat Arkan dilanda rasa khawatir. Dia menyadari, jika sikap Sashi sedikit berubah.

"Ada apa? Katakan Sashi."

"Tidur, aku mau tidur dengan Kakak."

***

Kicauan burung terdengar, mengisi pagi hari itu hingga membangunkan Sashi yang tengah tertidur lelap, dalam dekapan Arkan. Dia menggeliat dan berusaha melepaskan diri, sebelum kemudian menyadari jika dia tidur sambil memeluk Arkan.

Sashi tidak bereaksi, teriak ataupun mendorong Arkan. Dia hanya terdiam dengan mata yang terpaku pada tubuh di depannya. Kaget. Sashi terlalu kaget ketika menyadari, jika Arkan tertidur tanpa pakaian yang melekat di tubuhnya. Tubuh kekarnya tampak begitu jelas terlihat oleh Sashi. Otot-otot perutnya yang terbentuk, juga bisa dia lihat.

Glek.

Sial. Sashi sama sekali tidak bisa berpaling dari tubuh itu. Matanya benar-benar terpaku. Hingga dengan begitu kurang ajarnya, dia malah mengamati tubuh Arkan dengan sangat detail. Bagian wajah, leher, dada, lengan hingga area perut. Matanya seperti tersihir oleh tubuh laki-laki yang menjadi suaminya.

Sayangnya, konsentrasinya dalam mengagumi tubuh Arkan harus terganggu, saat mata laki-laki itu tiba-tiba terbuka. Sontak saja, mata mereka harus bertatapan.

"Kamu sudah bangun, Sayang?" sapa Arkan dengan suara parau.

Sashi yang mendengar panggilan Arkan untuknya, langsung terkejut. Wajahnya berubah merah. "S-sayang?"

Arkan tak menjawab, dia langsung bangun dari tidurnya dan mendekati Sashi. Sampai Sashi harus menahan napas, saking dekatnya jarak antara dia dan Arkan. Bahkan dia sempat mengira, jika laki-laki itu akan menciumnya, tapi yang terjadi justru diluar dugaan. Arkan hanya menyentuh keningnya dan mengusapnya keringat di sana.

"Syukurlah, kamu sepertinya sudah tidak apa-apa."

"A-apa? Memangnya a-aku kenapa?" Sashi bertanya sambil menyembunyikan wajahnya dengan selimut. Namun matanya tak henti melirik tubuh Arkan secara diam-diam. Dia masih saja mengaguminya.

"Kamu tidak ingat? Kemarin kita jatuh dari perahu. Kamu langsung tertidur setelah dokter memeriksamu."

"Terus, k-kenapa Kak Arkan tidak pakai baju? Apa yang sudah terjadi?"

Arkan langsung melirik ke arah tubuhnya yang telanjang, begitu menyadari arah pandang Sashi. "Kamu muntah di bajuku dan aku terlalu malas untuk menggantinya," jelas Arkan, sebelum Sashi hendak bertanya lagi.

Sashi memang muntah semalam. Tepat saat wanita itu memeluknya. Sampai membuat baju mereka terkena muntahannya. Arkan menduga jika Sashi masuk angin, karena setelah tercebur ke danau, dia tidak cepat-cepat mengganti pakaian wanita itu dan baru diganti, saat sampai di rumah oleh pelayannya.

Hanya saja, sadar atau tidak, saat ini Sashi juga tidak berpakaian. Wanita itu hanya tidur dibalut selimut tebal. Arkan tidak berani jika harus memakaikan baju untuk Sashi. Melepasnya saja, sudah menjadi godaan paling berat untuknya.

"Apa? Tapi--"

"Sashi, tutupi tubuhmu," ucap Arkan, ketika melihat Sashi yang terduduk dengan selimut yang kini melorot. Memperlihatkan tubuhnya yang hanya berbalut pakaian dalam saja.

Namun karena ucapan Arkan, Sashi langsung mengalihkan pandangannya pada tubuhnya. Dia menyadarinya, ada yang aneh saat udara dingin terasa begitu menusuk tubuhnya, hingga ke tulang. Sampai kemudian, suara teriakannya membuat telinga Arkan serasa akan pecah.

"KAK ARKAN--"

"Jangan salah paham. Aku hanya melepas pakaianmu saja. Aku tidak macam-macam," sela Arkan sambil menghalangi Sashi dengan kedua tangannya. Takut, jika wanita itu berniat menamparnya seperti dulu. Tapi yang terjadi, justru tidak seperti apa yang Arkan pikirkan, Sashi hanya menatapnya dengan wajah malu dan kepala tertunduk.

"Kak A-Arkan tidak melihat s-semuanya, kan?"

"Hanya sedikit. Aku tidak melihat isinya," ucap Arkan sambil menggaruk kepalanya dan meringis. Sashi tidak tahu, betapa gugup dan malunya Arkan ketika mempreteli pakaiannya, semalam. Dia seperti pria mesum.

"T-terima kasih. Terima k-kasih sudah menolongku." Wajah Sashi tertunduk. Dia tampak enggan menatap Arkan. Bukan karena kesal, tapi karena malu yang teramat sangat. Sashi ingat semuanya. Dia juga yang memeluk Arkan semalam dan sekarang, ingatan itu membuatnya sangat malu. Mau marah pun, rasanya ini bukan salah Arkan. Ini berawal dari kesalahannya.

"Huh? Terima kasih?" Arkan ternganga. Dia tidak mengerti ucapan Sashi. Dia kira, wanita itu akan memaki dan memarahinya, atau paling parah akan memukulnya seperti waktu itu. "Kamu tidak marah?"

Sashi langsung menggeleng. Dia sebenarnya kesal, tapi Arkan sudah menolongnya. "Kak Arkan sudah menyelamatkanku kemarin. Aku belum sempat berterima kasih dan karena aku lelah marah-marah, hari ini aku akan memaafkan Kak Arkan."

"Apa ini Sashi istriku? Kamu berubah?"

"Apa? Memangnya selama ini, Kak Arkan anggap aku apa?"

"Singa betina. Kamu seperti akan menerkamku saat marah," jawab Arkan dengan sangat jujurnya. Tak memedulikan wajah Sashi yang kini merengut tak suka. Matanya melotot dan hendak menyembur Arkan dengan kata-kata pedasnya.

"KAK ARKAN!!"

Arkan langsung mengulum senyum manis. Membuat kedua matanya sedikit menyipit. "Kamu tidak boleh marah untuk hari ini. Ingat janjimu, Sayang."

Perfect Husband (TAMAT)Where stories live. Discover now