HELLO, FUTURE! 28

25.7K 3.1K 103
                                    

"Mel, kamu dari mana aja? Pulang jam segini. Lembur?" Cerocos Tyas saat ia selesai menyambut salam dari gadis yang  berpenampilan kusut. Akan tetapi tidak dengan wajah, walau tersirat rasa kantuk senyum itu tetap tersungging manis.

"Tadi sempat jalan-jalan dulu, Mbakkuh, sebelum pulang." Jawabnya.

"Jalan-jalan?! Jam segini?!" Tyas dan Nabila kompak dengan nada ditinggikan. Mungkin jika ini siang atau sore Tyas maupun Nabila tidak akan heran. Tapi sekarang jam sudah menunjukkan pukul dua dini hati.

Melva mengerjabkan mata menatap polos pada dua orang di depannya. "Maksudku jalan-jalan di dunia maya." Gadis berjilbab hitam itu tidak bohong jika ia sempat berkelana di dunia maya, mengunjungi berbagai tempat dan orang secara acak. Namun itu hanya sebentar, sisanya ia ketiduran di rumah sakit.

"Astagfirullah, Melva. Baiknya kamu pasang alarm dulu sebelum main medsos. Kebiasan lupa waktunya udah kronis."

Gadis itu tersenyum canggung. jika Nabila sudah menyebutkan nama, maka gadis itu tengah marah dan kesal. Marahnya seorang Nabila yang cenderung sangat jarang akan melebihi Tyas. Melva bahagia, sampai sekarang masih banyak yang memperhatikannya. Ia kemudian mendekap kedua orang di depannya tersebut lantas berucap, "maaf, mbak-mbakkuh. Dan terima kasih."

"Sekarang istirahat, ya, walaupun besok libur, istirahat harus tetap cukup." Kata Tyas lebih kalem. Begitulah mereka. Jika Nabila marah, maka Tyas akan lebih kalem untuk menjadi penengah. Begitu pula sebaliknya, jika Tyas yang marah maka Nabila akan cenderung lebih lemah-lembut.

Melva kembali ke kamarnya, usai membersihkan diri ia langsung merebahkan tubuh di atas kasur yang tidak bisa dibilang empuk. Kantuk yang sempat tersisa di wajah, sekarang telah sirna. Ia menenggelamkan tubuhnya di balik selimut tebal yang dihadiahkan Tyas dua tahun lalu, menyisakan kepala beserta wajahnya di luar.

Tangannya meraih ponsel, mengecek beberapa notifikasi dari salah satu sosial media. Tiba-tiba ia teringat direct message yang dikirim Abrar beberapa waktu lalu. Bukannya membalas Melva justru tergerak untuk membuka profil laki-laki tersebut. Melva cukup takjub, untuk ukuran seorang laki-laki, Abrar termasuk rapi dalam menata foto-foto yang di upload dan....cukup narsis. Beberapa foto laki-laki tersebut bersama teman-teman bulenya. Beberapa foto ditempat-tempat yang menjadi destinasi wisata dunia.

Lalu ia terus menggulirkan layar, ada beberapa foto anak kecil yang ia ketahui adalah anak Prita, sepupu dari laki-laki itu. Beberapa yang lain juga foto bayi dan Melva tidak mengetahui milik siapa bayi laki-laki yang terlampau imut menurutnya. Senyumnya turut mengembang ketika video sang bayi tertawa. Entah apa yang ditertawakan hingga terdengar begitu ringan tanpa beban.

Sebuah pesan masuk melalui whatsapp baru saja ia terima menginterupsi kegiatannya. Nama Abrar tertera di sana.

Om Bossy
Mel, besok ke pantai kata Mommy.

Melva
Terus?

Om Bossy
Iya kamu ikut.

Melva
Siap

Tak ada balasan lagi dari laki-laki itu namun statusnya masih online. Haruskah aku menambah kalimat lagi? Batin Melva. Ia dengan cepat menggeleng. Mengusir rasa yang hendak tertinggal. Tidak. Ia tidak ingin berharap pada siapapun, tidak jika itu tentang perasaan yang timbul dan belum jelas asalnya. Sudahlah. Lekas ia meletakkan kembali ponsel tersebut setelah mematikannya. Dan beberapa kali beristighfar.

***

Sesuai dengan undangan yang disampaikan Abrar semalam, Melva sudah duduk di pinggir pantai beratapkan pepohonan rindang yang tidak ia ketahui namanya. Cukup teduh. Ada Arini yang duduk di sampingnya menikmati debur ombak yang merangkak ke tepian, menghapus jejak yang tercetak di pinggiran.

Hello, Future!Where stories live. Discover now