XLVI

923 113 3
                                    

"Aww.. sakit, Ya." Ken mengusap dahinya yang baru saja disentil dengan keras oleh Gea. Akhir-akhir ini Gea memang sering melakukan 'kekerasan' pada Ken.

"Makanya minggir. Kamu bilang laper malah ini gangguin Aku masak. Sana duduk yang manis biar cepet selesai Aku masak, makin cepet juga Kamu makan dan Aku nggak kemaleman pulang ke rumah." omel Gea panjang lebar. Mulai sebal dengan tingkah Ken. Laki-laki itu menempel seperti lintah setelah pulang dari kantor Daddy.

"Ini tuh Aku lagi nguras rasa kangen karena hampir seharian nggak ketemu Kamu."

"Hah funny." dengus Gea. Tanganya meraih loyang yang baru saja Ia keluarkan dari oven. Ken bilang ingin makan macaroni scotel. Kebetulan Gea bisa memasaknya.

"Makan." perintah Gea setelah menghidangkan sepiring untuk Ken.

Gea menatap Ken yang makan dengan lahap. Bahkan setiap suapanya benar-benar memenuhi rongga mulutnya. Pria itu seperti tidak makan selama tiga hari. "Pelan-pelan, Aku nggak bakal ambil makanan Kamu." ledek Gea sambil mengusap bibir Ken yang belepotan.

Ken menelan suapan terakhir sebelum meneguk air putih dingin yang dituangkan Gea. "Yang tadi.. Aku serius."

"Huh?"

Ken berdeham, membersihkan tenggorokanya. Atau lebih tepatnya melegakan lehernya. "Kamu tahu kan Aku cinta banget sama Kamu. All of you, Ya. Nggak ada pengecualian apapun." Tatapan Ken sangat serius. Tidak ada kerlingan jahil atau kekanakan disana. "Aku suka saat melihat Kamu ada di jangkauan Aku. Aku suka saat menutup mata, hal yang terakhir Aku lihat adalah Kamu yang sudah terlelap, dan saat Aku membuka mata.. " Ken menyorot Gea dengan senyum yang sangat lembut. "Hal pertama yang ingin Aku lihat adalah Kamu yang masih terlelap. Mengetahui bahwa Kamu bisa tidur dengan nyenyak adalah suatu terapi menjaga kewarasanku."

"Please, marry me Yaya." Ken menggenggam kedua tangan Gea. Mengusapnya dengan lembut.

©©©

Nela melangkah gontai menyusuri lorong yang membawanya ke apartemen Jeno. Laki-laki itu sedang cuti karena demam saat Nela berniat mendatangi Kejari. Ditangan kananya ada paper bag berisi makanan yang dibelinya saat menuju kemari. Nela tidak bisa memasak, dan akan terlalu lama kalau Ia harus kembali ke rumah untuk meminta asisten rumah tangganya membuatkan.

Menekan enam digit angka, pintu apartemen Jeno terbuka. Sunyi, hanya itu yang menyapa Nela saat masuk kedalam ruangan yang masih gelap karena seluruh gorden masih tertutup. Langkahnya terayun menuju kamar utama, mendorong pintu perlahan. Tatapan matanya menangkap sosok Jeno yang tertidur pulas, terbungkus selimut tebal dan meringkuk di tengah ranjang. Tidurnya tampak gelisah.

Nela duduk di pinggiran ranjang menatap wajah Jeno yang membengkak dan dipenuhi peluh. Ada beberapa ruam yang terlihat samar di leher dan wajahnya. Pikiran Nela melayang saat mereka masih di Ausie, saat sakit seperti ini Jeno hanya bisa mengandalkan Nela. Orang yang memang Ken mintai tolong untuk menjaga Jeno.

Tapi Kamu juga sering jagain Aku. Mungkin memang dari awal sudah seperti itu. Batin Nela.

Sebelum Jeno datang ke Ausie, Nela bisa mengandalkan dirinya sendiri. Tapi saat Jeno ada, Ia lebih mengandalkan Jeno untuk beberapa urusan yang sebelumnya bisa Ia lakukan sendiri.

"No, bangun." Nela menepuk pipi Jeno pelan. Berusaha membangunkan Jeno.

Mata laki-laki itu mulai bergetar berat, berusaha membuka kedua kelopaknya yang sedikit bengkak. Wajah Jeno memang sangat mudah bengkak kalau sedang demam.

"You here?" suara Jeno terdengar sangat berat.

Nela meraih teko kaca, menuang air dan memberikanya pada Jeno. "Minum dulu, Aku ngilu denger suara Kamu."

Hi, You! Again? (TAMAT) Where stories live. Discover now