LV

1.4K 121 5
                                    

"Hi, how's your day?"

Gea tersenyum merasakan pelukan hangat pada pundaknya, pelukan yang sangat Ia kenali. Dia menoleh dan menemukan Ken berdiri membungkuk di belakang kursi roda yang Ia gunakan. Ken berjongkok untuk menyetarakan posisi wajahnya dengan wajah Gea.

"Better than before." Gea mengusap wajah Ken lembut. "Kamu belum cukuran."

Ken menatap wajah Gea yang semakin tirus. Ada kantung mata yang membuat sepasang mata Gea begitu dalam. Kelam dan penuh kesakitan. Ken menunduk, tidak kuat menahan segala rasa dan emosi saat melihat sorot sayu di kedua mata Gea.

"Hei, Aku beneran lebih baik dari kemarin. I'll try my best. Kamu percaya 'kan sama Aku?" bisik Gea. Tanganya mengusap rahang Ken yang terasa kasar.

Ken menganggukan kepala, tentu saja Ia percaya Gea akan berusaha sebaik mungkin. Hanya saja, Ken tidak berani menatap kedua mata Gea terlalu lama. Ia takut, menemukan sorot kecewa Gea kepadanya dan menyesali kebersamaan mereka. Kedua matanya basah, sebelum butiran air mata itu menderas dan menuruni pipi juga hidungnya. "Maaf." Ken kesulitan menelan ludah. "Maafin Aku, Yaya. Maaf."

Sepasang tangan pucat Gea meraih wajah Ken, membawanya untuk menatapnya. "Aku sungguh sudah memaafkan Kamu Ken. Kamu nggak perlu meminta maaf disetiap kunjungan Kamu. Semua ini juga bukan salah Kamu. Ingat itu."

Malam itu, Gea berhasil diselamatkan karena tusukan pisau itu beruntung tidak mengenai nadinya. Namun, mereka harus menerima pukulan baru saat dokter mengatakan bahwa janin Gea tidak terselamatkan.

Informasi itu sangat mengejutkan karena tidak ada yang menyadari kehamilan Gea termasuk Ken dan Gea sendiri. Saat di analisis penyebab gugurnya janin itu, ada kenyataan baru yang mereka terima: Gea dinyatakan positif menggunakan narkoba.

Tentu saja informasi ini sangat mengejutkan. Apalagi Gea sudah tidak mengonsumsi obat penenang yang diresepkan Rico satu tahun terakhir. Saat melakukan pemeriksaan di esok harinya, Dokter menemukan bekas suntikan di lengan atas Gea. Spekulasi bahwa narkoba jenis heroin telah disuntikan pada Gea. Hal itu juga diperkuat saat tim Pak Kamal menemukan kandungan sabu di botol air mineral bekas Gea di ruang kesehatan tempat dimana Gea disekap.

Hadi Armani tertawa lebar saat dimintai keterangan dibalik selnya. "Kenapa terkejut? Setidaknya Geanna tidak harus kembali ke rumah sakit jiwa bukan?"

Dan disinilah Gea. Menjalani rehabilitasi yang disarankan oleh dokter. Setelah mendapatkan izin dari dokter, Gea berpindah ke panti rehab. Duduk di kursi roda, menjalani hari-hari di panti rehab.

"Setidaknya, Aku tidak kembali ke rumah sakit jiwa. Benar kata Hadi Armani." Gea berusaha tersenyum, meski sangat jelas ada butiran air mata yang bersiap meluruh di kedua pipinya.

©©©

Gea memejamkan mata menikmati pelukan dan tepukan lembut di punggungnya. Menyimpan semua momen ini dalam benak dan pikiranya, untuk esok sebagai penambah alasan Dia harus tetap hidup dan waras.

"Mau Ayah bawakan sesuatu di kunjungan selanjutnya?" tanya Ganesha. Tanganya mengusap belakang kepala Geanna dengan sayang.

Hatinya hancur saat Dia berhasil menerobos kemacetan, sampai di rumah sakit menunggu Gea diselamatkan. Rasa bersalah pada gea dan Dara begitu besar. Bertahun-tahun menjadi Ayah yang hanya bisa melihatnya dari jauh dan saat Ia memiliki kesempatan merengkuh putrinya, Ia tak begitu becus menjaganya.

"Emm.. Aku nggak ada keinginan sama sekali saat ini." jawab Gea masih dengan mata terpejam. "Satu-satunya keinginan Aku.. " sahutan Gea kembali terdengar. Suaranya lirih, seakan Ia tengah bermonolog dengan dirinya sendiri. "adalah.. Aku bisa merengkuh anak-anaku kelak."

Hi, You! Again? (TAMAT) Where stories live. Discover now