XXIII

980 126 2
                                    

"Gue setengah mati membawa jasad Mama pulang. Meminta bantuan Kakak Mama untuk membantu mencarikan dana agar Mama tetap bisa pulang." Gea mengusap pipinya. Berapa pun lamanya. Dia tetap kesakitan saat menceritakan kembali ketika separuh hidupnya runtuh. Saat tubuhnya meronta kesakitan, saat itu juga Ia harus berusaha tegar untuk membawa Mama pulang.

"Om Januar benar-benar mengusahakanya dan disinilah Mama." Gea membuka goodie bag yang sejak tadi Ia bawa. Dia mengeluarkan sekantung bunga dan air yang Ia taburkan di atas makam Mamanya.

"Mama bahagiakan disana? Hm?" Gea tersedak tangis. "Ma, Gea sebentar lagi wisuda. Tapi maaf, bukan sebagai sarjana hukum Harvard. Mama tetap bangga kan?"

Kepala Gea menunduk. Bahunya merosot dan bergetar. "D&G semakin besar Ma. Tapi Gea belum bisa menjalankan bisnis Mama. Om januar masih memantaunya selama ini."

Gea mendongak dan menatap Ken dengan wajah bersimbah air mata. Ken masih membisu dengan tubuh yang kaku sejak Gea memulai ceritanya.

Kali ini Gea menatap makam di sisi Mamanya. "Hai Danielle. Oma bahagia kan di surga? Kamu jaga Oma dengan baik kan disana? Kamu sudah janji dengan Ibu untuk jagain Oma waktu Kamu juga pergi meninggalkan Ibu." ada senyuman di wajah Gea.

"Kenalkan, Ibu hari ini bawa temen. Namanya Kenan Laza McAdams. Dia yang jagain Ibu waktu baru pindah ke Boston. Say hi, dear." lanjut Gea yang kali ini meletakan seikat mawar putih dengan tangkai yang sengaja di pendekan.

"Ken." panggil Gea berusaha dengan nada seceria mungkin. Kenan menoleh dengan gerakan kaku. "Ayo salam dulu sama Mama dan Anak Aku."

Gea kembali menunduk. Kali ini Dia memilih bersila di atas rumput. "Ma, Kenan sekarang nyebelin loh. Dia suka ganggu-ganggu Gea gitu. Sampe gedor-gedor rumah bang Oji buat nyari Gea. Ngapain coba?" adu Gea. Hati Ken terasa teriris saat nada Gea terdengar seperti saat Gea mengadu berhadapan langsung dengan Mamanya.

"Ell, Kamu inget-inget ya wajah Om ini. Aduin sama Tuhan kalau Dia masih berani dekati Ibu dan mengejar-ngejar Ibu setelah Dia mengingkari janjinya untuk menjaga Ibu." Kepala Ken menunduk. Nafasnya mulai terasa berat.

"Ell harus bersyukur.. dan bahagia, karena Ell tidak akan merasakan kecewa pada seseorang.. yang sangat Ell percaya." ucap Gea mulai terbata. Ia berkali-kali membersit hidung dan mengusap pipinya. "Ell hanya akan merasakan bahagia bersama Oma di surga. Karena Ibu... tidak yakin bisa memberi Ell kehidupan yang indah. Kamu mungkin akan kecewa saat hidup dan memiliki Ibu yang payah.. yang tidak bisa menjadi Ayah sekaligus Ibu untuk Kamu. Maaf. Maafin Ibu." Gea menelan ludah berat. "Karena Ibu tidak sanggup menceritakan siapa Ayah Kamu kelak di kemudian hari. Karena Ibu juga tidak tahu siapa yang bisa disebut Ayah Kamu."ucap Gea gemetar. Kali ini Ia tidak menahan tangisnya.

©©©

"Sebentar, Ya." Ken menahan tangan Gea yang hendak menutup pintu hotel. Dia mendorong pelan dan ikut masuk kedalam kamar Gea.

"Biarkan seperti ini." ucap Ken setelah memeluk Gea erat. Berusaha menyalurkan perasaan sayang dan rasa bersalahnya yang menggebu-gebu. Ken bahkan merasa kehilangan kemampuan bicara setelah mendengar musibah yang menimpa Gea. Ken juga baru tahu bahwa tante Dara sudah meninggal dan Gea.. memiliki seorang anak.

"Kamu nggak perlu merasa bersalah. Wajar kalau Kamu nggak ada di sisi Aku saat itu Ken." bisik Gea dalam pelukan Ken. Gea tidak menolak meski Ia tak membalas pelukan Ken. Tanganya masih menjuntai lemas di samping tubuhnya.

"Tapi Aku sudah janji mau jagain Kamu." Ken meletakan sebelah pipinya di puncak kepala Gea.

"It's human. Meski tidak berniat untuk mengingkari, kadang janji itu terlupakan begitu saja. Mungkin itu hal alamiah dari hati saat tahu kalau janji itu bukanlah prioritasnya." Gea menepuk punggung Ken. "Lagi pula, Kamu cuma pacarku Ken. Bukan suami. Pacar jelas masih kategori orang luar dalam tanggung jawab untuk hidupnya."

Hi, You! Again? (TAMAT) Where stories live. Discover now