Cessalie : 06

4.1K 232 2
                                    

Hai semua selamat membaca dan jangan lupa vote dan komennya ❤️

Cessa mengerjapkan matanya berkali-kali menyesuaikan cahaya yang masuk ke Indra penglihatannya. Jantungnya berdegup kencang, buru-buru ia mengecek pakaiannya apakah masih lengkap atau tidak. Cessa menghembuskan nafas lega, lengkap. Ia menoleh ke arah samping, dan hanya mendapati bantal guling berwarna abu-abu. Di mana Kak Bima?

Cessa baru menyadari kalau karpet berbulu yang tadi ia tiduri sudah berganti dengan kasur empuk berseprai abu-abu. Bantal sofa berbentuk persegi tadi juga sudah berganti dengan bantal persegi panjang yang wanginya sangat khas. Tempat ini bukan ruang keluarga, tempat di mana ia terakhir tertidur tadi. Tempat ini adalah sebuah kamar.

Bukan kamar Bima atau Calvin, melainkan Leon!

Cessa panik. Kenapa ia bisa tertidur di sini. Apakah dirinya mengigau berjalan ke kamar Leon? Kalau iya, kenapa tidak ke kamar Bima saja, tempat yang lebih aman. Bagaimana kalau Leon marah?

Dengan gerakan cepat, Cessa menyibakkan selimut yang membalut tubuhnya. Ia harus cepat-cepat pergi dari kamar Leon, tidak ingin Leon tahu maka dirinya akan di marahi. Cessa hendak membuka pintu kamar tapi tidak bisa. Pintu itu terkunci. Sial, siapa yang menguncinya?

CEKLEK

Suara pintu terbuka. Bukan pintu kamar melainkan pintu kamar mandi. Cessa refleks menoleh. Mendapati tubuh mulus Leon berwarna kuning langsat yang berbalut handuk yang hanya menutupi bagian bawah tubuh laki-laki itu. Cessa meneguk salivanya saat melihat rambut basah cowok itu dan roti sobeknya. Sepertinya Leon baru selesai mandi.

Setetes air mengalir dari pelipis cowok itu. Mengalir turun ke hidung mancungnya, lalu turun mengenai bibir Leon yang bisa dibilang sexy, kemudian laki-laki itu mengelap bibirnya yang basah menggunakan tangan kirinya. Air yang lainnya juga mengalir dari leher laki-laki itu, mengalir melewati jakunnya yang menonjol, lalu turun menuju dada bidangnya, mengalir melewati perut kotaknya kemudian air itu hilang saat melewati handuk putih yang dikenakannya itu.

“Biasa aja liatnya,” ucap Leon datar. Cessa tersadar, astaga Cessa ingin membuang wajahnya jauh-jauh. Sumpah demi apa pun, ia malu sekali.

Leon berjalan menuju lemari pakaiannya. Membuka lemari itu. Tangannya sibuk mengacak-acak lemari pakaian seperti mencari sesuatu. Cessa diam memperhatikannya. Cessa bingung kenapa Leon tidak marah saat mengetahui Cessa berada di kamarnya. Entahlah, itu bagus bukan?

Leon melempar sebuah pakaian perempuan lengkap dengan dalemannya ke arah Cessa. Dengan sigap Cessa menangkapnya, walaupun ia bingung kenapa Leon punya pakaian perempuan di dalam lemarinya, lengkap dengan dalemannya lagi.

“Pakai,” ucap Leon.

“Hah?” Sebenarnya Cessa mendengar apa yang Leon katakan.

“Pakai Cessa.”

“Ini baju siapa?” tanya Cessa. Tidak mungkin kan Leon yang memakai pakaian ini. Leon mengangkat kedua bahunya tanda tak tahu.

“Mandi, bersihin belek Lo.” Leon kembali menghadap lemari. Mencari baju yang ingin ia pakai.

Sedangkan Cessa langsung berlari masuk ke kamar mandi. Menutup pintunya rapat. Jari telunjuk Cessa segera diarahkan untuk membersihkan sudut matanya itu. Ia melirik kotoran kecil di jari telunjuknya.

“Ih, belek bikin malu aja!”

*****

Cessa sedang memilih-milih baju di sebuah pusat perbelanjaan ditemani oleh Leon.

Sebenarnya Cessa inginnya pergi bersama Bima, tapi tiba-tiba laki-laki berlesung pipi itu ada urusan mendadak bersama Calvin, jadi mau tidak mau Cessa pergi bersama Leon. Semua barang yang Cessa beli juga dibayari olehnya.

Cessa berpikir pergi bersama Leon sungguh canggung dan kaku. Dari tadi hingga sekarang laki-laki itu sama sekali tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Cessa heran padahal berbicara itu tidak bayar tapi kenapa Leon jarang sekali berbicara. Berbeda kalau dia pergi bersama dengan Bima pasti seru dan asyik.

Lihat sekarang, Leon hanya fokus pada ponselnya saja. Jarak antara Cessa dan Leon pun cukup jauh. Kalau tahu begini, lebih baik ia menunggu Bima pulang saja dan pergi bersamanya.

Astaga, kenapa Cessa ingin sekali pergi bersama Bima?

Terlintas ide jahil muncul di benak Cessa. Sepertinya bermain-main dengan Leon si wajah datar seru juga. Entahlah, untuk saat ini Cessa sedang tidak takut dengan Leon.

Cessa melirik ke arah Leon yang masih sibuk bermain ponselnya. Buru-buru Cessa berlari meninggalkan Leon sendirian. Cessa bersembunyi di balik patung-patung berkepala botak. Mengintip sedikit untuk memastikan kalau Leon masih ada di sana. Dan, untuk saat ini Leon belum menyadarinya.

Cessa terkekeh geli. Entah kapan terakhir kali Cessa merasa sesenang ini.

Lain dengan Leon, ia mulai menyadari kalau Cessa tidak ada di dekatnya. Leon memasukkan ponselnya ke dalam saku celananya. Mulai berjalan mencari Cessa sambil menoleh ke kanan dan ke kiri. Leon berdecak sebal, menyusahkan sekali gadis itu.

Dari kejauhan, Leon melihat seorang gadis yang tengah bersembunyi dibalik patung manekin. Gadis itu sedikit membukuk, menyesuaikan badannya dengan celah-celah. Gadis itu terlihat panik saat menyadari bahwa targetnya sudah tidak ada di tempat.

Sudut bibir Leon terangkat. “Seru nih,” gumam Leon. Ia ikut bersembunyi di balik patung manekin yang lainnya.

Cessa kebingungan sekarang. Di mana Leon? Baju yang Cessa pegang belum dibayar. Bagaimana kalau Leon pergi meninggalkannya? Astaga, semoga itu tidak terjadi.

Cessa keluar dari persembunyiannya. Mengedarkan pandangannya mencari sosok jangkung itu. “Kak Leon ke mana si?” Wajah Cessa terlihat gelisah. “Apa Kak Leon udah pulang?”

BRUK

Tubuh Cessa bertabrakan dengan seorang laki-laki memakai hoodie hitam. Laki-laki itu tampak tergesa-gesa sehingga tidak melihat kalau ada Cessa di depannya. Membuat baju-baju yang Cessa pegang terjatuh ke lantai. Cessa segera mengambil baju-baju itu.

“Eh sorry, nggak sengaja,” ucap laki-laki itu lalu berjongkok. “Gue bantu.” Dan mulai memunguti baju Cessa. Laki-laki memakai tudung hoodie-nya dan memakai masker, sehingga Cessa tidak dapat melihat wajahnya.

Lain dengan Leon, dia tetap bersembunyi sambil memperhatikan Cessa dari kejauhan. Entah mengapa dirinya mau membuang-buang waktu untuk hal tidak penting seperti ini. Matanya menyipit saat melihat Cessa tertabrak oleh seseorang hingga baju yang di tangannya terjatuh. Segera Leon keluar dari persembunyiannya saat menyadari siapa orang yang menabrak Cessa. Leon berjalan menghampiri Cessa dengan langkah cepat.

Cessa dan laki-laki itu berdiri saat semua baju sudah berhasil diambil. “Sorry gue nggak sengaja.”

“Iya Kak. Lain kali kalau jalan hati-hati, jangan sampai ada orang yang ditabrak lagi.”

“Iya. Gue buru-buru soalnya.” Laki-laki itu berlari meninggalkan Cessa. Cessa menatap kepergiannya.

Leon sudah berada di belakang Cessa dan langsung menutup kedua mata Cessa menggunakan tangannya dari belakang. Bisa dikatakan ini pertama kali Leon meladeni orang yang mengajaknya bermain. Biasanya laki-laki itu terlalu serius dan tidak ingin membuang waktunya sia-sia.
Tapi ini? Dirinya mau meladeni Cessa yang mengajaknya bermain petak umpet. Walaupun Cessa tidak bilang secara langsung. Leon juga tidak merasa kesal pada gadis yang saat ini sedang memberontak minta dilepaskan sambil menerka siapa yang menutup matanya.

“Ini siapa sih? Aduh, lepas dong tangannya. Mata aku sakit nih!” pinta Cessa.

Refleks Leon langsung melepaskan tangannya. Sepertinya Leon terlalu kencang menutup mata Cessa. Cessa berbalik badan menghadap Leon sambil mengucek matanya yang sedikit sakit. Pandangannya buram sehingga ia tidak bisa melihat objek di depannya itu.

“Mata aku burem. Tiupin dong!”

Leon memajukan wajahnya. Menyetarakan bibirnya di depan mata Cessa. Leon menatap sebentar wajah Cessa. Ada perasaan yang ia tak mengerti saat melihat wajah Cessa dari jarak dekat, darahnya berdesir.

“Hm, tolong tiupin,” pinta Cessa. Leon membuka kelopak mata Cessa menggunakan jari telunjuk dan ibu jarinya. Jari telunjuknya diposisikan di bagian atas kelopak mata dan ibu jarinya di bagian bawah, kemudian mulai meniupnya pelan. Aroma mint menyeruak ke indra penciuman Cessa, aroma itu berasal dari mulut Leon.

Leon beralih ke mata Cessa yang satunya lagi, melakukan hal yang sama. Tak lama kemudian Cessa baru bisa melihat dengan jelas, tidak lagi buram.

“Kak Leon?” tanya Cessa kaget.

“Beneran Kak Leon yang tiupin mata aku?”

“Hm.”

“Baik banget sih... ternyata Kak Leon nggak jahat. Makasih ya Kak!”

Leon mengernyit. “Siapa yang bilang gue jahat?”

“Hmm... nggak ada.”

“Lo gapapa?” Leon malah bertanya.

“Hah? Aku gapapa kok! Cuma mata aku sedikit sakit. Oh iya, Kak Leon ya yang tadi nutupin mata aku? Sakit banget tau!”

“Lo nggak diapa-apain ‘kan sama laki-laki tadi?” tanya Leon tanpa mau menjawab perkataan Cessa.

“Laki-laki yang mana?”

“Yang nabrak lo.”

“Kak Leon tau tadi aku ditabrak orang?”

“Hm. Jawab pertanyaan gue!”

“Aku nggak diapa-apain kok.”

“Oh.” Leon langsung meninggalkan Cessa menuju kasir.

Cessa berdecak sebal lalu mengikuti Leon dari belakang. “Tadi nanya, giliran dijawab cuma bilang ‘oh’ doang. Malah aku ditinggalin lagi. Dasar es batu!” gerutu Cessa sambil mengentakkan kakinya.

“Gue denger.”

To be continue...

gimana nih Leon Cessa lucu banget gasi???

CESSALIEWhere stories live. Discover now