Cessalie : 16

2.1K 135 4
                                    

Hai semua selamat membaca dan jangan lupa vote dan komennya ❤️


Bima mengusap wajahnya gusar. Sudah tengah malam begini tapi Cessa belum juga ditemukan. Bima sudah mencarinya ke sekitar tapi tidak ada. Bima terus memutar otak untuk berpikir di mana tempat keberadaan Cessa.

Awalnya Bima akan mencari ke dalam hutan, tapi dia berpikir kalau Cessa  tidak akan ada di sana karena gadis itu penakut. Lagi pula untuk apa dia pergi ke sana.

“Kira-kira tempat apa yang ingin Cessa kunjungi ya? Kali aja dia ada di sana.” Bima menatap Calvin dan Leon secara bergantian. Saat ini mereka sedang duduk di sofa.

Calvin menundukkan kepalanya dan Leon mengotak-atik ponselnya walaupun tidak membuka apa-apa.  Keduanya tampak diam sambil terus berpikir. Satu-satunya tempat yang ingin Cessa kunjungi adalah, “Rumah.” Calvin mengangkat kepalanya.

“Rumah?” tanya Bima tak mengerti.

“Iya, Cessa ingin pulang ke rumahnya kan? Mungkin dia kangen sama orang tuanya. Dan juga dia nggak enak sama kita jadinya dia pergi,” jelas Calvin yang diangguki Bima.

“Bener, tapi kalau dia tersesat gimana? Memangnya dia tau jalan pulang?” Raut wajah Bima berubah khawatir. Tidak terbayang bagaimana kalau Cessa bertemu dengan orang jahat lalu dimintai uang. Namun Cessa tidak punya uang, sebagai gantinya Cessa harus menuruti kemauan penjahat itu yang tidak-tidak. Cessa itu polos jadi gampang saja dibodohi.

Bima mengambil kunci mobilnya kemudian bangkit dari duduknya. “Kita harus cari Cessa sekarang.” Rasa khawatirnya sudah tidak dapat dibendung lagi, pokoknya ia harus menemukan Cessa secepatnya

Dirinya tidak mau terjadi hal yang tidak diinginkan seperti yang ia pikirkan. Dan juga, Bima tidak mau kehilangan untuk kedua kalinya.

“Sabar, Bim, ini udah malem!” ucap Calvin, “kita cari Cessa besok. Kasihan Clara sendirian di rumah.” Clara sudah tidur di kamarnya. Kasihan kalau wanita itu terbangun dalam keadaan sepi.

“Lo tunggu sini. Gue pergi sama Leon.” Bima menatap Leon. “Ayo, Yon!”

Leon pergi mengikuti Bima. Akhirnya mobil mereka melaju membelah jalanan yang gelap itu. Bima menjalankan mobilnya ke arah tempat pertama kali bertemunya Cessa dan ketiganya.

Di lain tempat di waktu yang sama, Cessa menangis di bawah pohon yang besar. Ia tersesat, tidak tahu jalan pulang karena begitu sibuk mencari kayu tapi tidak memperhatikan jalan.

Saat itu Cessa terus berjalan masuk ke dalam hutan. Hingga saat dirinya berada di tengah-tengah hutan, ia melihat ada sebuah danau. Danau itu tampak jernih dengan tumbuhan di sekelilingnya. Langsung saja ia duduk di tepian danau itu dan memasukkan kedua kakinya ke dalam. Cessa bersenandung kecil menikmati pemandangan yang indah ini. Cukup lama Cessa berada dalam posisi tersebut hingga dirinya tak sadar kalau langit sudah menggelap. Matahari yang tadinya bersinar kini telah tergantikan oleh rembulan malam.

Cessa tersadar dan langsung berdiri untuk pulang. Keadaan hutan begitu gelap membuat dirinya ketakutan. Cessa terus berlari mencari jalan keluar tapi tidak dapat menemukannya. Cessa berteriak minta tolong tapi tak lama kemudian tersadar kalau tidak akan ada yang mendengarnya. Cessa yang capek, akhirnya memutuskan untuk duduk di bawah pohon yang besar.

Cessa takut kalau akan ada mbak kunti atau mas poci yang nongol di hadapannya. Cessa juga takut kalau akan ada hewan buas yang menerkam tubuh mungilnya. Maka dari itu Cessa memejamkan matanya.

“Kak Bima...”

“Kak Bima... Kak Bima... tolong...”

“Kak Bima... tolong aku...”

“Kak Bima... Kak Bima... aku di sini...”

Gumam Cessa disela tangisannya. Dia memeluk kedua kakinya sambil menundukkan kepalanya di lutut. Dia menyesal karena tidak berpikir dahulu untuk masuk ke dalam hutan dan bahkan satu pun kayu belum ditemukan.

“Dingin,” lirih Cessa.

Cessa berteriak, jantungnya hampir copot saat mendengar suara. Namun setelahnya dia bernafas lega, ternyata suara itu adalah suara jangkrik. Keadaan hutan semakin gelap, membuat Cessa semakin ketakutan.

“KYAAAA!!!” Cessa berteriak kaget lagi. Di depannya ada hewan terbang, sekiranya ada 10 ekor. Hewan itu terbang mengelilingi Cessa.

“Hewan apa nih?” Badan hewan itu bersinar seperti lampu. “Aku nggak pernah liat.” Tangannya berusaha untuk menangkap salah satu hewan bersinar itu.

Senyumnya mengembang saat ia berhasil menangkap hewan itu bahkan ia tidak takut sedikit pun. “Hai! Hewan Lampu!” Padahal hewan itu adalah kunang-kunang tapi Cessa tidak tahu namanya jadi dia panggil Hewan Lampu saja.

“Aku baru tau kalau ada hewan yang bisa ngeluarin cahaya.” Ia bersyukur karena berkat hewan itu keadaan di sekitarnya tidak begitu gelap.

“Hewan lampu, kamu tau jalan keluar dari hutan ini nggak? Aku tersesat,”

Cessa diam sesaat. “Kamu tersesat?” batin Cessa, seolah yang berbicara adalah kunang-kunang.

Kepalanya mengangguk cepat. “Iya, aku tersesat gara-gara aku cari kayu.”

“Cari kayu buat apa?”

“Buat bikin rumah pohon. Aku nggak mau ganggu Kak Bima dan yang lain kalau aku tidur di rumah.”

“Emang kamu tau cara bikinnya?”

Cessa terdiam memikirkan ucapan kunang-kunang yang padahal dirinya yang berbicara di dalam hati. “Aku bisa minta tolong Kak Bima,”

“Kak Bima siapa?”

“Masa kamu nggak tau, Kak Bima itu orang baik. Udah baik ganteng lagi. Tapi sayang Kak Bima udah punya pacar. Pacarnya juga lagi hamil.” Tiba-tiba hatinya mendadak sedih.

“Kamu suka ya sama Kak Bima?”

CESSALIEWhere stories live. Discover now