Cessalie : 10

2.6K 130 5
                                    

Buat kalian yg baca ini jangan jdi sider ya... Karena aku butuh vote dan comment kalian🤧

Kalo udh vote dan comment nya makasih banyak 😘

Oke happy reading 🖤

•••

Cessa menatap kaca jendela yang berada di samping pintu utama rumah ini. Air hujan mengalir deras di luar sana. Jam sudah menunjukkan pukul 20.37 tapi Bima belum juga pulang ke rumah. Ada perasaan cemas di dalam dirinya. Entah mengapa perasaannya ini sangat tidak enak, seperti ada yang mengganjal.

“Kak Bima kapan pulangnya sih? Apa mungkin dia sedang asyik berduaan dengan Clara? Sampai lupa kalau ada orang yang menunggu dia di sini?” batinnya.

Cessa merasa dirinya sudah seperti seorang istri yang menanti suaminya pulang. Namun Cessa sadar, kalau dia bukan siapa-siapa Bima. Dirinya hanya seorang gadis yang diajak tinggal bersama mereka untuk sementara waktu. Jadi, ia tidak berhak mencemaskan Bima kalau laki-laki itu pulang telat.

Namun Cessa sedikit tidak terima kalau Bima bertemu dengan Clara-Clara itu. Cemburu? Tentu saja! Apalagi jika mengingat reaksi Bima tadi, laki-laki itu langsung bergegas pergi saat mendengar ucapan Leon kalau perut Clara minta diusap.

Tapi tunggu! Apa anak di dalam perut Clara adalah anak Bima? Astaga, Cessa merasa kesal pada dirinya. Kenapa dia harus suka pada suami orang?!?!

Tanpa sadar air mata Cessa menetes sambil terus menatap rintikan hujan yang turun membasahi tanah. Ia menangis karena asumsinya sendiri.

“Dah malem, tidur,” ujar seseorang yang membuat Cessa menoleh ke belakang sambil mengelap air matanya. Orang itu adalah Leon.

“Aku belum ngantuk,” jawab Cessa lalu kembali menatap jendela.

“Nunggu Bima?” tanya Leon yang tiba-tiba saja sudah berdiri di samping Cessa. Laki-laki itu juga melakukan hal yang sama seperti Cessa, yaitu menatap jendela.

“Enggak,” jawab Cessa bohong.

“Terus ngapain?”

“Lihat hujan,” jawab Cessa seadanya. Tiba-tiba mood-nya turun karena asumsinya.

Leon merasakan getaran di saku celananya. Buru-buru dia mengambil ponselnya yang bergetar itu. Sebuah panggilan telepon dari Clara. Lantas Leon langsung menggeser tombol hijau.

“Leon! Buruan ke sini. Bima butuh pertolongan! Perut sama pahanya ditusuk pisau! Buruan, nggak pakai lama!” Clara langsung mematikan sambungan telepon.

“Iya, iya.” Leon langsung berlari menuju kamarnya. Leon sudah tahu siapa pelakunya. Sudah pasti Marvin. Sejak Bima dan Clara berpacaran, hubungan persahabatan Bima dan Marvin jadi merenggang. Tiba-tiba sebuah tangan mencekal pergelangan tangan Leon.

“Kak Bima kenapa?” tanya Cessa dengan raut panik. Dia tadi mendengar apa yang diucapkan Clara.

“Ya Tuhan, semoga Kak Bima baik-baik saja,” batinnya penuh harap.

“Sakit.” Leon langsung masuk ke kamarnya. Tak lama kemudian, laki-laki itu sudah keluar dengan balutan jaket denim. Setelah itu Leon segera memanggil Calvin yang berada di kamarnya. Mereka berdua keluar kamar dengan tergesa-gesa, melewati Cessa yang sedang berdiri dengan gelisah.

“Kak, aku ikut!” pinta Cessa mencekal pergelangan Leon. Cessa sangat khawatir terhadap Bima, dirinya ingin melihat keadaannya saat ini.

Leon langsung menepisnya. “Lo diam, tunggu sini!” tegasnya lalu keluar rumah, diikuti oleh Calvin.

CESSALIEWhere stories live. Discover now