Chocolate: My Choice

310 70 14
                                    

Otak gue memilih untuk membiarkan Junkyu pergi. Tapi hati lah yang membuat tubuh mengejar pria itu. Dengan susah payah gue mengejarnya. Pandangan gue mulai kabur, darah merembes menembus plester luka di kaki. Gue bisa merasakan darah mengalir dan membasahi tumit.

Bibir gue terus memanggil Junkyu yang kini telah sampai di depan zebra cross, hendak menyebrang ke daerah parkiran yang memang terpisah dengan lokasi Diamond Park. Junkyu tidak menunggu gue untuk sampai di sana, dia langsung menyebrang ketika lampu hijau untuk pejalan kaki sudah menyala, tanda sudah aman untuk di lewati.

Gue sudah tidak peduli orang-orang yang memandang gue dengan tatapan aneh maupun kasihan. Tujuan gue saat ini hanya berusaha menahan Junkyu untuk tetap di sisi gue. Memilih gue.

"Kak Junkyu!" seru gue yang sudah berada di zebra cross.

Junkyu yang berhenti melangkah membuat hati gue sedikit tenang dari sebelumnya. Orang-orang yang melintas bersamaan dengan Junkyu sudah berada di seberang, menyisakan gue dan Junkyu di sana.

"TIN TIN...!" tiba-tiba suara klakson terdengar dari sebuah truk tronton yang melaju cukup cepat ke arah gue berada.

Truk itu tidak menunjukkan tanda-tanda untuk memperlambat pergerakannya, meski lampu masih menunjukkan warna merah untuk kendaraan. Truk itu terus membunyikan klakson. Namun bisa dibilang beruntung atau tidak, truk itu malah berbelok ke arah Junkyu yang ada di depan gue.

Mendadak gue punya tenaga yang cukup untuk mendorong Junkyu menjauh dari tempatnya.

BRAK..!

Gue menghantam aspal setelah tabrakkan terjadi. Junkyu yang juga tergeletak tak jauh dari gue adalah orang terakhir yang gue lihat sebelum gelap dan dingin menghampiri.

###

Gue terbangun dengan tubuh yang benar-benar terasa ringan. Cahaya terang namun tak menyakitkan mata segera menyapa bersamaan dengan suasana yang menghangatkan hati. Rasanya benar-benar menenangkan berada di sini.

"Eunseo." Sebuah suara yang gue rindukan terdengar dari belakang.

Gue membalikkan badan. "Papa..!"

Gue berlari dan memeluk papa amat erat. Gue tidak akan pernah melepaskan ini.

Papa membalas pelukan gue. Ia membelai kepala gue. "Putri papa di sini ternyata. Papa kangen banget sama kamu, Nak."

"Eunseo juga, Pa. Papa kok ga bilang kalo udah pulang?" Gue menangis dalam pelukan hangatnya.

Papa melepas pelukan. "Eunseo, ini bukan rumah, Nak."

"Maksud Papa?" Gue mengusap air mata yang membasahi wajah.

"Seenggaknya ini bukan rumah kamu. Rumah kamu di sana, bareng Mama dan Eunwoo." Papa menunjuk rumah kami yang ntah bagaimana berada di seberang sebuah jembatan yang terletak cukup jauh dari tempat kami berdiri.

Gue menggeleng dan kembali meluk papa erat. "Ga mau! Eunseo mau sama Papa. Di sini juga lebih anget dan nyaman."

"Terus kamu mau ninggalin Mama, Eunwoo, dan orang-orang yang kamu sayang?" tanya papa yang membuat gue terdiam.

"T-tapi Papa sendirian di sini. Eunseo pengen nemenin Papa, boleh ya?" rengek gue.

Papa melepas pelukan dan menjajarkan tingginya dengan gue yang hanya setinggi dadanya. "Tau ga, tadi Papa ketemu anak cowok ganteeenng banget sebelum lihat kamu di sini."

Imagine Treasure: MY TREASUREWhere stories live. Discover now