h. up in flame

383 45 19
                                    

Sinar kemuning yang menggantung di kaki langit tampak tua dan renta, tiga puluh menit menjelang tergelincir dan tenggelam bersama dekapan peraduan di bentangan horizon barat. Musim panas tahun ini berlalu dengan begitu cepat, nyaris terkikis habis tanpa ada perubahan signifikan di tiap inci kehidupan. Seulhee melabuhkan punggungnya ke sandaran kursi, menelan ludah kepayahan, lantas menekan dada kuat-kuat setelah rasa sesak menghantam.

Saat ini, Seulhee tidak tahu harus mendahulukan kepentingan siapa, entah miliknya sendiri atau mungkin milik perusahaan tempat ia bekerja.

Rekan sejawatnya memberikan kabar bahwa telah terjadi kekacauan dalam input data keuangan ketika hendak dikirim menuju kantor pusat. Sebagai penanggung jawab dalam divisi tersebut, Seulhee diperintah langsung untuk turun tangan dan memerbaiki kesalahan yang ada. Sebenarnya dia sama sekali tidak keberatan, bahkan hal ini sudah sering terjadi mengingat perusahaan tersebut sering kali menerima anak magang yang minim pengetahuan. Namun, ketika dihadapkan dengan persoalan yang juga tengah menimpa sang buah hati, Seulhee sekonyong-konyong dibuat bimbang.

Terhitung dua hari sudah Jinan terserang demam, suhu tubuhnya nyaris menyentuh angka empat puluh derajat celcius jika tidak segera melakukan pengobatan. Ia kerap menolak untuk makan, pun sama halnya dengan obat yang tak pernah benar-benar ditelan-selalu dimuntahkan dengan cara mengorek pangkal kerongkongan.

Benar-benar ironi di atas ironi.

Sehari setelah jamuan makan siang tersebut dilaksanakan, Seulhee dapat mengendus sesuatu yang ganjil, si Min itu mendadak menjadi pribadi yang pendiam, memilih bungkam di setiap percakapan dengan sepasang netra yang menatap tajam. Seulhee ingin sekali buka suara, menanyakan perihal macam apa yang telah terjadi di dalam toilet. Namun, jika mengingat bagaimana agamaisnya seorang Min Yoongi, Seulhee tentu tidak menaruh rasa curiga sedikit pun. Lelaki yang taat kepada Tuhan tentu tidak akan melakukan sesuatu yang penuh dosa, bukan?

Akan tetapi, tetap saja Seulhee ragu untuk meminta bantuan kepada Yoongi, terlebih ketika mengingat lelaki itu sedang gencar-gencarnya menyelesaikan pekerjaan agar bisa lekas mengambil cuti dan memersiapkan pesta pernikahan.

Menggulir barisan nomor yang tersimpan di dalam ponsel, Seulhee kemudian terfokus pada nama Kim Taehyung. Benar, ia masih memiliki harapan. Tidak ingin membuang waktu lebih banyak lagi, pun Seulhee mendial nomor tersebut, menunggu beberapa saat sembari menggigit cemas bibir bagian dalam.

"Hallo, Taehyung?" sambar Seulhee kala panggilan tersebut terhubung. Berniat untuk tidak bertele-tele dan lekas mengutarakan maksudnya secara langsung, ia justru dibuat bungkam usai mendapati bariton Taehyung naik beberapa oktaf, menggelegar bak petir yang menyambar, memberi tuaian protes pada sang sekretaris yang bekerja tidak sesuai harapan. Kemudian, setelah dirasa suasana berubah menjadi lebih kondusif, barulah Seulhee melanjutkan, "Taehyung ... apa kau baik-baik saja?"

Ada hela napas gusar yang terdengar, sosok Taehyung di seberang sana melinting lengan kemejanya hingga ke bagian siku, berjalan menghampiri jendela dan membiarkan matanya menikmati pemandangan batas kota. "Ya, Bi, aku baik-baik saja, hanya terjadi sedikit masalah dengan cara kerja pegawaiku. Selebihnya, semua berjalan lancar." Taehyung menjeda, mendadak tertarik pada barisan semut merah juga partikel debu yang lekas diusap menggunakan jari telunjuk. "Bibi kenapa meneleponku? Butuh bantuan?"

"Tadinya memang begitu, tapi sepertinya kau sedang sibuk, ya?"

"Tidak apa-apa, Bi. Ini hanya masalah kecil," tukas Taehyung cepat. "Bibi butuh bantuan apa?"

Sebelum menjawab, Seulhee menoleh ke belakang, menyaksikan bagaimana Jinan menuruni undakan tangga dan berjalan menuju dispenser, mengisi gelas dengan air hangat lalu kembali ke dalam kamarnya. Pandangan mereka sempat bersirobok untuk detik yang berlalu tipis, tetapi Seulhee memilih untuk memutusnya terlebih dahulu. Menghela napas panjang, ia berkata, "Jinan sedang sakit, Tae. Bibi butuh bantuanmu untuk menjaganya selagi Bibi pergi ke kantor. Kau tidak perlu khawatir, ini tidak akan lama, mungkin jam delapan malam Bibi akan sudah berada di rumah."

A Home Without WallsWhere stories live. Discover now