c. no sound without silent

466 89 157
                                    

Pada titik ini, Kim Jinan menyadari bahwa dirinya kelewat berengsek karena telah meninggalkan sang calon suami terlelap seorang diri, meringkuk kedinginan tanpa ada kehangatan yang menyelimuti. Akan tetapi, mau bagaimana lagi, gadis tersebut jelas tidak ingin mengingkari janji.

Berusaha tak menimbulkan kegaduhan, Jinan lekas mengambil jaket milik Yoongi yang tergantung di lemari, melangkah menuju pintu dan menutupnya sepelan mungkin. Sebelum Jinan benar-benar berlalu dari sana, ia dapat melihat bagaimana Yoongi meracau di dalam tidur, menghitung angka satu sampai sepuluh secara berulang-ulang. Entah mimpi macam apa yang terbentuk di dalam kepalanya, Jinan sendiri tidak begitu yakin; barangkali monster berkepala tiga yang hendak bersiap melahapnya. Membuang napas gusar, pun Jinan menyusuri lorong temaram, menuruni undakan tangga dan berhasil menemukan presensi si lelaki yang tengah menunggu sabar di lobi.

"Kupikir kau tidak akan datang," —adalah kalimat pertama yang merasuk di rungu Jinan. Menegakkan punggung, mengulurkan satu tangan ke depan dengan alis yang menjungkit naik, Taehyung melanjutkan, "Sudah siap untuk kuculik, Nona Ji?"

Jinan tersenyum kalem, tak membalas perkataan tersebut tetapi tetap menyambut tangan yang terulur. Berusaha mengimbangi langkah lebar Taehyung, Jinan mengirim satu pertanyaan manakala masing-masing dari mereka telah menjejakkan kaki di luar bangunan motel, "Kau ingin membawaku kemana, Tae?"

Daripada menjawa lugas dan tepat pada sasaran, Taehyung malah menyungging satu senyum timpang-terkesan aneh, pun mencurigakan. "Memangnya seorang penculik harus mengatakan hal itu pada korbannya, ya?"

Seketika Jinan membeku, tungkainya seperti kehilangan gaya gravitasi hingga yang tersisa hanyalah bayangan semu. Kalimat tersebut seakan menghantam tengkuknya telak, membuat sekujur tubuhnya kebas dengan pintalan syaraf yang terlepas. "T-tunggu," cicitnya, berusaha melepas cekalan kuat Taehyung di pergelangan tangan kendati semuanya berakhir sia-sia. "Apa kau benar-benar ingin menculikku?"

Gadis itu ketakutan, jelas. Benaknya mulai menjalar jauh pada sesuatu yang berada di luar akal sehat.

Merasakan tubuhnya didesak ke badan kendaraan; terhimpit dengan wajah Taehyung yang mulai mengikis jarak, Jinan lekas memberi peringatan, "Jangan bercanda, Kim! Ini tidak lucu sama sekali." Kini, semua perasaan bercampur aduk di dalam kepala, membuat si empu kepayang dan nyaris roboh tak berdaya. "Aku bisa saja berteriak agar petugas keamanan di sini datang memukulimu. Oh, atau kau ingin aku menendang selangkanganmu sampai bengkak dan tidak bisa digunakan lagi?"

Tampang Taehyung tidak menampilkan apa-apa—tidak ada takut, tidak ada resah, hanya datar dengan bibir yang dijilat tipis. Oke, Jinan bisa menyimpulkan kalau hobi Taehyung adalah membasahi labiumnya dengan saliva. Namun, konklusi semacam itu tentu takkan membantunya sedikit pun. Hei, nyawa Jinan dipertaruhkan! "Nona Ji ini berisik sekali, ya. Duh, haruskah aku menutup mulutmu dengan ..." Oh, Tuhan. Jinan tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika benar Taehyung adalah seorang penjahat yang hendak menjualnya kepada komplotan di atas kapal ilegal. Namun di sana, sebelum Jinan sempat melayangkan kaki tepat di area selatan lelaki itu, Taehyung buru-buru menjungkirbalikkan keadaan, "... dengan bibir seksiku ini?"

Shit.

Mendapati gelak tawa yang pecah dalam hitungan sekon, Jinan sekonyong-konyong mendelik, memberi hantaman di berbagai tempat hingga Taehyung mengangkat dua tangannya ke udara; menyerah. "Astaga, bagaimana bisa kau berpikiran seperti itu, huh?" Mengusap air mata yang menggenang di pelupuk, Taehyung melanjutkan, "Jangan khawatir, Ji. Aku akan menjagamu. Sungguh."

A Home Without WallsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang