e. broken arrow

423 71 126
                                    

Sejauh Elijah bisa mengingat, ada sebuah pendulum yang tersimpan di lemari kaca ruang bawah tanah, terkunci dengan rantai besi yang melilit seluruh tubuhnya, semata-mata ditujukan agar bandul berbahan dasar tembaga tersebut berhenti bergerak. Setelah melewati banyak fase kehidupan yang mana salah satu di antaranya adalah kehilangan Heejin, Elijah hanya bisa mengubur semua kenangannya dalam-dalam, mengunci bilik memori agar tak satu pun dari mereka mencuat keluar lantas menghancurkan apa yang telah ia tata sedemikian rupa.

Kepergian Heejin masih menghantui Elijah kemana pun ia pergi. Bagaimana isi kepalanya yang berserak di jalanan aspal dan surai sepinggangnya yang tercerabut paksa. Semesta berduka, mengirim tangisan pilu bersama dengung sirine ambulan. Kedua tangannya terbentang, menyambut jiwa manusia agar masuk ke dalam rengkuhan. Elijah tertawa nanar, menatap kepergian sang putri sembari memeluk kepala Yoongi. Dia berkata, "Tidak apa-apa. Ibumu hanya butuh tempat untuk mengistirahatkan tubuh dari beratnya beban kehidupan."

"Apa Ibu akan kembali, Nek?"

Pertanyaan itu terlontar secara tak terduga, mengetuk rungu Elijah untuk sadarkan dia bahwa cucu laki-lakinya sama sekali tidak menitikkan air mata. Barangkali Yoongi masih belum paham, atau mungkin memang hatinya yang sudah padam. Elijah membawa bocah tersebut menjauh dari keramaian, mendudukkannya di tepi trotoar lalu balas berkata, "Tidak, Yoong. Ibumu akan menetap di sana dalam jangka waktu yang cukup lama. Tetapi, kalau kau rajin berdoa kepada Tuhan, dia akan mampir ke dalam mimpimu."

Bocah itu mengangguk samar, menolehkan kepala untuk yang terakhir kali pada sosok ibunya yang dimasukkan ke dalam kantong mayat. Sekelebat ingatan mengenai perdebatan kaos kaki yang hilang mendadak terasa menguliti isi kepala secara perlahan, Yoongi menyesal karena telah membentak Heejin, berbicara penuh penekanan dengan vokal yang dinaikkan. Ia tidak tahu apa yang terjadi, sebab beberapa jam setelah ia menghentikan aksi merajuknya, Nenek tiba-tiba mendapat kabar bahwa Heejin kecelakaan.

Sembari menggenggam sepasang kaos kaki berwarna biru tua dengan aroma khas pabrik yang menggelitik rongga hidung, Yoongi berlalu dari sana, membawa segenap hati yang pecah untuk disatukan kembali ke dalam bangunan yang ia sebut rumah.

Elijah menghela satu napas panjang tatkala berhasil menempatkan pot berisi bunga tepat di bawah jendela kamar miliknya, ia menepuk pelan sarung tangan yang melekat guna meluruhkan tanah bercampur pupuk kompos. Bersamaan dengan pinggangnya yang seperti akan patah menjadi dua bagian, Elijah memandang takjub. Kilauan cahaya sang fajar telah menyingsing di langit timur, menempa kulit penuh kerutan di wajah yang tak lagi muda itu. Sembari berjalan agak terbungkuk, wanita tersebut memasukkan semua peralatan yang dipakainya ke dalam keranjang, berniat mencucinya terlebih dahulu sebelum disimpan kembali di peti kayu.

Dia tidak ingin mengingat banyak hal, tapi terkadang, peristiwa itu masuk tanpa mengucap salam; tahu-tahu saja berkeliaran dan menarik-narik kewarasannya.

Melalui pintu belakang yang terhubung langsung dengan dapur, Elijah melepas boots setinggi lutut yang membekap kakinya sejak dini hari. Well, berkebun adalah favoritnya. Ia memiliki beberapa petak tanah hanya untuk ditanami berbagai macam tumbuhan, mulai dari tanaman hias hingga pohon-pohon penghasil buah. Sayangnya, sejak Elijah kehilangan Heejin dari genggamannya, ia tak lagi bisa fokus menekuni lahan tersebut, ada seseorang yang harus dirawatnya sepenuh hati.

Min Yoongi; anak lelaki dari Heejin yang kini berusia dua puluh delapan tahun.

Sosok tersebut keluar dari bilik kamar, memakai setelan kerja dengan surai hitam yang disisir rapi. Di tangannya ada sebuah tas laptop, terselip di antara ruas jemari yang tampilkan sulur urat hijau kebiru-biruan. Sementara Yoongi membuka lemari guna mengeluarkan gelas bening dan menempatkannya di bawah guyuran air dispenser, Elijah mencuci kedua tangan di wastafel, tetap mematri fokus pada pemuda yang tengah menenggak cairan tersebut hingga habis tak bersisa.

A Home Without WallsWhere stories live. Discover now