dua.

25 2 0
                                    

Ada pelajaran aja gue bisa cabut, apalagi gini. Biasa, tahun ajaran baru jadwal masih belum tetap, sering jenuh dikelas karena banyak jam kosong.

"Wu, starbucks, yuk." Gue colek Uwu yang lagi tidur-tiduran disebelah gue.
"Ah, males." Dia membalikkan muka.

Karena bosan, gue langsung meluncur ke kelas 12 IPA 2 dan berdiri manis di depan pintu, clingak-clinguk.

"Adin cantik, cari siapa?" Malah digodain, sama Bambam.
"Kak Yege." Gue jawab singkat.
"Oh, Yege lagi sibuk OSIS, din." Lanjutnya, main gitar.
"Yaudah deh, makasih ya Kak." Gue balik badan dan ternyata ada Jeje dibelakang, entah dari kapan.

"Shit."

"Jangan berdiri depan pintu, bisa?" Wajahnya polos, tanpa ekspresi, sedikit berkeringat. Seperti biasa, dengan baju basketnya tergantung di pundak. Sebenernya gue kaget tapi tetap pura-pura cool .

"Iya, maaf Kak." Gue minggir, memberi jalan.
"Napa nyariin Yege? Kalian pacaran, ya?" Jeje nanya lagi, dengan muka yang masih datar.

Kayaknya dia beneran ga tau, kalo gue yang nyolok mata dia kemarin.

"Ih engga, apaan."
"Terus? Mau ngajak cabut kan lu? --sama gue aja." Katanya dengan sangat percaya diri.

Gue cuma bisa mengerutkan dahi tanpa jawaban dan pergi secepat mungkin. Karena misi gue buat ngajak Yege cabut gagal, gue balik lagi ke kelas dan ngadu ke Uwu.

 Dia hanya merespon "-gaje banget..."

-minggu ketiga di bulan Juli, kelas berjalan seperti biasa.

"Ada adek kelas cakep, tau ga lu?" Uwu berbisik.
"Hah? Siapa?" Ngantuk gue seketika hilang.
"Lucas, 10 IPS 1."

"Oke, gue tandain."

Pas, hari itu gue keliling kelas 10, merekrut angota cheers yang baru. Gue masuk ke kelas satu per satu, mencatat nama anak-anak yang tertarik untuk ikut.

Ketika gue sampe didepan kelas 10 IPS 1, gue merogoh kantong seragam dan ngeluarin kaca lipat, menyisir rambut dengan jemari seadanya, tidak lupa mengoles liptint di bibir. Awalnya ragu untuk mengetuk pintu, entah kenapa gue nervous.

"Permisi pak." Sapa gue ke guru yang tengah mengajar, setelah memberanikan diri untuk masuk.
"Iya, silahkan." Izinnya.

Mata gue langsung tertuju ke salah satu siswa yang duduk di kursi nomor dua dari belakang. Agak mencolok, karena selain badannya yang cukup besar, dia memang bibit unggul.

"Pasti itu Lucas." 

Ekspekasi gue tinggi, gue yakin dia bakal mau ikut cheers  setelah mendengarkan presentasi gue yang tidak seberapa ini.

"Ada lagi yang mau daftar..? Kita juga butuh yang badannya gede." Sedikit tidak tahu malu memang. Masih dengan penuh harapan, gue langsung eye contact dengan orang yang dituju.

Dia tersenyum. "Saya udah ikut basket, Kak."

"Jeje, lo sialan."

Lagi lagi gue balik ke kelas dengan penuh kekesalan, tentu tujuan gue ke Uwu.

"Ah, tai. Giliran gue, ga keterima masuk tim basket. Gue kan tinggi, cakep gini, ya ga?"Uwu ikut terbawa emosi.
"Iya..." Gue sebagai teman cuma bisa suportif.

"Woi, panjang umur." Uwu menunjuk dengan bibirnya, kearah depan kelas. Gue spontan menoleh dan terlihat Jeje menyandarkan badan di pintu.

"Din, sini bentar." Panggilnya, singkat.

"Aduh, dia daritadi disitu dengerin kita ngomongin dia ya?"

Dengan sedikit heran, gue beranjak dari kursi dan berjalan pelan, menghampiri.
"Iya kak, kenapa?"
"Ntar Agustus, kita tanding basket sama sekolah lain, cheers ikut ya?"
"Kok mendadak? Waktunya ga cukup buat latihan kak..." Sebenernya bisa, gue aja yang males.
"Udah gapapa, pake choreo yang ada aja. Urusan izin, gampang." Jelasnya, sambil menyodorkan sebotol minuman. "Nih."

Reflek, gue ambil. "Udah diminum setengah..."
"Ga bersyukur banget." Dia tersenyum dan langsung pergi.

"Gila."

-esok hari, Jumat pagi.

Sesampainya di sekolah, gue berniat untuk parkir di tempat kesayangan, di basement dekat tangga naik. Ternyata sudah ada yang menempati, mobil asing berwarna putih. Dengan berat hati, gue parkir cukup jauh.

Sedikit kecewa, gue melangkah cepat, sebelum akhirnya sadar ternyata Lucas berjalan didepan, ditemani suara gemerincing kunci yang dimainkan ditangannya.

"Eh, bawa mobil juga?" Tanya gue, tanpa aba-aba.
Dia menoleh, terlihat sedikit kaget. "Hah? Iya kak. Itu yang putih."

Otak gue loading.

"Yang deket tangga?"
"Iya." Dia jawab dengan polosnya.

"Widiiiih~" Tiba tiba terdengar suara yang tidak asing dari belakang. Gue langsung menghela nafas, membatin.

"-Lucas bawa adek ke sekolah?" Jeje datang merangkul Lucas. "Oalaaah, Adin ternyata."

"Sumpah ya ini masih pagi banget, kesabaran gue udah diuji."

"Ga lucu, Kak." Gue tersenyum dengat amat sangat tidak ikhlas.
"Makasih." Jawabnya. "Nanti jangan lupa basket ya, lo juga latihan, Din."
"Pasti dong." Sahut Lucas dengan santai.

"Oke, duluan." Jeje menepuk pelan bahu Lucas.
"Iya Kak, jauh jauh yaa" Gue melambaikan tangan ke Jeje.

tentang dia.Where stories live. Discover now