Kamar Mandi?

41 3 0
                                    

"Kian, kita semua setuju punya pertanyaan yang sama buat kamu." Kami berempat menatap Kian yang sibuk mencari boba dalam minumannya.

"Kalian ada masalah apa?"

Poppy mengambil gelas minuman Kian, membuatnya mengernyit tidak suka. Saat mulutnya terbuka hendak bicara, Mira menunjuk telunjuknya mengisyaratkan untuk tetap diam.

"Apa hubungan kamu sama Dave?"

Air muka Kian langsung berubah mendengar pertanyaanku. Kekesalan itu perlahan naik dan kapan saja siap meledak.

"Jadi kalian berskongkol terus ngomongin dibelakang?!"

Pertama tatapan-tatapan itu berpusat pada kami, lalu kedua disusul oleh suara bisikan-bisikan yang muncul. Suara teriakan Kian benar-benar menarik perhatian semua pengunjung café, ternyata salah untuk menginterogasinya ditempat yang ramai.

"Kita berskongkol ya karna kamu gak mau cerita. Gak ada angin gak ada ujan tiba-tiba kamu deket sama cowok."

"Bukan cowok sembarangan pula!" Lia dan Poppy mencari pembelaan.

Kian melipat tangannya. Aku jadi merasa tidak nyaman melihat Kian yang menahan kesal seperti itu. Walaupun kami sangat ingin tahu, tapi bukan salah Kian yang tidak mau cerita. Bisa saja ada cerita kurang mengenakan yang terjadi diantara mereka berdua.

"Aku udah pernah cerita dulu."

Kerutan didahiku muncul, mencoba mengingat kapan Kian pernah bercerita.

"Keknya gak pernah deh, ya gak?" Yang lain langsung menganggukan kepala menanggapi Mira. Sedangkan aku agak ragu-ragu.

"Ceritanya ke Inge."

"Ke aku?" Aku menunjuk diri sendiri yang diangguki kepala oleh Kian. "Kapan?" Seingetku cuman cerita mengenai tabrakan mereka dulu dan sisanya perkelahian-perkelahian tidak penting. Tidak ada cerita mengenai perkembangan hubungan mereka.

"Sebelum kamu berangkat kebali."

"Sebelum berangkat kebali..." Gumamku, melirik sudut kanan atas mencoba kembali keingatan hari itu. Yang berkesan dari kejadian kebali kemarin cuma memunculkan dua nama, Tian dan Dave. Tian yang untuk pertama kalinya tidak bisa ikut menemani dan Dave yang berhasil menghiburku di Bali.

Lalu ingatan kecil tentang Kian hari itu nyaris terlupakan, dia hanya datang untuk membawakan kacamata murahan dan terlambat karena habis kecelakaan. Aku menggelem pelan.

"Kamu kan cuma cerita habis tabrakan sama Deve," gumamku pelan.

Kian mengangguk santai, mengambil minumannya yang Poppy taruh diatas meja. Mulai asyik dengan boba-bobanya nampak tidak berniat untuk menjelaskan lebih jauh, sepertinya Kian memang benar-benar tidak ingin untuk membahasnya. Karena jika ingin, dia pasti akan langsung membuka mulut dan mulai bercerita seperti hari saat kejadian itu terjadi.

"Terus setelah itu gimana?"

"Kok bisa tabrakan?"

Aku menghela nafas, mereka tidak paham situasi. Seharusnya bisa menangkap suasana hati Kian yang sedang tidak baik, ini sama saja seperti mereka berusaha untuk memuaskan rasa ingin tahu saja.

"Sudahlah." Pada akhirnya Kian pun berdiri dengan sekali hentakan, sesusai dugaanku. "Aku mau pulang, males ngomong sama tukang gosip kek kalian." Kami menatapi kepergian Kian dengan keterdiaman, tidak ada yang mencegah dan tidak ada pula yang bertanya.

"Kalian sih!" Hardikku pada yang lain. "Coba ngomongnya itu pelan-pelan jangan ngebut gitu." Poppy, Mira dan Lia langsung menyibukan diri mereka berpura-pura tidak tahu apa yang sudah mereka lakukan. "Kalian kan tahu! Buat berdamai sama Kian itu sama sulitnya kek Korea Selatan dan Korea Utara, duh!"

CHAPELUREWhere stories live. Discover now