Kerja Kelompok?

31 6 0
                                    

Mama sedang sibuk di dapur ketika aku hendak mengambilkan Tian minuman dingin.

"Kata mbo kamu bawa cowok ke rumah?" Tanya mama.

"Cowok baik-baik." Aku melongokkan kepala ke dalam kulkas, sibuk menggali saking penuhnya.

"Walaupun begitu... Apa kata tetangga nanti kalau satu-satunya anak gadis keluarga Adisucipto bawa cowok ke rumah?"

Aku menutup kulkas. Berdiri menghadap mama, dengan dua kaleng minuman soda. "Ya ampun ma! Ini masih siang, kok bisa ada yang mikir aneh-aneh? Lagian rumah tetangga jauhnya minta ampun gak bakal ada yang liat. Inge juga pake seragam, pastilah dikira kerja kelompok."

"Kerja kelompok tapi kok di kamar?" Sindir mama.

"Terus dimana? Di kebun belakang?"

"Itu taman." Mama mengoreksi.

"Terserah, taman kok isinya sayuran."

"Kamu tuh, belajarnya di ruang tamu kek. Di tempat terbuka. Bukannya berduaan bareng cowok di dalam kamar. Gak malu apa jadi cewek?"

"Di ruang tamu ribut, nanti mama juga ikut-ikutan nimbrung. Nanti gak konsen."

"Pokoknya jangan macem-macem."

"Iya, udah ya ma aku mau lanjut belajar lagi."

"Hm."

Aku bergegas meninggalkan mama sebelum perdebatan lainnya muncul. Bisa-bisanya seorang ibu menuduh anaknya seperti itu, jika sampai mama tahu cowoknya seperti apa mungkin ia baru sadar. Cowok macem Tian berani macem-macem? Aku bentak saja pasti sudah menangis.

"Ini." Aku memberikan Tian satu kaleng minuman soda.

"Kok lama?"

"Tadi di jalan ada emak-emak yang ngawur bawa motornya." Jawabku asal, ketus.

Tian mengernyit. "Memang belinya dimana?"

Aku tersedak. "Astaga, kamu tuh emang gak bisa diajak bercanda."

"Maksudnya?"

"Sudah lupain, lanjut aja belajarnya."

Hari ini Tian menepati janjinya untuk membantuku belajar agar siap menghadapi ulangan tengah semester minggu depan. Daripada aku harus memintanya memberi jawaban saat hari ulangan besok, lebih baik aku memintanya untuk membuatku pintar. Tapi rencana meminta jawaban akan menjadi rencana B.

Setelah kejadian perkelahian beberapa bulan yang lalu, kami semakin dekat. Menyadari kami juga berada di ruangan kelas yang sama, mempermudah semua keadaan menjadi seperti sekarang. Aku dan Tian cukup cepat menjadi teman dekat.

Tian siswa khusus yang beruntung mendapatkan jalur beasiswa karena nilai-nilainya yang mumpuni. Rata-rata Tian mendapatkan nilai sempurna untuk setiap mata pelajaran. Benar-benar orang yang sangat pintar.

"Inge!"

"Hah! Apa?" Tanpa sadar aku melamun memandangi Tian yang mencoret-coret lembaran kertas yang sudah penuh berisi rumus dan pemacahan berbagai macam soal matematika.

"Itu, ada orang ngetok pintu."

Aku menoleh ke arah pintu dan benar saja, pintu sedang diketok. "Inge, ini mama!"

Aku mendesah. "Iya, buka aja ma!"

Pintu terbuka dan mama muncul membawa piring berisi kue-kue bolu dan macaron. "Ini mama bawa cemilan buat kalian belajar." Mama berkata dengan mata yang sibuk memindai buku-buku yang berserakan di lantai, lalu beralih memandang Tian yang duduk bersila sesekali memperbaiki kacamatanya.

CHAPELUREWhere stories live. Discover now