# 37

2.3K 399 113
                                    

Jake tersenyum seperti biasa ketika ia masuk ke dalam kelas dan menemukan Heeseung dengan sedikit canggung di tempatnya.

"Pagi, Heeseung!" sapa pemuda itu dengan ekspresi cerah. Dia meletakkan tasnya di samping Heeseung dan duduk di kursinya. "Udah sarapan?"

Nada bicara Jake yang santai dengan senyum kasualnya membuat Heeseung merasa aneh. Ketika Taehyun sampai detik ini masih mendiamkannya dan sesekali menatapnya tajam, Jake kelihatan sama sekali tidak masalah setelah Heeseung mengungkapkan kebenarannya.

"S-Sudah," jawab Heeseung. Dia memang sudah makan sepotong roti cokelat di rumah. Sebetulnya, dia bisa saja makan lebih banyak roti, sayangnya abangnya tadi sudah sangat rewel untuk memintanya berangkat lebih pagi. Ya, hari ini Heeseung berangkat diantar oleh abangnya karena kebetulan abangnya sedang ada keperluan di suatu tempat yang dekat dengan sekolah Heeseung. "Kamu udah?"

"Belum. Tapi aku bawa sarapan dari rumah." Jake mengulas cengiran lebar. Anak laki-laki itu membuka tasnya dan mengeluarkan satu kotak bekal miliknya. "Tadi mau dimasakin english breakfast tapi aku lagi nggak mau. Akhirnya dibuatin salad tuna aja, deh, yang simpel dan praktis."

Jake membuka kotak bekalnya. Heeseung bisa melihat roti-roti gandum yang diberi semacam olesan daging hancur yang diberi sayuran dan bahan makanan lainnya. Salad tuna. Heeseung bersyukur ia pernah mencoba makanan itu di tahun terakhirnya SMP saat sedang sarapan ketika ia menginap di rumah Jake.

"Koki di rumahku kayaknya kebanyakan bawainnya," gumam Jake. Dia mengerjap singkat sebelum menyodorkan kotak makannya ke Heeseung. "Hee, kamu kalau mau ambil aja, ya. Aku nggak akan sanggup abisin ini sendirian."

Heeseung menatap Jake dengan ragu. "Nggak apa?" tanyanya pelan. Rasa takut mulai kembali dalam dadanya.

Dia menggigit pipi bagian dalamnya. Dia tidak pernah masalah dalam menerima tawaran Jake sebelumnya, tetapi hari ini kondisi mereka berdua telah berbeda. Jake sudah tahu apa yang terjadi kepadanya.

Ucapan Taehyun di hari itu benar. Ada kemungkinan yang sangat besar teman-temannya mengira Heeseung berteman dengan mereka hanya untuk sebatas mengejar materi. Terlepas dari materi, Heeseung berpikir teman-temannya juga bisa mengira Heeseung hanya berteman dengan mereka untuk mendapatkan popularitas--mengingat tidak ada satu pun dari mereka yang tidak dikenal baik oleh anak-anak sekolah mereka.

"Heeseung."

Suara Jake yang lembut pun terdengar. Heeseung bisa merasakan Taehyun menepuk punggung tangannya dengan pelan. Saat Heeseung mengangkat pandangannya, ia bisa melihat pemuda asal Australia itu tersenyum ke arahnya dengan ekspresi wajahnya yang menggemaskan.

"Kalau kamu masih kepikiran soal kemarin, aku pikir lupain aja. Anggap aja kita hidup kayak biasanya. Heeseung yang biasa, Jake yang biasa. Semuanya normal."

Napas Heeseung tercekat.

"Selama ini juga kamu nggak pernah ada masalah sama kita-kita pas lagi ngumpul dan main. Mungkin karena kamu udah jujur, kebebasanmu buat nolak bakal lebih dipertimbangkan lagi. Aku tau kamu nggak pernah berani ngotot nolak karena takut ketahuan." Satu tangan Jake malah meremas kecil pergelangan tangan Heeseung. "Kamu temanku, Heeseung. Satu dari sedikit orang yang mau berteman sama aku tanpa pikir kalau aku anak manja, anak berisik, freak, dan lain-lainnya. Meski awalnya mungkin kamu temenan sama aku karena Sunghoon."

Kali ini, Jake mengambil satu roti salad tuna dari kotak makannya dan menaruhnya di telapak tangan Heeseung. Hati Heeseung terasa sangat hangat saat ini.

Sebuah keberuntungan baginya mendapat teman baik seperti Jake.

"Sekali pun ternyata kamu bohong ke seluruh dunia kalau kamu anak presiden, aku pikir nggak masalah punya teman pembohong--selagi ia memang jadi temanku."

gold digger •  jayseung - hoonseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang