# 39

2.2K 413 87
                                    

"Kamu itu kayaknya memang berjiwa babu sejati. Padahal dua dari teman-temanmu sudah tahu, tetapi kamu masih mau-mau saja menemuiku ketika aku minta."

Ini sudah kesekian kalinya Heeseung mendengar Jay mempermasalahkan hal yang sama. Pemuda itu tampak sombong sekali mengetahui Heeseung masih mau bertemu dengannya masih dan mau disuruh-suruh oleh dirinya. Kuping Heeseung terasa panas ketika mendengarnya karena selalu diulang.

"Baru dua yang tahu, seluruh sekolah belum. Aku yakin kamu bisa saja kasih tau ke seisi sekolah soalku," jawab Heeseung. Dia meraih ponselnya dan membuka aplikasi galeri. "Saat waktu itu sedang seleksi, kamu buat Instastory yang sangat aneh dari samping. Kamu diam-diam foto aku dari samping, kan?" Heeseung menunjukan layar ponselnya.

Alis Jay terangkat. Tangannya mengambil ponsel Heeseung sebelum mendengus. "Kamu gak seatif itu dalam main sosial media. Kenapa kamu tahu dan punya fotonya?"

Bibir Heeseung mencebik. Dia mengambil kembali ponselnya. "Sunoo dan Jungwon yang kasih tau."

Jay tampak terkejut. "Heh, Jungwon punya kontakmu?!"

"Kami saling tukar nomor. Dia anak yang seru buat diajak ngobrol meski dia savage sekali," jawab Heeseung. Dia tersenyum kecil saat mengingat-ingat obrolannya dengan Jungwon yang biasanya hanya obrolan singkat. Lebih ke Jungwon yang banyak tanya ini-itu soal Jay; sebenarnya Jungwon juga yang banyak memberikan foto-foto aib Jay kepada Heeseung--entah apa motivasinya. Sebagai adik sepupu, Heeseung pikir Jungwon punya hubungan yang sangat dekat dengan Jay.

"Pasti dia melakukan hal yang aneh," dengus Jay. Heeseung mengangguk.

"Sama kayak kamu anehnya."

"Sialan."

Mereka hening untuk beberapa saat sebelum Jay kembali bertanya, "kenapa kamu ke sini?" tanya cowok itu lagi.

Heeseung baru men-scroll layar laptop Jay--iya, dia disuruh mengerjakan urusan OSIS lagi--saat Jay bertanya. "Karena kamu suruh aku ke sini," jawab Heeseung cuek.

Sebetulnya, Heeseung juga tidak tahu kenapa ia kembali ke sini. Dia sudah tidak punya kewajiban apa-apa lagi, dia sudah mengaku ke teman-temannya meski baru dua. Alasan agar 'satu sekolah tetap tidak tahu' adalah omong kosong belaka, Heeseung tidak sepeduli itu dengan pandangan orang lain selain orang-orang yang dekat dengannya. Yah, dia tetap takut dihujat, sih, kalau ketahuan berbohong.

Akan tetapi, itu bukan alasan yang kuat untuk kembali ke Jay.

Apa? Apa yang membuatnya tetap mau jadi babu Jay ketika seharusnya ia tidak perlu kembali?

Tidak ada tanggapan lain dari Jay. Heeseung menggigit bibirnya lembut sebelum kembali fokus merevisi kerjaan OSIS milik Jay. Dalam keadaan ini, Heeseung pikir dia seharusnya sudah bisa masuk ke kepengurusan OSIS. Dia sudah tahu semua rincian anggaran OSIS, surat-surat OSIS, dan seluruh rencana mereka untuk satu tahun. Entah Jay yang bego karena mengizinkan Heeseung melihat semuanya atau bagaimana.

"Kenapa kamu jelek banget dalam buat pendataan?" komentar Heeseung sambil berdecak kesal. Heeseung tahu Jay adalah tipikal manusia yang asal ketik datanya dan malas untuk dirapikan. Benar-benar menyusahkan. "Kalau dari awal kamu rapihkan, harusnya sudah aman."

"Untuk apa aku yang rapikan?" Jay bertanya balik dengan nada menyebalkan. "Aku, kan, punya kamu untuk merapihkan datanya. Lagian aku ada kesibukan lain."

Memang pantas untuk dihujat Park Jongseong ini.


  

  

  


Jay memang membebani Heeseung dengan banyak pekerjaan sampai-sampai Heeseung tidak bisa merasakan buku-buku jarinya lagi. Ia terlalu banyak mengetik dan terlalu banyak melihat layar laptop sampai-sampai di pelajaran terakhir, ia mereasa sangat mengantuk. Beruntungnya, hari ini tidak ada latihan OSN sehingga ia bisa langsung pulang.

gold digger •  jayseung - hoonseungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang