6

81 14 1
                                    

Raka mengantarkan Naira pulang setelah bercerita lika liku kehidupan Naira sampai di titik sekarang ini. Raka menyadari jika hatinya tidak dapat membohongi jika ia kecewa saat melihat hasil tes Naira positif hamil. Raka selalu memperhatikan Naira jika dikampus, Naira merupakan sosok gadis ceria dan juga famous dengan gaya yang sederhana membuat hati Raka berdegup kencang saat dirinya mengajar di kelas Naira. 

Raka tidak tahu perasaan apa yang sedang ia rasakan, namun Raka tidak memungkiri jika ia menyukai Naira dalam diam. Perasaan yang ia rasakan berbeda jika ia berdekatan dengan Ayu calon istrinya yang di jodohkan oleh orang tuanya, yang mereka tahu adalah Raka dan Ayu saling mencintai namun dalam diam terselip satu nama yang membuat dirinya tersenyum jika membayangkan senyum Naira. 

"Kamu harus semangat Bila, jangan pernah menyerah" Ucap Raka 

Naira menahan senyum untuk tidak salting di depan Raka. BILA panggilan khusus seorang Raka untuk Naira. Menyadari hal itu Naira tidak dapat menahan hatinya untuk tidak berkembang dan berbunga. 

"Terimakasih pak" Jawab Naira dengan sopan

"Yaudah kamu masuk, gak baik angin malem buat dedek bayi" Jelas Raka dengan nada ramahnya 

"Bila masuk dulu ya pak, bapak hati-hati dijalan" Pamit Naira dengan senyum yang mengembang dan mendapatkan lambaian tangan Raka. 

Naira menatap teras rumah yang terparkir mobil mewah yang tak ia kenal, Naira hanya mengangkat bahunya acuh dan melanjutkan langkahnya kedalam rumah. 

"Assalamu'alaikum" Salam Naira ketika menyadari dirumah nya sedang kedatangan tamu. 

"Waalaikumsalam" Jawab mereka serentak

"Nai sini kakak kenalin sama calon suami kakak" Ucap Arumi 

Mendengar Interupsi dari sang kakak Naira menoleh ke arah laki-laki itu dengan senyumnya, perlahan tapi pasti senyum Naira menghilang setelah melihat calon kakak iparnya. 

"Kenalin kak, Naira" Ucap Naira dengan menjulurkan tangannya

"Panji Prasetya" Balas Panji dan mengalami tangan Naira. Panji tidak kalah terkejut saat Naira seolah-olah belum pernah bertemu dengannya. Naira mampu mengendalikan ekspresi nya agar semua orang tidak ada yang tahu raut terkejut Naira. 

"Aku pamit ke dalam dulu" Pamit Naira 

~~~~~

Lampu kamar dimatikan membuat kamar yang berukuran 3×4 itu minim pencahayaan, hanya cahaya yang dari luar masuk ke dalam pentilasi pintu. Sedari tadi dirinya hanya melamun merenungi nasibnya. 

Pikiran nya tidak dapat fokus pada satu masalah, beban yang ia pikul sangat berat. 

Malam ini Naira hanya ingin sendiri memikirkan keadaannya kedepan dan juga nasib anaknya. Ia tidak berharap jika orang yang telah memperkosanya untuk bertanggung jawab, ia hanya ingin membesarkan anak ini sendiri Naira tidak ingin jika anaknya mengetahui bahwa dirinya adalah seorang anak yang tidak diharapkan. 

"Mba Nai"

Mbok Sri, Naira sudah menduga jika yang memanggil dirinya adalah mbok Sri. Suara mbok Sri sudah sangat familiar di telinganya. Naira tidak bersuara tidak juga bergerak untuk membuka pintu, seolah beban di pundaknya sangat berat. 

Setelah insiden dirinya dikurung dalam gudang yang penuh debu dan juga gelap, mulai saat itu Naira mencoba berdamai dengan kegelapan. Dalam diam Naira menangis fikiran nya melayang terhadap ayahnya, ia selalu berfikir positif jika ayah adalah cinta pertama bagi putrinya walau Hermawan selalu menunjukkan ketidaksukaannya namun Naira tetap menyayangi Hermawan. Lelah menangis dan memikirkan kejadian hari ini, Naira mulai membaringkan tubuhnya di atas kasur dan mulai terlelap dan berharap esok akan datang hari dimana semua orang menyayanginya. 

~~~~~

Dengan teliti Panji memandangi setiap bingkai foto yang ada di rumah calon Istrinya yaitu Arumi. Dari sekian banyak foto yang terpajang tidak ada satupun foto gadis itu. Yang ada hanya foto Arumi dari segala kegiatannya mulai dari Arumi sekolah Dasar hingga Arumi lulus kuliah. 

Memikirkan gadis itu membuat Panji memijat pelipis yang terasa nyeri untuk memikirkan hal yang cukup berat. Bukan inginnya untuk meninggalkan Naira sendiri di rumah sakit, namun karena Arumi yang sudah merengek meminta dirinya agar segera bertemu dengan kedua orang tuanya namun sekali lagi Panji dikejutkan dengan kedatangan Naira sebagai adik dari Arumi. 

"Sayang aku pamit dulu ya" Pamit Panji pada Arumi yang ada disamping nya

"Kamu kapan bawa om dan tante kesini untuk ketemu sama ayah dan ibu ku" Ujar Arumi dengan nada manja

"Segera, aku janji tidak akan lama setelah aku mengurus semua permasalahan yang ada disini aku akan segera membawa orang tuaku kesini" Jelas Panji memandang mata Arumi, mata yang selama lima tahun ini selalu menunjukkan rasa kasih sayangnya. 

~~~~~

Pagi menjelang Naira sudah rapi dengan rambut panjang yang dibiarkan terurai dengan indah di punggungnya. 

"Mbok Nai berangkat dulu yah" Pamit Naira yang tidak lupa mencium tangan mbok Sri. 

Naira berjalan santai dengan senyum yang menghiasi wajahnya, ia ingin mengawali harinya dengan senyuman walau rasa sakit di kepalanya yang belum juga mereda. Langkahnya terhenti saat mendengar suara menginterupsi dirinya. 

"Sudah tidak tau sopan santun ya kamu? Ada orang disini main nyelonong aja dasar anak si---" 

"Cukup yah" Celah Naira yang tidak ingin mendengar ungkapan ayahnya

"Anak pembawa sial kan yah? Naira sudah tau yah. Teman-teman Naira juga bilang gitu yah. Mungkin bukan sekedar dari itu-----" Jeda Naira menarik nafas untuk melanjutkan pembicaraannya walau terasa sakit dan nyeri di hatinya

"Atau aku juga anak haram? Soalnya teman-teman bilang aku anak haram sih, bukan teman-teman aja tapi sepupu Naira juga bilang gitu" 

"Hahahaha-" Naira tertawa renyah mengambarkan betapa miris nasibnya. 

" Untuk beberapa bulan ini yah Nai mohon Nai ingin menjalani hari-hari dengan tenang yah untuk beberapa bulan ini aja Nai mohon" Pinta Naira yang sudah lelah dengan cemohan ayahnya. 

Mendengar penuturan Naira Hermawan membuang kasar koran yang sedang ia baca ke sembarang tempat dan pergi dari ruang tamu. 

"Dek----" sapa Arumi yang sudah terbiasa melihat kejadian ini setiap hari. 

"Kamu yang sabar yah dek, kakak yakin suatu saat ayah dan ibu akan berubah. Percayalah mereka sayang kamu hanya saja penyampaian yang salah" jelas Arumi

"Nai udah terbiasa kok kak. Nai juga gak pernah benci ayah dan ibu, Nai yakin ayah dan ibu itu selalu menyayangi Naira" jawab Naira dengan penuh ketegaran. 

"Maafkan kakak yang gak bisa membela kamu di depan ayah dek" 

"Gak masalah kak. Yaudah Nai berangkat dulu ya takut kesiangan" pamit Naira yang dibalas dengan senyuman oleh Arumi. 





Temporary WifeDonde viven las historias. Descúbrelo ahora