28

2.6K 347 36
                                    

"Kita laporin ke polisi aja gimana? Ada Seungcheol yang bisa jadi saksinya."

Jeonghan menggeleng pada saran yang diberikan nyonya Choi. "Nggak usah, Tante. Jeonghan nggak apa-apa kok, Jeonghan baik-baik aja."

Bohong.

Bagaimana bisa dirinya baik-baik saja setelah melalui semua yang terjadi padanya selama ini? Jika bukan karena mamanya, ia pasti akan langsung melakukan apa yang diminta oleh nyonya Choi. Hanya saja mamanya. Jeonghan tahu wanita tercintanya itu pasti akan sedih setelah mengetahui apa yang terjadi padanya. Dan membuat wanita itu sedih, adalah hal terakhir yang ingin Jeonghan lakukan di dunia ini.

"Lo serius?" Itu Seungcheol. Pria itu baru kembali setelah mengganti seragamnya. Ia duduk di samping Jeonghan, memberikan sebuah hoodie berwarna navy untuk dipakai Jeonghan.

Gadis itu mengangguk, menerima hoodie yang diulurkan oleh Seungcheol. Memeluknya erat di depan dada. Nyonya Choi langsung mengisyaratkan Jeonghan untuk mengikutinya ke kamar mandi, membersihkan diri agar ia tak terlihat seberantakan sekarang.

Jeonghan hanya butuh waktu lima belas menit untuk membersihkan dirinya. Ia keluar dengan sebuah hoodie besar dan celana training besar yang membungkus dirinya. Itu punya Seungcheol. Jeonghan tidak tahu kenapa pria itu meminjamkannya baju saat ia bisa meminjam milik nyonya Choi. Pasti jika ia menggunakan milik nyonya Choi, bajunya tidak akan sebesar ini bukan?

Gadis itu diajak duduk bersama di ruang makan. Hanya bertiga, tanpa papa Seungcheol yang katanya belum pulang. Nyonya Choi bilang, suaminya itu akan pulang agak terlambat karena pekerjaannya sedang menumpuk.

"Makan yang banyak ya, habis ini Seungcheol antar kamu pulang. Lebih baik kamu pulang sebelum Papanya Seungcheol pulang, daripada kamu dinasehati sama dia." Kening gadis itu berkerut mendengar ucapan nyonya Choi. Ada apa dengan papanya Seungcheol?

Melihat temannya yang kebingungan, Seungcheol langsung memberikan penjelasan. "Lo bilang gue patriarki kan?" Jeonghan mengangguk lambat, masih mencerna ucapan Seungcheol. "Kalo gitu Papa gue lebih patriarki dari gue."

Sekarang Jeonghan paham. Ia baru ingat jika prinsip Seungcheol itu diturunkan dari keluarganya. Papanya, mamanya, semuanya memiliki prinsip derajat laki-laki selalu di atas perempuan, jadi perempuan tidak boleh melakukan hal yang biasa laki-laki lakukan begitu juga sebaliknya.

"Sebenarnya prinsip itu udah ada dari buyut gue sih. Kebanyakan keluarga gue itu dijodohin. Kayak Mama misalnya, dia nikah setelah lulus sekolah. Dipaksa sama Kakek karena katanya cewek itu ya tugasnya jadi ibu rumah tangga." Lanjut Seungcheol. Ia mengingat kembali semua ajaran-ajaran yang sudah orangtuanya terapkan kepadanya sejak kecil. Tentang bagaimana cara seorang pria memperlakukan wanita, tentang bagaimana seorang pria tidak boleh kalah terhadap wanita. Pria itu dominan, pria itu pemimpin, dan sejenisnya.

Dan melihat riwayat papa dan kakeknya yang harus melalui perjodohan untuk menemukan pasangan, Seungcheol jadi khawatir dirinya juga harus melalui tradisi itu.

^^^^^

Sudah satu Minggu sejak ayah Mingyu dirawat di rumah sakit. Pria tua itu sudah sadar, namun sayang, ia berakhir kehilangan fungsi kakinya karena trauma yang dialaminya. Menyedihkan, bagi pria itu dan ibunya, tentu saja.

Karena Mingyu tidak merasa demikian. Ia justru bersorak dalam hati mengetahui pria tua yang kasar itu sekarang tak dapat melakukan apapun lagi.

Dia lumpuh.

Pria tua yang lumpuh.

Mingyu mengulas senyum lembut melihat Wonwoo yang baru saja sampai di sekolah. Gadis itu akhir-akhir ini selalu berangkat sendiri, menolak ajakan Junhui untuk berangkat bersama. Katanya, Junhui belakangan ini menjadi sangat cerewet. Ia mengomentari apapun yang Wonwoo lakukan, dan gadis itu tak menyukainya.

Our Stories (SVT GS) ✓Where stories live. Discover now