04

8.1K 569 15
                                    

Manusia tetaplah manusia. Mereka tak akan sadar sebelum ditegur dengan keras.

-NzwStry-

•••

Orang-orang kayak mereka nggak lebih adalah lebah yang berdengung-dengung. Memang Mereka itu bisa menyengat, tapi Gue punya pelindung tersendiri yang ngebuat Gue nggak terluka dari sengatan Mereka.

-Queen Zalena Andromeda-

•••

"Gue buka pintunya dulu, Bang." Tanpa memberi kesempatan Adkha berbicara, Zalen sudah pergi ke pintu ruang tamu dan membukanya. Terpampanglah tiga orang laki-laki dengan seragam acak-acakan dan satu orang yang memalai seragam dengan rapi, lengkap dengan lencana dan dasi. Siapa lagi kalau bukan Mark, Sammy, Langit, dan Dezan.

"Pagi Cantik!" Sapa Langit dengan gaya khasnya, tengil. Zalen menatap keempat orang itu datar, "Ngapain ke sini? Ganggu aja." Mark tersenyum angkuh, "Ketemu Adkha lah." Lalu tanpa izin masuk ke dalam rumah. Gadis berambut sebahu itu berdecak. Tanpa menggubris tiga orang lainnya Dia kembali masuk dengan membiarkan pintu terbuka lebar. Sammy menyenggol bahu Dezan yang tetap diam, "Jan, Lo masih-"

"Jangan panggil Gue Jajan bisa nggak sih! Nama Gue Dezan, goblok! Lidah Lo kepleset? Mau Gue kasih pel biar sekalian lidah Lo itu kinclong, hah?!" Sammy bergidik ngeri saat Dezan memotong ucapannya dengan raut wajah kesal, "Lama-lama Gue potong lidah Lo!"

"Fix, Jajan PMS." Setelah mengatakan tiga kata itu, Sammy pun masuk ke dalam rumah dengan secepat kilat. Dezan menggeram, "NAMA GUE DEZAN GOBLOK! GUE JUGA COWOK! COWOK TULEN BAJINGAN!"

Langit yang kebetulan berada tepat di sampingnya meringis, "Bisa nggak sih Lo waras dikit aja? Nggak malu Lo teriak sekencang itu dilihatin sama tetangga?" Dezan menatap temannya tak terima, lagipula siapa yang duluan cari gara-gara? Kenapa malah Dia yang terkena imbas omelan Langit yang bahkan menjadi saingan para ibu-ibu di luaran sana?

"Lagian tuh bocah yang mulai!" Elaknya. Langit menghembuskan napas lalu pergi meninggalkan Dezan sendirian di pekarangan rumah. Laki-laki itu menendang kerikil di dekatnya, lalu dengan kesal Dia masuk dan tak lupa menutup pintu. Tak peduli dengan pakaiannya yang tadinya rapi menjadi acak-acakan.

"Bang, ada teman Lo." Ujar Zalen, gadis itu duduk di salah satu kursi kosong di meja makan dan kemudian mengoleskan roti dengan selai coklat kacang. Adkha yang baru saja menyelesaikan acara sarapannya menatap malas keempat orang tak diundang yang datang ke rumahnya, "Siapa yang nyuruh Kalian ke sini?" Mark mengendikkan bahu acuh, kemudian melirik Langit yang dapat dipastikan ingin mengganggu Zalen sarapan.

Adkha menghela napas, dosa apa Dia memiliki teman-teman yang kurang akhlak begini? Yang satu playboy cap buaya, yang satu punya mulut sepedas seblak Mbak Jamilah di perempatan sekolah, yang satunya rajin tapi emosian, dan sisanya tengil and nggak bisa diam.

"Apaan sih Lo, Bang! Gue sumpel mulut buaya Lo itu pakai pisau mampus Lo!" Sentak Zalen dengan wajah memerah menahan amarah. Mark menatap Langit tajam, "Heh Onta! Nggak usah bikin ulah Lo!" Laki-laki itu menarik kerah seragam sahabatnya agar menjauh dari Zalen yang mendelik kesal. Namun itu tak bertahan lama karena gadis berambut coklat kemerahan itu kembali fokus dengan makanannya.

Setelah kerusuhan di rumah Adkha dan Zalen, keenam orang itu mulai bergegas pergi ke tujuan mereka, SMA Hengaladon. Zalen memakai jaket yang Ia miliki dan memasang helm lalu tanpa kesulitan menaiki motor besar milik kakaknya. "Siap?" Tanya Adkha memastikan, "Yupz!"

Kelima motor itu pun mulai menjauhi pekarangan rumah. Jalanan Kota Jakarta hari ini ramai seperti biasa, asap polusi dari kendaraan di mana-mana. Namun, manusia tetaplah manusia. Mereka tak akan sadar sebelum ditegur dengan keras. Zalen merasakan sinar matahari yang menyilaukan matanya, karena itulah Dia memeluk Adkha untuk menghalangi pandangannya. Panas bor!

Dari balik helm Adkha tersenyum lebar. Rasanya senang saja saat adikmu meminta perlindungan walau itu secara tak langsung.

•••

Lima motor yang menjadi incaran semua kaum adam memasuki pekarangan sekolah SMA Hengaladon yang penuh akan murid-murid yang lalu-lalang. Suasana yang ramai bertambah ramai karena pekikan-pekikan para siswi pada inti Salvadore. Ditambah dengan bisikan-bisikan gosip yang mengarah pada sosok gadis bernetra coklat gelap, Queen Zalena Andromeda.

Aaa, akhirnya Gue bisa ketemu Mereka secara langsung!

Alay! Biasanya juga tiap hari Mereka lewat sini.

Masih gantengan Gue.

Pala Lo ganteng! Muka kek panci gosong aja belagu.

Adkhaaa, angkat Gue jadi bini Lo, pleasee!

Pengen deh jadi Zalen.

Zalen udah masuk? Gila, tambah cantik aja tuh cewek.

Auto jadi bahan bully-an lagi sama Sevin cs.

Akhirnya bakal ada tontonan gratis.

Kagak ada akhlak Lo!

Zalen menulikan pendengarannya dan langsung memberikan helm yang Ia pakai pada Adkha. Dezan yang telinganya mudah panas pun ingin membungkam ucapan-ucapan mereka, namun Zalen segera menahan dan menggeleng. "Jangan Kak, nggak perlu ladenin Mereka." Ucapnya, "Tapi Zal-"

Sebelum melanjutkan ucapan penuh protes yang dilontarkan laki-laki itu, Dia sudah menyergah terlebih dahulu. "Nggak perlu, Kak. Mereka cuma netizen yang nggak tahu apa-apa. Orang-orang kayak mereka nggak lebih adalah lebah yang berdengung-dengung. Memang Mereka itu bisa menyengat, tapi Gue punya pelindung tersendiri yang ngebuat Gue nggak terluka dari sengatan Mereka."

Semua anggota inti Salvadore termangu, takjub dengan ucapan juga tatapan mata yang penuh akan keseriusan juga tekad yang belum pernah mereka lihat darinya. Seakan-akan selama ini Dia sudah berevolusi menjadi dirinya yang sebenarnya. Senyum Mark merekah, "Itu baru Adik Gue!" Tuturnya dengan bangga, Dia mengacak-acak rambut gadis itu. Adkha mendelik sinis, "Enak aja! Dia adik Gue ya! Cuma Gue KAKAK-nya, nggak ada yang lain." Balasnya seraya menekan kata 'kakak' di kalimatnya.

Mark mencebik kesal, "Hilih!"

Zalen memutar bola matanya malas, Dia mengkode Langit dengan sekali tatapan dan dibalas anggukan kecil. Keduanya pun meninggalkan dua orang yang sibuk berdebat sampai tak sadar sekitar, diikuti dengan Dezan juga Sammy yang sedari tadi mengamati pertengkaran antara laki-laki bermulut pedas alias Mark dengan laki-laki anti perempuan kecuali dengan adiknya alias Adkha.

"Ekhem!" Suara deheman menghentikan perdebatan kedua orang itu. Di tengah-tengah Mereka terdapat seorang guru yang dikenal killer, Pak Subhan. Adkha tersenyum paksa dan berusaha menyapa guru itu dengan sesantai mungkin, "Eh, ada Pak Subhan. Apa kabar, Pak? Udah lama nggak ketemu, hehehe..."

Mark pun sama keadaannya. Dia pun mengangguk cepat, "Benar kata teman Saya Pak. Tahu nggak, Saya kangeeen banget dihukum sama Bapak." Katanya dengan melebih-lebihkan. Dan itu membuat senyum Pak Subhan yang bertambah lebar, bukannya terlihat ganteng, tapi yang didapat malah horror. Sepertinya Kuyang bakal insecure.

Pria setengah botak itu pun berdehem dan menatap lekat kedua murid kesayangannya, "Nah, karena Bapak lagi baik, jadi sekarang-"

"Boleh masuk kelas kan Pak?!" Adkha memotong dengan senang. Guru itu menggeleng, "Lah, terus ngapain Kita di sini Pak?"

"Bantuin bersihin gudang belakang." Jawabnya enteng. Adkha dan Mark pun mengumpat dalam hati.

Itu tetap hukuman namanya, Surdianto!!! -Mark

Sialan!
-Adkha


The Transmigration of Souls : The Same World [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang