50

972 123 11
                                    

Pede itu penting!

-Basil Argersa Quirino-

•••

Angkara mengkode seluruh anggotanya untuk mulai melempari tali yang ujungnya telah diberikan sebuah benda besi lancip agar Mereka bisa menaiki gedung dengan tali tersebut. Satu persatu dari Mereka naik ke atas sana, terakhir diikuti anggota inti yang mulai menaikinya sama seperti yang dilakukan para anggotanya.

Di sisi lain, Salvadore sudah berkumpul di depan gedung dengan sang ketua yang memimpin pasukannya. Dia pun mulai memerintahkan Mereka untuk bergerak, "Bergerak sekarang sesuai rencana. Pastikan jangan sampai membuat suara yang bisa membangunkan kecurigaan Mereka. Ingat, Mereka punya senjata."

"Pak Ketu, boleh ambil senjata Mereka nggak? Kalo ngelawan Mereka pakai tangan kosong itu pasti nggak mungkin." Protes Niel dengan tatapan waspada pada dalam gedung yang bisa saja penuh akan jebakan yang Mereka tidak tahu.

Adhka tersenyum miring, "Apa Gue pernah bilang kalo ngambil senjata musuh itu dilarang?"

"Nggak, Ketua!"

"So, lakuin sekarang!"

"Baik!" Semua anggota Salvadore segera membuat kelompok dengan anggota inti sebagai pemimpin tim.

Dezan memimpin di bagian timur, Sammy di bagian barat, Langit di bagian utara, dan Adhka langsung bergerak di pintu utama alias selatan. Mereka semua mengepung gedung tersebut tanpa memberikan sedikitpun celah. Di sisi atas gedung terdapat Angkara dan anggota Pasific yang sudah memberikan kode pada anggota Salvadore agar segera masuk.

Kael menatap para anggotanya dengan tatapan yang tak pernah luntur mengawasi sekitar, "Inget, Kalian tugasnya membantu Salvadore sebagai perisai dan nolongin adiknya Wildan. Biar Salvadore nangkep Mereka yang berhubungan sama penculikan ini. Setelah itu Kita ke tempat selanjutnya. Paham?!"

"Siap, paham!"

Seakan sudah terlatih Pasific maupun Salvadore mulai menjalankan rencana Mereka tanpa kesulitan walau pastinya nanti akan menemukan hambatan dalam misi berbahaya Mereka kali ini.

Langit dan tim-nya yang baru saja masuk segera saja diserbu oleh banyaknya orang berbadan kekar dengan pakaian serba hitam dan topeng khas bawahan dari Longan, "Itu Mereka! Serang!" Seru salah satu dari Mereka membuat Langit dan yang lainnya segera barisan membentuk lingkaran.

"Siap?" Tanya Langit yang tak mengalihkan fokusnya ke arah depan. Dan jawaban kompak anggotanya membuat Langit membentukkan sebuah seringaian yang amat jarang Ia perlihatkan, "Siap!"

"Mari Kita perlihatkan sosok Salvadore sebenarnya." Gumamnya, itu semakin menambah gelora semangat di benak para anggotanya.

Beberapa dari pihak musuh mulai menyerang dari arah kiri dan segera diberi tendangan oleh Miguel sampai tersungkur. Segera lelaki itu merebut sebuah pistol dari jaketnya. Lalu dengan cepat Dia menembak tepat ke arah kepalanya sebelum musuhnya kembali bangkit.

Dorr

"Sialan! Balas Mereka!"

Bia memukul tenguk kepala musuh yang berusaha menjatuhkan Athar. Mereka berdua saling membelakangi satu sama lain dengan senjata masing-masing. Athar dengan sebuah pistol dan Bia dengan samurai. Gadis itu terlihat menikmati permainannya, yaitu melepaskan kepala sampai lepas dan hal lain yang membuat beberapa anggota yang melihatnya sekilas bergidik ngeri.

Blass

Bia tersenyum miring, "Lebih seru mutusin secara langsung daripada di game ternyata." Ujarnya seraya menggerakkan tubuhnya untuk menangkis ataupun menusuk bahkan menebas kepala musuh. Tak tanggung-tanggung Ia menusuk perut dua musuhnya sekaligus. Dia sama sekali tak mempedulikan noda darah menjijikan di pakaian dan wajahnya.

Dorr

"Arghh!"

"Dezan!" Adhka segera melumpuhkan musuh yang mendekati dan menghalangi pergerakannya dengan cepat dan segera berlari menolong laki-laki itu. Dia menjadikan dirinya sebagai perisai agar tak ada yang bisa mendekati Dezan yang sedang diobati secara cepat oleh Joshua.

Tepat setelahnya, Kael dan Basil membantu Adhka melawan Mereka. "Sori rada telat!" Kata Basil dengan senyum menawan. Kael menatap temannya itu dengan sinis, dengan emosi Dia menembak salah satu musuh tepat di jantungnya.

Dorr

"Dalam keadaan genting kek gini Lo masih  ngartis? Gila!" Makinya dengan ekspresi tertekan.

Brugh

"Pede itu penting!" Kilah Basil sembari membanting tubuh salah satu musuh dengan lumayan keras.

Adhka berdecak, "Tapi tahu situasi lah, Bro! Ini masalahnya Kita bakal tetap hidup atau mati?! Authornya aja kek setan!" Gerutunya dengan kesal.

Bugh

Dezan menonjok wajah musuh lalu segera merebut sebuah belati yang dipegang olehnya. Secepat kilat Ia menusuk lehernya, alhasil darah mengenai wajahnya. Tapi sama sekali tak Dia pedulikan.

Jleb

"Arghh!"

Di sisi lain, Angkara, Raka, dan Raga berada di lantai paling atas. Tak ada siapapun atau apapun kecuali barang-barang rongsokan yang sudah tak berguna. Raga mengacak-acak rambutnya frustasi, "Di mana, sih, anjir?! Apa jangan-jangan Kita ditipu?"

Angkara menggeleng, "Ini bener. Cukup waspada, Gue yakin Mereka ada di sini." Tuturnya dengan tangan yang siap siaga untuk menonjok siapapun.

Prok prok prok

"Wow, apa kabar Pasific? Omong-omong, Gue takjub dengan solidaritas Kalian dengan Salvadore."

Ketiganya segera membalikkan badan dan terpampanglah tiga sosok yang Mereka kenali. Wajah ketiganya menjadi syok saat melihat seseorang yang tak pernah Mereka pikirkan bisa menjadi pengkhianat.

Amarah menguasai sang ketua Pasific itu, "Sialan Lo, Wil! Jadi tebakan Cerbera benar?! Lo pengkhianatnya sama kek Alan?!" Amuknya.

Geani tertawa pelan, "Baru tahu? Wah, bodoh sekali." Cibirnya dengan tatapan mengejek.

Raka menatap gadis itu tajam, "Jadi Lo dalang dari semua yang terjadi? Bodoh, di mana akal sehat Lo sebagai manusia?!"

"Akal sehat? Gue?" Gadis berambut pendek itu pun menujuk dirinya sendiri dengan ekspresi tak bersalah, "Buat apa mikir pake akal sehat buat karakter nggak nyats kayak Kalian? Lagian semua yang atur hidup Kalian itu Gue selaku Author." Jawabnya dengan enteng.

"Anj-"

"Oh iya, Lo mau lepasin nih cewek kan?" Dapat terlihat Sevien yang sudah bisa dibilang jika tak baik-baik saja dengan rambut acak-acakan dan luka di mana-mana. Jejak air matanya masih terlihat sampai kantung matanya menghitam.

Raga mengeratkan kedua tangannya penuh amarah. Bagaimanapun juga Sevien adalah adik dari sahabatnya. Dia pun segera mendekat ke arah Angkara yang sudah diliputi oleh amarah, "Kita harus nolongin Wil sama Sevien, Kar. Gue yakin Wildan juga kepaksa ngelakuin itu. Dia dikendaliin sama kayak yang lain." Bisiknya pelan dengan tatapan yang mengarah pada Geani.

"Hm." Anggotanya benar. Dalang dari semuanya adalah sosok yang sedang tersenyum iblis. Sedangkan yang lain dapat dipastikan adalah korbannya. Dengan pelan sang ketua segera memberikan instruksi, "Rag, Lo pastiin lepasin Sevien dari rantai. Rak, Lo bikin Wildan pingsan, pukul belakang kepalanya. Dan sisanya biar Gue tanganin."

Raka menatap ketuanya tak setuju, "Itu beresiko, Kar. Tuh cewek nggak bisa dianggap remeh."

"Gue tahu, maka dari itu, selamatin korbannya dulu. Biar pelakunya Gue bunuh dengan tangan Gue sendiri."











The Transmigration of Souls : The Same World [ END ]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant