4

12.2K 1.2K 90
                                    

"Rena mesti gimana?" Naya merengek, tadi setelah Jeno berangkat kerja, Naya langsung pergi ke apartemen Rena.

"Nay, tenang. Jadi ya gini sekarang, Lo istri nya, yang dia lakuin ke lo itu wajar, itu hak dia Nay."

"Ya tapi kan harus ada persetujuan kedua belah pihak dong?"

"Hilih lo paling juga enak."

Itu suara Echa, si mahkluk yang lagi makan kripik kentang dalam kaleng. Mulut nya emang bener bener minta di sekolahin lagi.

"Ini bukan masalah enak gak enak nya Echa."

Naya mengerang frustasi.

"Naya, dia suami lo, harus nya lo seneng karena kalian udah bisa saling memberi nafkah batin satu sama lain, jangan dibikin ribet ya?"

"Echa sejujurnya gue takut canggung sama dia," mata Naya kini mulai meredup.

"Coba Lo pikirin, sekarang gue sama dia udah gituan, ntar nih kalo gue hamil gimana?"

Rena mau nangis aja rasanya. Ya kalo hamil, bukan nya dia punya suami? Kenapa malah jadi kayak ABG ribet.

"Naya stop memperumit masalah, Lo kalo hamil ada suami ya, anak Lo juga gak mungkin kekurangan apa-apa."

Rena berusaha memberi pengertian.

"Dia gak cinta sama gue Re, gue juga enggak."

"Cinta dateng nanti ya Nay, jalanin aja dulu ya?"

Naya mengangguk, Rena mengusap punggung teman nya. Sedangkan Echa asik memakan kripik nya.

.....

Naya sampe rumah kisaran jam 7 malem, sial Jeno udah ada di ruang tengah.

"Darimana?"

"Ketemu temen-temen," bales Naya singkat.

"Nay? Can we talk?"

"Ofcourse, sebentar gue mandi dulu."

Jeno hanya mengangguk. Menatap kepergian Naya dengan pandangan datar bercampur kesal. Bukan pada Naya, tapi pada dirinya sendiri.

30 menit lebih, Naya akhirnya keluar dari kamar dan menghampiri Jeno di sofa ruang tengah.

"Kenapa Jen?"

"Udah makan malem?"

Kenapa malah pertanyaan itu yang keluar dari mulut Jeno? Naya berekspektasi mereka akan berbicara tentang masalah kemarin.

"Udah tadi sama Rena sama Echa."

"And for yesterday, sorry"

"Gak ada yang perlu dimaafin Jeno. Lupain aja. Anggep aja yang kemarin itu gak pernah kejadian. Lo juga mabuk. Gue ngerti itu."

Lagi lagi darah Jeno terasa mendidih akan ucapan Naya.

"Nay?"

"Yes?"

"Segitu gak suka nya lo sama gue sampe lo nyuruh gue lupain aja?"

"Gue gak mau kita canggung jen, cuma karena masalah ini."

Jeno menghela nafas berat. Kenapa wanita ini seolah olah memagari diri nya agar Jeno benar benar tak bisa menjangkau nya.

Naya jadi gugup ditatap Jeno dengan tatapan dingin nya. Ia berusaha meluruskan masalah kedua nya.

"Satu lagi, jangan salah tanggap Jeno. Gue tau berat bagi lo buat jalanin hidup sebagai suami gue. But please jangan mabuk separah kemarin. Gue janji gue gak bakal nyusahin lo. Atau kalo sebelum nya lo punya pacar, gak apa apa datengin aja dia, gue gak apa apa kok. Toh hubungan kita cuma sebatas pernikahan settingan."

"Cukup Naya, you shouldnt cross the Line."

Jeno tak tahan lagi. Lebih baik dia masuk kamar, sebelum emosi nya benar benar memuncak disini karena kalimat Naya.

Apa-apaan itu tadi? Menemui wanita lain? Disaat diri nya hanya memuja wanita dihadapan nya. Itu cukup keterlaluan. Jeno bisa saja berteriak pada Naya mengatakan dia mencintai Naya. Tapi apa arti nya itu sekarang? Itu hanya akan menambah jarak diantara mereka. Naya tak menyukai Jeno. Itu kesimpulan yang Jeno dapat.

"Jen, sorry kalo gue salah ngomong," Naya menghela nafas. Seperti nya ia salah bicara.

"Nope, thanks udah kasi ijin, dan thanks pengertian nya. Gue mau ke kamar."

Jeno meninggalkan Naya yang terpaku di ruang tamu.

"Apa gue salah ngomong ya?"



....



Jeno hampir menyerah, dua Minggu setelah kejadian Naya mengatakan dia boleh menemui wanita lain, pikiran Jeno selalu menuju ke arah negatif.

Apa Naya juga punya kekasih?
Apa Naya juga menemui pria lain sehingga dia begitu gampang nya memberi ijin Jeno menemui perempuan lain?

Dua minggu ini juga Jeno jadi benar benar menghindari Naya, mulai dari tak pernah sarapan sebelum berangkat kerja, dan pulang setelah jam makan malam. Dia ingin melihat Naya, dia ingin menjadi satu satu nya sandaran Naya. Tapi sepertinya permintaan memaksa papa nya untuk menikahkan dia dengan Naya itu salah.

Prankk

Kaca di toilet ruang kerja jeno kini menjadi korban nya.
Lucas yang mendengar itu dari luar segera masuk.

"Bos? Kenapa?"

"Gak apa-apa, semua nya baik baik aja."

"Tangan lo bos, ngapain lo mukul kaca? Ngapain nyari sakit sendiri sih?" Tanya Lucas.

"Gue emang suka kali ya Cas nyari sakit sendiri?"

Lucas hanya mengernyit. Dia semakin yakin si bos punya masalah.

"Bentar gue ambilin perban sama obat merah."

Lucas mencari obat merah dan perban yang ada di pojok ruangan Jeno.
Setelah membersihkan luka Jeno kemudian ia memakaikan perban.
Lucas tak berani bertanya apa masalah Jeno mungkin itu cukup privasi.

Kalo kaya Mark Privasi jigeum.

"Cas? Gue mau minta tolong."

"Awas aneh aneh Lo?"

"Cariin gue cewek panggilan."





To be continue.

15 part? Otte?

HomeWhere stories live. Discover now