15

373 69 7
                                    

" hah...hah...hah..."

" K..ita....Tak akan...berhasil." aku menghela nafas berat dan terus berlari dibelakang Yangyang. Debuman keras kembali terdengar, sekali dua kali hingga beberapa kali dan lama kelamaan semakin dekat.

Air mata dan keringat tak lagi mampu ku bedakan. Keduanya sudah bercampur sejak beberapa menit yang lalu.

Asin, iya rasanya asin setiap mulutku mengecap air mata atau keringat. Aku yakin, Yangyang di depanku juga merasakan hal yang tak jauh berbeda. Genggaman pemuda itu terus mengerat seiring laju lari yang kian bertambah.

" Semakin banyak keluhanmu...semakin kecil kemungkinan kita...selamat..." Yangyang berlari seakan enggan berhenti. Tentunya, karena saat ini kami sedang berlomba dengan ledakan di lantai ketiga. Pasalnya aku dan Yangyang masih ada di lantai 2.

Ledakan itu, tak terduga. Mencekam sekali apalagi kami tidak tau ledakan selanjutnya akan terjadi dalam beberapa detik atau menit lagi, ya kan? Puing-puing terus berjatuhan dan goresan tertoreh disana sini. Lebih tepatnya di bagian tubuhku dan Yangyang.

Kemeja yang digunakan Yangyang pun sudah koyak sana sini. Tak jauh beda dengan hoodie yang kupakai juga.

Hingga ledakan terdengar dan udara panas menerpa punggungku.

" Ughh...Yangyang!" Yangyang tersungkur dan tepat di depannya puing bangunan berukuran cukup besar menghantam lantai beton dan anggota tubuh manusia berhamburan dari atas sana.

Aku terjatuh dan diam menatap nanar lubang besar di depan kami. Aku melirik Yangyang, ia juga terlihat syok. Lalu kembali memperhatikan lubang itu. Di dasar lubang, bangkai atau tubuh zombie yang masih utuh berserakan. Ada yang masih bergerak dan ada pula yang sudah kaku juga busuk.

" Hoek...!"aku menutup hidung dan mulutku. Yangyang menatapku iba. Dia juga sedikit tak enak dengan pemandangan ini, tapi lebih memilih sok kuat.

Sebelah tangannya memijat tengkukku.

" Ah, oke. Aku tak apa,...aku tak apa." Aku menghela nafas, lalu bangkit kembali. Yangyang juga ikut dan kini raut wajahnya jadi rumit.

" Bagaimana cara melewatinya?" tanya Yangyang tanpa menatapku. Ia bergerak gusar. Andai tak berhati-hati, pasti puing-puing bangunan itu sudah menimpanya.

BRAAAKKK!
BRAAAKKK!
BRAAAKKK!
GUBBRRAAAAKKKK!!

" GISELLE!!" tepat dengan jatuhnya reruntuhan lain, Yangyang dengan cepat menarikku bahkan memelukku dan nekatnya melompati lubang besar itu.

BRUGH!

" Uhhh...Ya-Yangyang." panggilku lirih saat merasakan sakit setelah terpental pada lantai beton yang mulai retak. Aku membuka mataku, dan Yangyang tidak terlihat dimanapun. Aku merasa takut. Jika Yangyang tidak selamat....itu artinya aku sendirian sekarang.

Sesuatu mengalir dari telinga dan pelipisku. Bahkan kaki kiriku tak bisa di gerakkan. Tanganku bergerak pelan, mengusap pelipis dan telinga, lalu mendapati darah kental yang mengalir cukup banyak. Lalu kakiku,...rupanya sesuatu seperti kawat menusuk daging betisku. Lumayan besar, mungkin seukuran jari telunjuk ku sendiri.

Melihat darah yang mengalir di mana-mana air mataku ikut mengalir.

" Hiks...ma-mama..." isakku lirih. Sakit, aku baru bisa merasakan sakit dibagian betis dan gendang telingaku sekarang secara bersamaan.

Aku juga tidak bisa banyak bergerak karena salah -salah, kawat itu bisa menembus semakin dalam dan rasanya akan semakin menyakitkan.

" Giselle!" Yangyang datang sambil memangku tangan kanannya. Samar-samar aku melihat dilengan kemeja bagian sikunya tercetak sesuatu seperti darah yang basah.

Virus of Zee[✓]Onde histórias criam vida. Descubra agora