40

284 52 7
                                    

Sunoo membawaku ke sebuah gudang, bersama dengan paman zombie itu. Kupikir, kemana perginya Suwoon dan ketiga temanku yang lain. Rupanya mereka semua ada disini atas arahan Sunoo.

Ningning yang melihatku pertama kali langsung berlari padaku lalu memelukku erat. Diikuti juga oleh Suwoon.

"Kak Giselle," cicit gadis ini sembari menangis dibahuku.

Aku menepuk bahu dan punggungnya lembut. Tangan kiri kugunakan untuk mengelus puncak kepala Suwoon."Aku tidak apa-apa," balasku serak.

Saat kembali memandang ke depan, Jeongin dan Haruto menatapku dengan tatapan mata penuh penyesalan.

Aku mengerti. Mereka semua seperti ini karena khawatir dan merasa bersalah.

"Tapi aku sungguh tidak apa-apa," ujarku lagi.

Ini, adalah waktu dimana aku sangat asing dengan semua tatapan itu. Ningning begitu mencemaskan ku sampai menangis.

Suwoon juga ikut berkaca-kaca, lalu Jeongin dan Haruto. Bahkan Sunoo terus menatapku dengan pandangannya yang sulit dimengerti.

"Terima kasih sudah mencemaskan diriku," ujarku tulus. Aku tersenyum pada mereka semua. Sunoo lebih dulu membuang muka dan menyuruh kami kembali mengikutinya. Aku pun mengangguk dan mengajak mereka semua.

Sunoo berhenti di depan sebuah pintu, ruangan bernuansa putih yang kosong. Hanya ada sebuah komputer menyala yang sepertinya habis digunakan oleh orang lain.

"Kak Giselle," ia berdeham pelan, lalu menoleh pada sosok paman zombie dibelakangku."Paman Kaiho," panggilnya membuat kami semua menoleh kebelakang.

Paman zombie nampak kebingungan. Jelas dari raut wajah seramnya.

"Ada yang ingin kukatakan tentang kalian." imbuhnya lalu menyuruh aku dan paman yang ia panggil dengan nama 'Kaiho' tadi, mendekat dan masuk keruangan itu mengikutinya.

Yang lain pun ikut masuk meski tak disuruh. Mereka mungkin mengikuti kami dengan rasa penasaran. Sedangkan aku hanya bisa berdiam diri, sambil merasakan detak jantung yang saat ini berpacu cepat sekali. Rasanya seperti,...ini adalah momen yang membuat adrenalinku naik secara ekstrim.

"Apa kau percaya dengan apa yang kutau?" tanya Sunoo tiba-tiba. Ia berbalik padaku dan menyunggingkan senyum kecil."Aku sudah yakin ini dari dulu dan kurasa, kau juga merasakannya."

Aku menelan ludah dengan kasar. Sementara degup jantungku makin berpacu cepat hanya dalam setiap detik yang bertambah.

"Apa?" tanyaku ragu-ragu.

Sunoo kembali pada komputer dibelakangnya,"Fakta. Fakta bahwa kau bukanlah anak kandung dari Osaki Nakawa dan Osaki Misaki." cetusnya yang membuatku reflek menahan nafas.

Bodoh rasanya kalau aku menolak mengakuinya sebab sejak dulu, perlakuan mereka tentu berbeda padaku dan Shotaro. Aku kadang cemburu. Shotaro selalu mendapatkan apa yang dia mau. Dia bebas melakukan hal-hal yang dia sukai. Dia juga mendapatkan kasih sayang ibu lebih baik.

Aku? Apa aku ini? Mereka memperlakukanku tak jauh berbeda dengan pembantu. Hanya melakukan apapun yang mereka suruh.

Ketika masih kecil, aku sering memikirkannya. Kenapa aku diperlakukan berbeda? Kenapa ibu suka sekali menyiksaku hingga rasanya aku sudah mati rasa. Kadang rasa sakit itu seperti temanku sendiri. Teman setia yang selalu membuatku menangis setiap waktu.

Lalu beranjak dewasa, aku mulai mengetahui hal-hal yang tidak pernah ayah atau ibu beberkan padaku.

Soal anak angkat dan anak kandung. Aku paham, sejak tahu golongan darahku dan Shotaro tak sama sedangkan kedua orang tuaku memiliki satu golongan darah serupa dengan adikku itu. Shotaro pernah mengalami kecelakaan. Ketika kami masih SMP dulu.

Virus of Zee[✓]Onde histórias criam vida. Descubra agora