1. Gone

645 120 13
                                    

"All my happy days are gone..." – unknown.



***



Tiga hari setelah siuman di rumah sakit benar-benar waktu yang sangat berat bagi Anna. Luka-lukanya masih belum sepenuhnya sembuh, apalagi tangan kanannya yang patah. Hari-harinya benar-benar buruk, terlebih lagi tubuhnya yang begitu sakit akibat kecelakaan itu.

Alice tidak menceritakan dengan detail kenapa Anna bisa kecelakaan. Gadis itu hanya bilang jika kendaraan yang ditumpangi Anna menabrak pembatas jalan dan begitulah semuanya terjadi. Anna dilarikan ke rumah sakit dengan luka di sekujur tubuhnya, sempat koma selama seminggu dan kini akhirnya sadar namun ingatannya hilang. Anna tidak bisa mengingat apapun yang telah terjadi dalam hidupnya, benar-benar seperti bayi yang baru dilahirkan ke dunia.

Pintu kamar inapnya tertutup bersamaan dengan seseorang yang baru mengantarkan sarapan untuknya. Anna menatap nampan berisi bubur dan teh hangat di atas meja tanpa minat. Ia tidak lapar. Lebih tepatnya ia tidak bisa merasakan lapar untuk saat ini. Terlalu banyak pertanyaan yang muncul di pikirannya, membuatnya nyaris frustasi.

Seberapa keraspun Anna mencoba mengingatnya kembali, tidak ada memori yang bisa muncul di kepalanya. Ia sudah meminta Alice untuk memberitahukan semuanya, namun rasanya ia belum puas. Anna tidak bisa mengenali dirinya sendiri, sungguh menyakitkan.

Aroma gurih dari sup ayam yang tersaji menusuk indera penciuman Anna, menyalurkan sensasi tak mengenakkan dalam dirinya. Sesuatu dari perutnya mendesak untuk keluar, membuatnya mual dan serasa ingin memuntahkan semuanya.

Anna menutup mulutnya dengan telapak tangan, lalu dengan kesusahan bangkit dari tempat tidur. Langkahnya masih terseok-seok akibat luka di kakinya yang belum kering, membuatnya kesusahan saat harus melangkah. Rasa mual yang melandanya semakin menguat, Anna tidak bisa menahan dirinya kembali.

Mempercepat langkahnya, Anna akhirnya sampai di toilet. Ia segera berjongkok dan memuntahkan semua isi perutnya. Seluruh sisa makanannya semalam keluar bersamaan dengan rasa mual yang tiada henti. Bahkan sampai isi perut Anna kosong, rasa mual itu tidak hilang. Ia hanya ingin muntah namun tak ada apapun lagi yang bisa dikeluarkan, hanya ada rasa pahit yang membuat kepalanya pusing.

Begitu mualnya mereda, Anna membersihkan mulut dan tangannya. Ia bersandar pada dinding toilet sembari memandangi pantulan dirinya dari cermin. Penampilannya begitu berantakan. Wajahnya pucat dan rambut panjangnya acak-acakan. Anna meringis, ingin rasanya ia mengasihani dirinya sendiri.

Perlahan tangannya turun meraba perutnya yang masih rata. Memikirkan ada makhluk yang hidup di dalam perutnya membuatnya miris. Ia menatap dirinya sekali lagi, sama sekali tak mengenali wajah itu. Siapa dirinya, ia tidak mengingatnya.

Menundukkan kepalanya, Anna menekan perutnya kuat-kuat. Sekarang memang masih kecil, mungkin belum menjadi masalah. Namun saat perutnya sudah membesar nanti, apa yang harus ia lakukan? Yang ia tahu bahwa ia belum menikah, lalu siapa yang harus bertanggung jawab atas janin ini?

Anna tidak mampu menemukan jawabannya. Perlahan air matanya turun dan tubuh Anna hanya mampu bersandar tak berdaya pada dinding toilet.



***



"Kandungan Ibu sudah menginjak usia delapan minggu."

Dokter wanita yang nampak bijaksana ini menjelaskan setelah selesai memeriksa Anna. Ia duduk di kursinya dan menulis entah apa itu yang tidak bisa Anna baca.

You in MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang