2. Your Name

568 112 5
                                    

"I'll never be that me again..." – b.m.



***



"Makan, Na."

Untuk ketiga kalinya Alice menyodorkan sesendok penuh berisi nasi dan lauknya pada Anna, yang hanya ditanggapi dengan gelengan kepala oleh adiknya. Alice mendesah kecewa, ia sudah lelah membujuk Anna untuk makan, tapi adiknya butuh nutrisi untuk memulihkan kondisinya.

"Gue tau lo lagi pusing mikirin omongan Papa. Tapi lo juga perlu makan biar bisa balikin ingatan lo lagi, Na."

Alice memang sudah mendengar ucapan papa mereka melalui penuturan Anna, dan ia jelas tahu betul bagaimana perasaan Anna saat ini. Alice mencoba menempatkan dirinya dalam posisi Anna, dan mungkin jika ia memanglah Anna, Alice pasti sudah menyerah sejak awal.

"Lo punya waktu tiga bulan, seenggaknya itu cukup." Alice mencoba menghibur, membuat Anna menoleh.

"Kalo dalam waktu tiga bulan ingatan gue nggak balik gimana, Kak? Apa gue harus nikah sama orang yang nggak gue kenal?" Anna bertanya dengan wajah lesunya, jelas sekali ia sudah pasrah.

Cukup lama Alice terdiam setelah mendengar pertanyaan Anna. Jelas sekali ia juga bingung saat ini. Mereka tidak tahu kapan pastinya ingatan Anna akan kembali, dan jika melihat kembali banyaknya kasus hilang ingatan seperti ini, akan sangat sulit untuk memperkirakannya.

"Lo harus coba! Demi masa depan lo, juga."

Akhirnya Alice bersuara dengan lantang, cukup untuk bisa terdengar sampai ke koridor di depan kamar.

"Beneran gue naik taksi hari itu, Kak? Lo tau nggak gue mau kemana?" Tanya Anna, mengingat kembali cerita Alice mengenai kronologi kecelakaannya.

"I-iya. Tapi gue nggak tau tujuan lo kemana. Kita nggak tinggal serumah. Jangankan mau ngabarin, ketemu aja jarang banget." Alice menjelaskan dengan cepat. Ia sudah mengulang beberapa kali namun Anna masih terus menanyakannya.

"Terus hape gue belum jadi?" Tanya Anna lagi. Alice memang mengatakan jika ponsel Anna rusak parah dan kini sedang diperbaiki.

"Belum. Lo tau kan kecelakaan lo parah banget, gue juga nggak yakin apa nanti hape lo bisa balik kayak semula lagi." Jawab Alice sambil mengendikkan bahunya.

Mendengar hal itu Anna hanya bisa menghembuskan nafasnya yang terasa berat. Ia harus segera mendapatkan ingatannya kembali agar ia bisa menemukan lelaki yang bertanggung jawab atas janinnya. Mungkin terdengar mustahil, namun Anna harus mencobanya meskipun ia tidak cukup yakin dengan dirinya sendiri.

"Gue harus buruan pulang, Kak." Ujar Anna setelah lama terdiam. Ia berpikir mungkin dengan kembali ke rumah, ingatannya akan cepat pulih.

Beberapa detik setelah Anna mengatakan hal demikian, pintu kamar inapnya terbuka. Ada dua gadis yang berdiri di ambang pintu dengan wajah canggung, yang langsung disambut Alice dengan senyuman lebar.

"Eh ada Jennie sama Lisa. Ayo masuk!"

Alice bangkit dan mendekati mereka, menarik tangan gadis berambut panjang sebahu dengan antusias. Di sebelahnya ada gadis berponi yang mengikuti mereka dalam diam. Pandangan mereka terju pada satu titik dimana Anna tengah duduk di atas ranjangnya, menatap mereka dengan ekspresi penuh tanya.

"Anna, mereka temen lo." Alice memulai, ia lantas menunjuk gadis yang digandengnya, "ini Jennie," kemudian ia beralih pada gadis berponi, "kalo yang ini Lisa. Mereka temen kuliah lo."

Anna menatap kedua gadis itu bergantian, mencoba menggali informasi tentang mereka di dalam kepalanya namun rasanya begitu sulit. Kepalanya begitu kosong, dan seolah ia baru pertama kali bertemu dengan kedua gadis itu.

You in MeWhere stories live. Discover now