7. Lost You

663 120 66
                                    

"Just a year ago, things were so different..." – via freigetanzt.



***



Bayangkan kau berada di suatu tempat, tapi kau tak mengenali tempat itu. Orang-orangnya, suasananya, aromanya, bahkan udaranya, tak ada yang kau kenal. Lalu mereka menceritakan semuanya tentang dirimu di masa lalu, bagaimana kau menjalani hidup, dan bagaimana kau menghabiskan hari-harimu, tapi tak ada yang kau ingat sedikitpun.

Semua terasa asing. Bahkan bagi Anna, kamarnya pun terasa asing. Dirinya juga asing.

Ia menangis di hari-hari pertamanya, berharap kembali koma dan tak sadarkan diri selamanya. Itu lebih baik ketimbang menghadapi kenyataan bahwa ia kehilangan ingatannya dan hamil. Rasanya seolah dunianya runtuh. Satu-satunya yang menjadi penyemangatnya untuk terus hidup adalah orang-orang di sekitarnya.

Alice, Jennie, dan Lisa. Merekalah alasan Anna ingin bertahan, berharap dengan bantuan mereka ia bisa menemukan lelaki yang harus bertanggung jawab atas kehamilannya.

Namun saat ia tahu bahwa ia telah dibohongi, bahwa mereka mengarang masa lalunya yang tak pernah ia alami, memanipulasi semuanya, Anna serasa ingin mati detik itu juga. Ia tiba-tiba merasa ketakutan, bahkan orang terdekatnya sekalipun – kakaknya, tega melakukan ini padanya.

Hari itu untuk kesekian kalinya, Anna kembali menangis. Ia mengasihani kemalangan dirinya, menebak seberapa buruknya ia hidup di masa lalu hingga harus mendapatkan hukuman sedemikian berat. Ia sendirian, hilang ingatan, dan hamil. Mungkin kelaparan bahkan lebih baik daripada semua ini. Rasanya ia sudah bosan dengan hari-harinya yang hanya diisi dengan kemuraman.

Mata Anna berkedip-kedip. Ia lelah seharian menangis. Ia lapar dan haus, namun tubuhnya tak mengijinkannya untuk beranjak dari ranjangnya yang empuk. Kakinya lemas, seolah seluruh tulang-tulangnya terlepas dari tempatnya. Kepalanya masih berdenyut sejak siang dan sialnya ia sudah kehabisan obatnya. Ia terlalu sering mengonsumsi obat itu daripada vitamin untuk kehamilannya.

Jam berdetak perlahan, jarum pendeknya tertuju di angka delapan. Itu artinya sudah hampir enam jam ia terbaring di sini, tanpa seorang pun yang mengetahuinya. Anna ingin menelepon Alice, atau siapapun yang ia kenal sampai detik ini, sayangnya ia mengurungkan niat itu. Ia takut pada mereka. Sungguh.

Hal paling menakutkan di dunia ini adalah saat kau dibohongi dan kau mengetahuinya.

Anna mencoba beranjak saat suara di perutnya menjerit meminta diberi asupan. Selama ini makannya memang tidak terkontrol dan Anna akui jika ia memang tak memikirkan dirinya. Ia hanya makan saat ia lapar, tidak peduli apa yang masuk ke perutnya.

Susah payah ia mencoba bangkit, namun baru saja setengah badan, ia sudah kembali terkapar. Anna meringis, kepalanya yang kembali mencium bantal menimbulkan rasa sakit itu datang lagi. Ia ingin sekali menangis, namun ia harus menghemat tenaganya atau ia hanya akan mati kelaparan – meskipun itu keinginannya.

"Anna..."

Ketukan di pintu disertai dengan suara halus yang memanggil namanya membuat Anna waspada. Seperti rasa trauma yang entah muncul darimana, ia begitu takut jika harus bertemu dengan orang-orang itu lagi – yang sudah membohonginya. Ia menajamkan pendengarannya dan bersyukurlah ia memiliki pendengaran yang bagus hingga mampu mengenali pemilik suara itu.

Jingga. Anna mengenalinya meskipun mereka baru dua kali bertemu.

"Annaaaaa..."

Gadis itu kembali memanggilnya, kali ini volume suaranya ia naikkan karena ia tahu jika Anna di dalam sana. Lampu di kamarnya menyala dan hari juga sudah malam. Jingga tahu jika Anna tak akan pernah keluar malam kecuali ada sesuatu yang penting.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Nov 02, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

You in MeWhere stories live. Discover now