3. I'll Remember

470 103 6
                                    

"Even if love goes by and you forget me, I'll remember everything..." – I'll Remember, Yesung.



***



"Apa yang mau lo bicarain sama gue?"

Jevan datang dengan langkahnya yang begitu ringan hingga Anna nyaris tak melihat kedatangannya. Membenarkan duduknya, Anna melirik Jevan sekilas yang kini sudah berganti dengan kaos lengan panjang dan celana olahraga berwarna senada. Di bawah sinar lampu yang cukup temaram, Anna bisa melihat wajah Jevan cukup jelas. Satu kata yang bisa ia simpulkan – tampan.

Tidak. Tidak.

Anna menggelengkan kepalanya untuk mengusir pikiran absurd itu. Tujuannya ke sini untuk membahas sesuatu dengan Jevan, bukan untuk mengagumi ketampanan fisik lelaki itu.

"Gue nggak mau basa-basi." Anna memulai, ia memilih untuk menatap rambut Jevan alih-alih wajahnya. "Kenapa lo nolongin gue di rumah sakit tempo hari?" Tanyanya singkat, padat, dan jelas.

Jevan nampaknya sudah mempersiapkan diri untuk pertanyaan semacam ini. Lelaki ini melangkah mendekati bangku panjang tak jauh dari Anna dan duduk di atasnya. Melihat sekeliling sekilas untuk memastikan tak ada orang lain selain mereka sebelum mulai membuka mulutnya.

"Ya.. lo bayangin aja ada di posisi gue. Lo nggak sengaja liat orang mau bundir, terus lo diem aja gitu? Gue masih punya rasa kemanusiaan. Apalagi sama lo, orang yang gue kenal." Jelas Jevan yang diakhiri dengan menunjuk Anna dengan dagunya.

"Jadi bener kita saling kenal? Sejauh apa hubungan kita?" Tanya Anna, yang kini semakin penasaran dengan lelaki di hadapannya ini.

Lagi-lagi Jevan tidak langsung menjawab. Ia bangkit dan mendekati Anna. Wajahnya ia condongkan hingga jarak wajah mereka hanya sekitar sepuluh sentimeter. Diamatinya wajah Anna dalam diam, membuat sang pemilik mematung di tempatnya.


Jevan, apa-apaan lelaki ini?!!


"Lo beneran amnesia?"

Pertanyaan itu muncul dari mulut Jevan bersamaan dengan ia yang menarik diri dan kembali ke tempat duduknya semula.

"Jadi, lo nggak inget sama gue? Sama semuanya?" Tanya Jevan lagi saat Anna tak kunjung menjawab.

"Iya. Makanya gue tanya kenapa lo nolongin gue dan kayak apa hubungan kita!" Anna menegaskan kembali, ia mencoba untuk tetap tenang. Apa yang Jevan lakukan tadi benar-benar tidak aman untuk kesehatan jantungnya.

Suara tawa terdengar dari mulut Jevan, dan hal itu membuat Anna kebingungan. Tidak ada yang lucu dan kenapa lelaki ini tertawa? Apakah keadaannya yang mengenaskan itu justru hiburan bagi orang lain?

"Oke sebagai 'kenalan lo' gue akan jawab." Jevan menekankan kalimatnya setelah tawanya terhenti. "Gue nolongin lo karena kita adalah 'kenalan' dan mengingat lo diberi kesempatan kedua untuk hidup setelah kecelakaan itu, gue pikir lo harus terus bertahan apapun keadaan lo. Dan ya, kita cuma sebatas kenalan dan kayaknya Jennie juga udah bilang kalo kita ini temen sekelas." Ujarnya panjang lebar.

Anna mencerna baik-baik penjelasan Jevan tersebut. Namun rasanya sulit sekali untuk menerima alasan itu. Di pikirannya masih menebak-nebak apa alasan sebenarnya mengapa Jevan melakukan itu, namun setelah dipikir cukup lama alasan itu cukup masuk akal juga. Ia menghela nafas, merasa lega karena rasa penasarannya sedikit terjawab.

You in MeWhere stories live. Discover now